Kamis, Desember 27, 2007

Bangun Kembali Hutan Indonesia

Bangun Kembali Hutan Indonesia

Wapres Kritik Perusak yang Raih Penghargaan

Wonosari, Kompas - Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengajak masyarakat kembali membangun hutan rusak yang mengakibatkan terjadinya berbagai bencana alam. Pengelolaan hutan diminta tak diserahkan kepada pihak asing, tetapi dikelola sendiri supaya mendatangkan manfaat nyata untuk masyarakat dan bangsa.

"Mari kita bangun kembali hutan bangsa ini. Hanya itu. Tak ada cara yang lain untuk mengatasi berbagai bencana," jelas Wapres, Sabtu (15/12) saat mencanangkan "Hutan Kemasyarakatan" di Dusun Kepek, Banyusuco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Acara itu dihadiri pula antara lain Menteri Kehutanan MS Kaban dan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.

Wapres menunjuk kerusakan hutan mengakibatkan bencana yang silih berganti di berbagai daerah, seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Itu tak terlepas dari kebijakan pengelolaan hutan di masa lalu yang salah. Sayangnya, pada era 1970-1980, pengusaha kian banyak menebang hutan karena memiliki hak penguasaan hutan (HPH) jutaan hektar, justru dianggap paling berjasa sebab bisa mengekspor kayu dan membayar pajak besar.

"Dengan dalih peningkatan ekspor, mereka membabat hutan seenaknya. Meski hanya sebagian kecil hasil ekspor yang disetor sebagai pajak, mereka mendapat kehormatan dari negara. Duduk di kursi paling depan. Padahal, mereka perusak hutan dan penebang hutan," tandas Wapres.

Kalla mengingatkan supaya kebijakan seperti itu tak terulang lagi. "Sekarang sudah berubah. Dulu, perusahaan yang semakin banyak menebang hutan semakin terhormat. Bahkan, Departemen Kehutanan pun memiliki gedung kantor yang besar karena dianggap berjasa," katanya lagi.

Jangan mengeluh

Wapres juga meminta agar pengelolaan hutan tidak diserahkan kepada pihak lain, termasuk orang asing, sehingga rakyat tidak mendapatkan manfaat apa-apa. "Tanah dan air adalah milik kita dan harus dimanfaatkan oleh kita bersama untuk kemajuan bangsa ini. Kita harus menggarapnya," tandas Kalla.

Menurut Kalla, bangsa Indonesia juga jangan selalu mengeluh, tetapi harus mengedepankan cita-cita dan tujuan bangsa. "Bangsa ini, yang kurang selalu kemukakan keluhan, kurang kerja keras, kurang kemauan, kurang spirit, dan kurang kemajuan teknologi. Sebab itu, kita harus bersama-sama mengubahnya dan bekerja keras serta membangun bersama," tambahnya.

Kaban menyatakan, Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang dicanangkan sejak zaman Presiden Soeharto, tahun depan diharapkan mencapai 2,1 juta hektar.

Dalam acara itu, Kalla menyaksikan penyerahan surat penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menhut kepada sejumlah kepala daerah. Juga penyerahan surat izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) kepada Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan dan penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta.

Selain itu juga ditandatangani kerja sama pengelolaan hutan antara pemerintah dan enam perguruan tinggi negeri dan swasta di Yogyakarta. (rwn/har)

Sumber :
http://www.kompas.com
Minggu, 16 Desember 2007

Dua Lumba-Lumba Ditemukan Mati Terjerat Jaring

Dua Lumba-Lumba Ditemukan Mati Terjerat Jaring


Laporan Wartawan Kompas Helena Fransisca.

BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Dua ekor lumba-lumba jenis hidung botol (Tursiops truncatus) ditemukan mati dengan tubuh penuh luka jeratan jaring di Dusun Bandung Jaya, Desa Kiluan Negeri, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, Sabtu (15/12) pukul 06।00. Diperkirakan keduanya dibuang setelah terjerat jaring kapal dari Banten yang beroperasi di lepas pantai Teluk Kiluan.

Ketua Yayasan Ekowisata CIKAL Lampung Riko Stefanus, Minggu (16/12) mengatakan, saat ditemukan tubuh kedua ekor lumba-lumba hidung botol itu penuh guratan dan sobekan mata jaring. Selain itu, di perut salah seekor lumba-lumba terlihat adanya lubang dalam. Kedua lumba-lumba itu memiliki berat dan ukuran berbeda. Satu ekor berukuran panjang 2,29 meter, lingkar badan 1,18 meter, dan berat badan kurang lebih 100 kilogram. Seekor lainnya berukuran panjang 1,31 meter, lingkar badan 56 centimeter, dan berat 50 kilogram.

Teluk Kiluan memiliki potensi ikan-ikan jenis ikan pelagis atau ikan permukaan seperti tongkol, dan ikan air dalam seperti ikan simba dan ikan kerapu yang mahal harga jualnya. Potensi itu menarik kapal-kapal nelayan jenis purse seine untuk berlayar mendekat dan mengambil ikan dengan cara menjaring. Kapal-kapal tersebut biasanya dilengkapi dengan lampu-lampu yang berpendar terang. Sinar lampu itu menarik perhatian lumba-lumba untuk mendekat. Tak jarang lumba-lumba terperangkap jaring dan mati. Karena bukan ikan konsumsi, nelayan akan membuang begitu saja lumba-lumba yang mati terkena jaring.

Berdasarkan catatan Yayasan Ekowisata CIKAL, sepanjang 2007 sudah terjadi lima kali penemuan lumba-lumba mati karena jaring। ”Dalam satu temuan, lumba-lumba yang mati antara dua sampai lima ekor,” kata Riko. Kondisi itu memprihatinkan, karena perairan Teluk Kiluan merupakan habitat alami lumba-lumba hidung botol. Saat ini, selain ancaman jeratan jaring kapal nelayan, populasi satwa air itu semakin kritis akibat ancaman perburuan liar nelayan-nelayan pemburu paus dari Banten dan Telukbetung, Bandar Lampung.

Yang lebih menyedihkan, kata Riko, kapal-kapal jenis purse seine seharusnya tidak melaut pada jarak dekat dengan daratan, melainkan berlayar di tengah lautan. Keberadaan kapal-kapal tersebut dengan daratan menunjukkan, syahbandar dan kepala desa tidak kompak dalam menjaga potensi laut dan perikanan. Hingga saat ini belum ada langkah nyata pemerintah kabupaten untuk mengatur kapal-kapal purse seine dan menjaga lumba-lumba. Masyarakat Teluk Kiluan memilih untuk menjaga potensi dan kondisi lingkungan dengan mengaktifkan kerja kelompok pengawas masyarakat (Pokmaswas).

Selain mengawasi pengeboman terumbu karang dan pencurian ikan hias, pokmaswas juga bertugas mengawasi dan mengamat-amati kapal-kapal yang berlabuh di Teluk Kiluan. ”Supaya setiap temuan yang mencurigakan bisa dilaporkan dan segera diambil tindakan pencegah oleh Dinas kelautan dan perikanan,” kata Riko.

Sumber :
http://www.kompas.com
Minggu, 16 Desember 2007 - 20:10 wib

Penolak PLTS Diharapkan Dengar Penjelasan Pemkot

Penolak PLTS Diharapkan Dengar Penjelasan Pemkot

Laporan Wartawan Kompas Mohammad Hilmi Faiq.

BANDUNG, KOMPAS - Para penolak pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTS diminta untuk mendengarkan penjelasan Pemerintah Kota Bandung dengan seksama. Pemerintah Kota Bandung bisa meyakinkan bahwa PLTS aman bagi warga karena semua potensi pencemaran telah direduksi dengan teknologi canggih sehingga kadarnya di bawah ambang batas.

Ketua Tim Studi Kelayakan PLTS dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ari Darmawan Pasek mengatakan hal itu di Bandung, Minggu (16/12). “Kalau masyarakat yang menolak (PLTS) itu mau mendengarkan dan berdiskusi pasti bisa diyakinkan. Masalahnya, mereka itu tidak mau berdiskusi,” kata Ari.

Kalaupun mau berdiskusi, kata Ari, hasilnya dipelintir. Ini misalnya terjadi pada diskusi tertutup antara PT Bandung Raya Indah Lestari (PT BRIL) selaku pengembang PLTS dengan perwakilan Aliansi Rakyat Tolak PLTS (ARTP).

Secara terpisah, Koordinator Umum ARTP Roni Muhammad Tabroni membantah pihaknya terlibat diskusi dengan PT BRIL. “Memang kami pernah bertemu dengan PT BRIL, tetapi hanya ngbrol biasa. Tidak ada dialog serius tentang PLTS,” kata Roni. Roni menjelaskan, penyataan Ari tersebut hanya memperkeruh suasana. Sebenarnya, kata Roni, pihaknya siap selalu diajak berdialog. Akan tetapi, Pemerintah Kota Bandung yang tidak melibatkan warga kontra PLTS dalam dialog. “Dalam sosialisasi tentang PLTS di Pendopo Kota Bandung (Jumat, 14/12), kami tidak diundang,” kata Roni.

Sumber :
http://www.kompas.com
Minggu, 16 Desember 2007 - 21:48 wib

Spesies Mamalia Baru Ditemukan di Hutan Amazon

Spesies Mamalia Baru Ditemukan di Hutan Amazon

Satu spesies baru dari jenis mamalia serupa babi yang biasa disebut Peccary ditemukan dari rimbunnya hutan Amazon di wilayah Brazil. Bahkan, hewan yang seukuran anjing besar mungkin menjadi spesies Peccary terbesar di dunia.

Peccary adalah hewan berkuku seperti halnya kuda atau babi. Sebelum ditemukan spesies yang baru, dunia sains sudah mengenal tiga spesies Peccary yakni Peccary berdasi dengan garis di lehernya, Peccary berbibir putih dan Peccary Chaccoan. Jenis mamalia baru yang akhirnya diberi nama ilmiah Pecari maximus ditemukan di wilayah cekungan atau basin Rio Aripuana. Ia dipastikan sebagai spesies baru setelah dianalisis secara genetika oleh Pusat Sains Lingkungan Leiden di Belanda dan dilaporkan hasilnya dalam jurnal Bonner Zoologische Beitrage edisi 29 Oktober silam.

Analisis pada badan dan tengkoraknya menunjukkan bahwa karakteristiknya lebih besar daripada jenis Peccary yang sudah dikenal. Kakinya lebih panjang dan pola rambutnya berbeda dengan Peccary lainnya. Tingkah lakunya juga berbeda karena ia lebih sering ditemukan berpasangan dengan satu satau dua anak tidak seperti Peccary umumnya yang bergerombol dalam jumlah besar. Jika Peccary lainnya mengais tanah untuk mendapatkan rumput atau akar, Peccary besar lebih sering makan buah-buahan dan jarang mengais tanah.

Seperti Peccary lainnya, ia memiliki kelenjar yang mengeluarkan cairan tubuh untuk menandai wilayah kekuasaan maupun identitas. Hanya saja, cairan kelenjar yang dihasilkan Peccary yang baru ditemukan tidak mengelaurkan bau.

"Saya kita itu bentuk adaptasinya untuk menghindari tekanan dari kucing besar, dorongan evolusi mendorong mereka agar tidak sebau Peccary lainnya," ujar Marc van Roosmalen, Biolog Belanda dari Universitas Leiden yang awalnya tertarik untuk mengidentifikasinya sejak melihatnya saat melakukan survai mamalia di kawasan tersebut.

Habitatnya terbatas pada wilayah yang ditumbuhi kayu kering di luasan yang kecil. Karena itu para ilmuwan memperkirakan bahwa jumlah populasinya kecil dan merekomendasikan untuk memasukannya ke dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).

Meski baru ditetapkan sebagai spesies baru, penduduk lokal tak asing dengannya. Suku Indian Tupi yang tinggal di sekitar hutan Amazon menyebutnya Caitetu Munde yang berarti Peccary besar yang hidup berpasangan.
Sumber :
LiveScience.com
http://www.kompas.com/
Senin, 05 November 2007 - 11:28 wib.
Penulis : Wah

Ikan Kerapu Macan Akan Punah Akibat Perubahan Iklim

Ikan Kerapu Macan Akan Punah Akibat Perubahan Iklim

JAKARTA, KOMPAS - Dampak perubahan iklim terhadap kerentanan dan adaptasi menyebabkan sekitar 20-30 persen tumbuhan dan hewan akan berisiko punah jika terjadi kenaikan temperatur global rata-rata di atas 1,5-2,5 derajat Celcius. Jenis ikan yang akan punah di antaranya ikan Kerapu Macan, Kerapu Sunu dan Napoleon yang banyak digemari masyarakat.

Risiko ini didasarkan pada laporan para ahli dalam International Panel on Cilamet Change (IPCC) yang diselenggarakan pada April 2007 lalu. Demikian diungkapkan oleh Menteri Negara Ligkungan Hidup Rahmat Witoelar saat memberikan sambutan di acara Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2007 di Gedung II Istana Wakil Presiden di Jakarta, Senin (5/11). Dalam acara itu, Wapres Kalla tak hadir karena sakit.

"Dari laporan para ahli IPCC, April lalu, dampak dari kerentanan dan adaptasi akibat perubahan iklim telah menyebabkan sekitar 20-30 persen tumbuhan dan hewan akan meningkat risiko kepunahannya jika temperatur global rata-rata di atas 1,5-2,5 derajat Celcius," ujar Rahmat.

Padahal, menurut Rahmat, Kepulauan Indonesia saat ini memiliki 14.000 unit terumbu karang dengan luasan total sekitar 85.700 kilometer atau sekitar 14 persen dari terumbu karang dunia. "Kenaikan suhu air laut 2-3 persen akan menyebabkan kematian alga yang merupakan sumber pakan terumbu karang. Ini juga akan menyebabkan punahnya kekayaan terumbu karang dan beberapa jenis ikan karang yang bernilai tinggi seperti Kerapu Macan, Kerapu Sunu dan Napoleon," jelas Rahmat.

Perubahan iklim, lanjut Rahmat, juga akan menyebabkan terjadi migrasi ikan ke daerah yang lebih dingin. "Kondisi ini juga akan menyebabkan hilangnya beberapa jenis ikan dari perairan di Indonesia," demikian Wapres. (HAR)

Sumber :
http://www.kompas.com
Senin, 05 November 2007 - 13:11 wib

Kondisi Terumbu Karang di Teluk Lampung Memprihatinkan

Kondisi Terumbu Karang di Teluk Lampung Memprihatinkan

Bandarlampung, Senin - Kondisi terumbu karang di Teluk Lampung dan sekitarnya cukup memprihatinkan karena hampir 18 persen karang yang ada di kawasan itu mati. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung, Untung Sugiyatno, Senin (5/11).

Berdasarkan data terumbu karang tersebar di beberapa pulau sekitar kawasan Teluk Lampung yang memiliki luas sekitar 150 kilometer itu kondisinya cukup memprihatinkan bahkan banyak yang mati. Ia menyebutkan terumbu karang di kawasan Teluk Lampung, terdapat di Pulau Tangkil memiliki luas 11 hektar, Condo (47 Ha), Tegal (98 Ha), Kelagian (435 Ha), Puhawang (694 Ha), Legundi (1.742 Ha), Sebuku (1.646 Ha), Sebesi (2.620 Ha) dan Balak (32 Ha). Menurutnya kondisi terumbu karang yang mati atau morfologi karang masih menyerupai karang utuh, tetapi aktivitas hewan tidak ada banyak dijumpai di Pulau Kelagian.

"Hampir 18 persen terumbu karang di Pulau Kelagian itu mati," kata Untung, seraya menambahkan bahwa kondisi karang di kawasan Teluk Lampung itu banyak yang mati, juga terdapat tutupan pasir (abiotik) dan terdapat pecahan karang atau bentuk morfologisnya tidak utuh. Selain itu, antara empat hingga 28 persen terumbu karang di kawasan itu terdapat tutupan pasir. Sementara terumbu karang yang pecah atau bentuk morfologisnya tidak utuh antara 0,6 hingga 45 persen. Rusaknya kondisi terumbu karang di kawasan Teluk Lampung, salah satunya disebabkan pengeboman yang dilakukan nelayan pencari ikan. Pihaknya menghimbau nelayan agar tidak menangkap ikan dengan menggunakan bom ikan atau alat lainnya yang dapat merusak terumbu karang.
Sumber: AntaraPenulis: Wah
http://www.kompas.com
Senin, 05 November 2007 - 14:40 wib

Pemanasan Global dan Terumbu Karang

Pemanasan Global dan Terumbu Karang

Oleh : Marthen Welly/The Nature Conservancy

Akhir-akhir ini pembicaraan mengenai pemanasan global (global warming) yang mengakibatkan perubahan iklim (climate change) kian ramai dibicarakan dan menjadi pusat perhatian dunia. Terlebih lagi, pada bulan Desember yang akan datang, perhelatan tingkat dunia mengenai perubahan iklim akan diadakan di Bali dibawah koordinasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pertemuan akbar yang disebut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) akan dihadiri kurang lebih perwakilan pemerintahan 120 negara dan sekitar 10.000 peserta.

Pada intinya agenda utama UNFCCC adalah mempersiapkan bumi kita ini agar dapat mengurangi pemanasan global dan mengatasi dampaknya. Beberapa isu utama yang akan dibahas adalah kerusakan hutan, perdagangan karbon, dan penerapan protokol Kyoto. Sejauh ini hutan dipercaya sebagai paru-paru dunia yang dapat mengikat emisi karbon yang dilepaskan ke udara oleh pabrik-pabrik industri, kendaraan bermotor, kebakaran hutan, asap rokok dan banyak lagi sumber-sumber emisi karbon lainnya, sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global.

Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan cukup luas di dunia, sangat memainkan peran penting untuk bisa menjaga paru-paru dunia. Namun sesungguhnya Indonesia yang 2/3 wilayahnya adalah lautan, juga memiliki fungsi dan peran cukup besar dalam mengikat emisi karbon, bahkan dua kali lipat dari kapasitas hutan. Emisi karbon yang sampai ke laut, diserap oleh phytoplankton yang jumlahnya sangat banyak dilautan, dan kemudian ditenggelamkan ke dasar laut atau diubah menjadi sumber energi ketika phytoplankton tersebut dimakan oleh ikan dan biota laut lainnya.

Namun, pemanasan global juga membawa ancaman terhadap terumbu karang Indonesia, yang merupakan jantung kawasan segitiga karang dunia (heart of global coral triangle). Pemanasan global telah meningkatkan suhu air laut sehingga terumbu karang menjadi stress dan mengalami pemucatan/pemutihan (bleaching). Jika terus berlangsung terumbu karang tersebut akan mengalami kematian. Di sisi lain coral triangle memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Lebih dari 120 juta orang hidupnya bergantung pada terumbu karang dan perikanan di kawasan tersebut. Coral triangle yang meliputi Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor leste, Papua New Guinea and Kepulauan Salomon ini, merupakan kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, khususnya terumbu karang.

Melihat peran dan posisinya yang strategis, maka President Republik Indonesia – Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan APEC di Sydney baru-baru ini, telah mengumumkan sekaligus mengajak negara-negara di dunia, khususnya di kawasan Asia Pacific untuk menjaga dan melindungi kawasan segitiga karang dunia yang dikenal dengan nama Coral Triangle. Indonesia bersama lima negara lainnya yaitu Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea and Kepulauan Salomon mengumumkan sebuah inisiatif perlindungan terumbu karang yang disebut Coral Triangle Initiative (CTI). Ke-enam negara yang tergabung dalam CTI disebut sebagai CT6. Inisiatif ini juga telah mendapatkan dukungan dan respon yang positif dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia.

Coral triangle adalah sebuah kawasan di Asia-Pacific yang dalam 2 dekade belakangan ini menjadi pusat penelitian para ahli kelautan dunia. Pada tahun 2005, The Nature Conservancy Coral Triangle Center (TNC-CTC) – sebuah lembaga konservasi internasional yang juga menjalankan programnya di Indonesia dan negara-negara pacific, mengadakan sebuah workshop internasional di Bali yang dihadiri para pakar kelautan dunia, dengan tujuan untuk menetapkan batas cakupan wilayah coral triangle. Pada akhir workshop, para pakar kelautan berhasil memetakan coral triangle yang mencakup 6 negara dengan luas total terumbu karang 75.000 km2. Indonesia sendiri memiliki luas terumbu karang sekitar 51.000 km2 yang menyumbang lebih dari 21% luas terumbu karang dunia.

Departemen Kelautan dan Perikanan, TNC-CTC, WWF Indonesia, dan Departemen Kehutanan secara bersama-sama menggagas CTI. Dan saat ini CTI telah menjadi salah satu agenda utama Indonesia bersama 5 negara lainnya. CTI akan lebih disuarakan dan disosialisasikan selama pertemuan UNFCCC sehingga mendapatkan dukungan yang lebih besar dari masyarakat internasional.

Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut, terutama terumbu karang melalui CTI sangat erat kaitannya dengan ketahanan pangan dan upaya mengurangi kemiskinan. Mengingat fungsi penting terumbu karang adalah sebagai tempat berkembang-biak, mencari makan dan berlindung bagi ikan dan biota laut lainnya, jika terumbu karang terjaga baik, maka sumber perikanan juga akan terus memberikan pasokan makanan bagi manusia, termasuk sumber protein. Ditambah lagi fungsi terumbu karang juga adalah sebagai pelindung alami pantai dari gempuran ombak dan aset pariwisata bahari.

Suatu langkah yang tepat dan strategis jika Indonesia berinisiatif untuk menyuarakan sekaligus memimpin CTI, mengingat Indonesia merupakan negara dengan luas terumbu karang terluas dan keanekaragaman terumbu karang tertinggi di dunia. Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia sekitar 81.000 km yang melingkupi lebih dari 17.500 pulau. Berdasarkan penelitian TNC-CTC dan para mitranya pada tahun 2002, kepulauan Raja Ampat di Papua Barat, Indonesia memiliki 537 jenis karang yang merupakan jumlah tertinggi di dunia, dan merupakan 75% jenis karang dunia yang pernah ditemukan. Jika Indonesia tidak menyuarakan dan mengambil inisiatif untuk perlindungan terumbu karang di coral triangle, maka negara-negara lain seperti Philipina atau Malaysia yang akan menyuarakan sekaligus memimpin CTI. Dengan memimpin CTI, Indonesia mendapatkan peran dan posisi penting dalam upaya perlindungan terumbu karang dunia. Sekaligus melindungi aset bangsa yang tak ternilai harganya.

Pembentukan jejaring Kawasan Perlindungan Laut (KPL) yang tangguh dan dikelola secara efektif merupakan bentuk nyata dari impelementasi CTI. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melindungi paling tidak 10 juta hektar laut di perairan Indonesia pada tahun 2010. Saat ini paling tidak 5 juta hektar telah dibentuk KPL di Indonesia yang meliputi Kepulauan Raja Ampat, TN Teluk Cendrawasih, Kepulauan Wakatobi, Kepulauan Derawan, TN Komodo, TN Bunaken, TN Karimunjawa, TN Kepulauan Seribu dan TN Takabonerate.

Sumber :
National Geographic Indonesia
http://www.indonesiareef.com/site_blog.aspx?id=5d2f2d57-46f3-4186-8bde-4483d91869b4&bid=0f5616fa-cc0a-4653-b769-52bacfec567b
Ditulis oleh Anti 04:49 WIB. 08 Nopember 2007.

Kesepakatan Kerjasama Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Di Provinsi Sumatera Utara

Kesepakatan Kerjasama Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Di Provinsi Sumatera Utara

Hari Selasa tanggal 11 Desember 2007, Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Utara melakukan penandatanganan Kesepakatan Kerjasama Pengelolaan Keanekaragaman Hayati.

Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Swis Garden Nusa Dua Bali, bersamaan dengan Special Event pada konferensi Perubahan Iklim ke-13 yang diselenggarakan oleh Network of Regional Governments for Sustaiable Development (nrg4SD). Special Event ini berupa workshop dengan tema Asian Regional Forum Driving Regions to Our World ”The role of sub-national governments to combat Climate Change” dimana Kepala Bapedalda (Bapak Prof. H Syamsul Arifin SH, MH) merupakan National Focal Points nrg4SD.

Pada acara penandatanganan kesepakatan tersebut, Ibu Masnelyarti Hilman selaku Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan serta National Focal Point Konvensi Keanakaragaman Hayati (CBD) menyampaikan sambutan bahwa kerjasama ini merupakan refleksi dari kepedulian pemerintah terhadap pentingnya keanekaragaman hayati.

Adapun ruang lingkup kesepakatan kerjasama tersebut antara lain : 1. Program sosialisasi dan bantuan teknis di bidang keanekaragaman hayati; 2. Penyusunan Profil Keanekaragaman Hayati; 3. Pengembangan jejaring dan pertukaran informasi dalam pengelolaan keanekaragaman hayati di dalam dan di luar negeri; 4. Pengembangan manajemen sistem informasi dan database keanekaragaman hayati. Dalam sambutannya tersebut, Ibu Masnelyarti mengungkapkan bahwa ”Diharapkan kerjasama ini akan meningkatkan pengelolaan keanekaragaman hayati di Provinsi Sumatera Utara serta memberikan kontribusi untuk program konservasi keanekaragaman hayati pada tingkat nasional, regional dan global”.

Sumber:Asdep Urusan Konservasi Keanekaragaman Hayati
Deputi MENLH Bidang Peningkatan Konsevasi Sumber Daya AlamDan Pengendalian Kerusakan lingkungan
http://www.menlh.go.id
18 Des 2007 11:51 WIB

Rabu, Desember 19, 2007

Sakit yang Boleh Dipakai Alasan Mangkir

Sakit yang Boleh Dipakai Alasan Mangkir

Datangnya musim pancaroba biasanya diiringi oleh kedatangan penyakit, terutama influenza. Dan seperti kita tahu gejala-gejala flu biasanya hilang jika kita meningkatkan stamina tubuh. Itu sebabnya banyak orang yang memakai alasan sakit flu untuk pamit satu-dua hari dari tumpukan pekerjaan di kantor.

Untuk urusan absen masuk kantor karena sakit, sebenarnya dikenal dua tipe pekerja, yakni:

1. Si Kebal Sakit

Orang yang termasuk dalam tipe ini adalah mereka yang menganggap sepanjang masih bernapas itu berarti cukup sehat untuk bekerja. Mereka yang berada dalam kelompok ini adalah orang yang sangat berkomitmen, atau mungkin tertekan, untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai tengat. Jadi jangan heran melihatnya nekat melakukan presentasi meski suaranya hilang akibat batuk. Bersiaplah jika ia ngotot datang ke kantor meskipun sepanjang hari bersin dan menyebarkan virus ke seluruh ruangan.

2. Si Hiperbola Sakit

Kebalikan dengan tipe pertama, mereka yang berada dalam tipe ini justru menganggap sakit sedikit saja, seperti pusing-pusing, layak mendapatkan ijin istirahat selama tiga hari। Bila atasan mengharuskannya datang ke kantor maka sepanjang hari ia akan mengeluh tentang sakitnya sambil mendramatisir kondisi kesehatan.

Dua tipe pekerja di atas tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Meskipun pekerja tipe pertama paling disukai oleh atasan, namun data menunjukkan memaksakan diri untuk bekerja saat kondisi tubuh tidak fit justru menambah beban pengeluaran perusahaan.

Berikut beberapa panduan yang bisa Anda pakai sebelum memutuskan untuk tetap datang ke kantor atau istirahat di rumah :

  • Jika Anda tahu gejala penyakit yang diderita bisa menular, tinggallah di rumah.
  • Meski kurang sehat namun Anda merasa bisa bekerja, boleh saja tetap ke kantor tapi bersikaplah dewasa dan stop mengeluh tentang penyakit Anda.
  • Bila Anda merasa mulai drop dan akan sakit, lebih baik minta ijin istirahat untuk menjaga kondisi Anda.
  • Jangan biasakan memakai alasan sakit untuk mangkir dari kantor karena tak seorang pun akan percaya jika suatu hari Anda benar-benar Sakit. (An)

Sumber :
http://www.kompas.com
Senin, 03 Desember 2007 - 16:31 wib

Merencanakan Liburan Akhir Tahun

Merencanakan Liburan Akhir Tahun

Akhir tahun biasanya adalah kesempatan berlibur panjang. Entah untuk menikmati tempat wisata atau mengunjungi sanak saudara. Apa pun alasannya, sebaiknya Anda mempersiapkan acara berlibur jauh-jauh hari.

Persoalan mendapatkan tiket pesawat terbang jika pilihan tempat berlibur cukup jauh atau memesan hotel bisa bikin sakit kepala jika tidak direncanakan jauh-jauh hari. Demikian juga dengan transportasi yang tidak dipersiapkan sejak dini dapat menimbulkan stres selama bepergian.

Seperti dialami Aditya Santosa (36), pegawai swasta di Jakarta Selatan. Pada Desember 2006 bersama istri dan dua putrinya dia berlibur ke Bali. Meski keinginan berlibur ke sana sudah ada sejak setahun sebelumnya, saat liburan tiba dia tidak sempat mempersiapkan segala sesuatunya secara matang karena kepastian izin cuti baru didapat seminggu sebelum keberangkatan.

"Tiket pesawat, hotel, dan mobil sewaan saya dapat lewat iklan di koran. Tetapi, saya tidak sempat mengumpulkan informasi tempat wisata dan tempat makan yang enak dan relatif murah," kata Aditya. Dia mengandalkan informasi dari selebaran di Bandara Ngurah Rai, hotel, dan pengemudi mobil sewaan.

Selama tiga hari di Bali, warga Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ini kecewa. Tidak banyak pilihan tempat wisata yang dikunjungi, sementara restoran yang direkomendasikan pengemudi tidak sesuai dengan selera dan harganya mahal. Akhirnya, liburan itu tidak memenuhi harapan.

Mengatur perjalanan

Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia DKI Jakarta Rudiana mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia semakin leluasa dalam merancang liburan. Selain banyak biro perjalanan wisata yang menawarkan program paket tur dengan berbagai kemudahan, paket hemat, dan hadiah kepada konsumen, bepergian juga bisa dilakukan secara perorangan.

Kebanyakan masyarakat Indonesia yang bepergian bersama keluarga lebih memilih perjalanan secara perorangan tanpa menggunakan jasa biro perjalanan. Selain ingin mendapatkan biaya murah, perjalanan ini membuat Anda lebih leluasa mengatur perjalanan liburannya.

Kepala Subdinas Pemasaran Dinas Pariwisata DKI Jakarta Suharyanto mengatakan, perjalanan yang terencana bisa menghemat biaya. Selain itu, Anda tidak perlu panik karena tempat penginapan, transportasi, dan tujuan wisata sudah terjadwal rapi.

Biaya liburan yang tidak terencana bisa berlipat-lipat kali lebih besar daripada jika direncanakan. Pada saat liburan, terutama akhir tahun, tarif penerbangan dan akomodasi pasti akan naik mengikuti tarif puncak atau peak season. Tarif itu akan berbeda jika pemesanan dilakukan pada masa-masa sepi atau low season.

Direktur Utama Tenggo Delta Tours Denny Hendrarusman mengatakan, biaya paling besar dalam bepergian adalah tiket penerbangan dan penginapan. Perbedaan tarif tertinggi pada masa puncak bisa mencapai lebih dari 50 persen dibandingkan dengan masa sepi.

Pada masa puncak, perusahaan penerbangan memberlakukan harga tiket ekonomi berdasarkan subkelas. Dari setiap subkelas itu, harga tiket yang paling murah hanya disediakan satu sampai sepuluh tempat duduk. Untuk mendapatkan itu, Anda harus memesannya dua sampai tiga bulan sebelum keberangkatan.

Tiket harga murah juga bisa diperoleh minimal tiga minggu sebelum keberangkatan, asalkan punya kenalan di biro perjalanan dan perusahaan penerbangan serta rajin mengontak untuk mencari informasi harga tiket. Paling tidak, satu sampai tiga tiket bisa diperoleh dengan tarif murah meski dengan perbedaan harga yang sedikit, antara satu tiket murah dan tiket murah lainnya Rp 25.000-Rp 50.000.

"Tetapi jangan mengambil risiko. Sebaiknya membeli tiket jauh-jauh hari sebelumnya, apalagi jika bepergian dengan anggota keluarga dalam jumlah banyak," kata Denny.

Apabila membeli tiket dengan harga lebih murah, sebaiknya diperhatikan ketentuan yang menyertai murahnya tarif tiket tersebut agar tidak kecewa. Misalnya, tiket harus dibeli tiga bulan sebelumnya, tiket tidak bisa diubah rutenya, atau tiket tidak bisa diuangkan.

Pemesanan jauh-jauh hari juga harus dilakukan untuk penginapan. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan harga yang lebih murah dan bisa memilih kamar yang akan ditempati.

Untuk menyiasati agar mendapatkan harga murah, pemesanan tiket pesawat dan hotel sebaiknya melalui biro perjalanan wisata. Harga tiket penerbangan dan hotel di biro perjalanan bisa lebih murah dibandingkan jika membeli langsung di perusahaan penerbangan atau datang ke hotel. Biro perjalanan wisata telah menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan penerbangan dan hotel sehingga mendapat harga khusus yang lebih murah daripada harga untuk umum.

Informasi

Ke mana pun tujuan wisata Anda, sebaiknya Anda mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang tempat wisata tersebut. Anda bisa memperoleh informasi dari internet atau rekomendasi dari sanak saudara serta teman yang tinggal, pernah tinggal, atau pernah berkunjung ke daerah yang akan dituju.

Hal ini untuk menghindari kekecewaan, misalnya sebab tempat itu tutup justru pada hari Anda datang atau sudah penuh dipesan orang। Anda juga bisa mendapatkan kendaraan secara gratis atau sewa lebih murah jika punya keluarga, kenalan, atau teman memiliki kendaraan milik pribadi.

Informasi mengenai peraturan daerah setempat juga penting diketahui agar Anda tidak harus berurusan dengan polisi atau pihak lain yang merasa dirugikan. Misalnya, di tempat-tempat tertentu sudah ada larangan merokok. (Pingkan Elita Dundu)

Sumber :
http://www.kompas.com/
Minggu, 02 Desember 2007 - 13:56 wib

Siapkan Liburan Terencana

Siapkan Liburan Terencana

Berlibur itu sama penting dengan bekerja। Berlibur menjadi bagian dari upaya menjaga produktivitas. Itu sebab, di banyak perusahaan, karyawan diwajibkan cuti. Siapkan kalender dan bolpen. Mari kita siapkan liburan yang terencana.

  1. Lingkari tanggal merah। Mulailah amati tanggal-tanggal merah di kalender sejak sekarang. Beri perhatian lebih pada hari-hari "kejepit" untuk mendapatkan waktu libur cukup panjang. Rencanakan jauh hari akan digunakan untuk apa atau hendak ke mana pada hari libur tersebut.
  2. Atur jadwal cuti। Setelah mengetahui kapan bisa menggunakan waktu untuk berlibur, kini saatnya membuat jadwal cuti. Namun, sebelumnya perkirakan bahwa di tanggal-tanggal tersebut Anda sedang tidak menangani proyek atau pekerjaan besar. Kalaupun iya, usahakan agar tugas bisa kelar sebelum waktu libur tiba.
  3. Cari dana। Bila sudah punya niat untuk berlibur ke luar kota atau luar negeri, kumpulkan dananya. Anda bisa menyisihkan dari bonus atau 20% dari jumlah gaji tiap bulan. Namun sebelum memutuskan pergi, pastikan dana tersebut cukup. Jangan memaksa pergi dengan dana yang sebenarnya sangat terbatas. Bisa-bisa Anda sengsara di tempat tujuan.
  4. Persiapan। Ketika waktu liburan sudha ditentukan dan dana sudah mencukupi, mulailah mencari tiket penerbangan dan tarif hotel yang sesuai anggaran. Pesanlah beberapa bulan sebelumnya dan rencanakan dengan matang, sehingga ketika waktu libur tiba Anda tinggal menikmati dengan senyum lebar dan hati senang.
  5. Bereskan urusan। Sesibuk apa pun, sebenarnya selalu ada waktu kok untuk menikmati liburan. Rahasianya hanya di manajemen waktu dan mau sedikit bersusah payah. Jika sudah memutuskan akan mengambil cuti, bersiaplah untuk bekerja lebih keras saat mendekati tanggal tersebut. Pasalnya Anda harus menutaskan semua tugas sebelum pergi. Jika tidak, atasan takkan merelakan kepergian Anda.
  6. Nikmati liburan। Kini Anda bisa pergi berlibur. Nikmati! Jangan sesekali memikirkan pekerjaan di kantor. Anda tak ingin konsentrasi liburan buyar kan?

Sumber :
Chic
http://www.kompas.com
Senin, 03 Desember 2007 - 16:34 wib

Liburan Tiba, Pikiran Tenang, Hati Riang

Liburan Tiba, Pikiran Tenang, Hati Riang

Di musim liburan bepergian sering terasa tidak menyenangkan. Tiket-tiket terjual habis dan pusat-pusat keramaian penuh sesak. Sementara itu anak-anak tak henti-hentinya membuat masalah. Bagaimana agar liburan terasa menyenangkan? Be natural, itulah kunci sikap untuk liburan menyenangkan :
  1. Breathe – bernapaslah dalam-dalam. Ini cukup membantu meningkatkan energi.
  2. Exercise – latihan olahraga selama 20 menit tiga kali seminggu. Lari pontang-panting mengurus acara liburan tidak termasuk olahraga.
  3. Nutrition – gizi. Konsumsilah makanan yang mengandung gizi seimbang tiga kali sehari.
  4. Attitude – sikap. Sikap negatif akan bersifat merusak. Cobalah untuk melihat bahwa gelas di hadapan Anda terisi separuh bukan habis separuh.
  5. Time management – mengatur waktu. Berikan prioritas dan jangan mengambil tanggung jawab lebih dari yang mampu Anda lakukan.
  6. Uniqueness – keunikan. Kenali keunikan yang ada pada diri sendiri. Katakan tidak bila perlu.
  7. Relaxation –relaksasi. Sediakan waktu untuk mendengarkan musik atau waktu di mana Anda tidak memfokuskan pikiran untuk sesuatu yang penting
  8. Associations. Buatlah kontak dengan orang-orang yang mendukung Anda seperti teman kerja, sahabatdan keluaraga.
  9. Laughter – tertawa. Cara ini masih obat paling mujarab untuk stres.

Sumber :
Gaya Hidup Sehat
http://www.kompas.com
Senin, 17 Desember 2007 - 14:10 wib

Selasa, Desember 18, 2007

Warga Cimanggis Menuntut Negosiasi Ulang

Warga Cimanggis Menuntut Negosiasi Ulang

TEMPO Interaktif, Depok - Sejumlah 30 warga Kecamatan Cimanggis yang rumahnya terkena proyek jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) Cinere-Jagorawi (Cijago) seksi satu menuntut agar Tim Pengadaan Tanah (TPT) kembali mengadakan musyawarah menyangkut penggantian nilai ganti tanah dan bangunan mereka. Dalam konferensi pers hari ini, Juru Bicara Warga, Fahmi, 39 tahun, yang tinggal di Perumahan Raffles Hills Blok EE 2 Nomor 25, Kecamatan Cimanggis, mengemukakan warga menginginkan nilai ganti rugi yang disepakati sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan umum.

Menurut Samsudin, 38 tahun, warga Jalan Nurul Falah, Cisalak Pasar, harga yang ditawarkan di kelurahannya bervariasi tergantung kepada zona masing-masing. Harga terendah adalah Rp 950.000 per meter persegi. Sedangkan harga tertinggi adalah Rp 2.250.000 per meter persegi. “Warga menuntut nilai ganti rugi sebesar Rp 3 juta per meter persegi," katanya. Soal tuntutan warga itu, Ketua Tim Pengadaan Tanah Sugandhi mengatakan harga yang ditawarkan Tim adalah harga tertiggi. "Tidak mungkin ada kenaikan lagi," ujarnya. Yudho Raharjo

Sumber :
http://www.tempointeraktif.com
Senin, 17 Desember 2007 18:58 WIB

Negosiasi Ganti Rugi Tol Cinere-Jagorawi Deadlock

Negosiasi Ganti Rugi Tol Cinere-Jagorawi Deadlock


TEMPO Interaktif, Depok - Negosiasi nilai ganti rugi antara Panitia Pengadaan Tanah (P2T) pembangunan jalan tol Cinere-Jagorawi dengan warga Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Depok berakhir tanpa kesepakatan. Warga yang tanahnya akan digusur untuk menjadi lahan jalan tol tersebut menolak nilai ganti rugi tanah yang ditawarkan pihak P2T. Negosiasi yang berlangsung di kantor Kecamatan Cimanggis hari ini adalah negosiasi kedua.

Sebelumnya sekitar sebulan lalu perundingan juga berakhir dengan deadlock। Saat itu, nilai ganti rugi yang ditawarkan oleh P2T adalah tertinggi Rp 800 ribu untuk komplek Perumahan Pertamina di Jalan Gas Alam. Semua warga menolak tawaran itu sehingga dibuka negosiasi tahap kedua.

Dalam negosiasi tahap kedua ini sekitar 300 warga yang tanahnya akan digusur hadir। Adapun dari pihak P2T diwakili oleh Wakil Ketua P2T Zamrowi, Ketua Tim Pengadaan Tanah Sugandi, anggota P2T Theo dan wakil dari pihak kecamatan. Suasana negosiasi berlangsung tertib meskipun saat tawar menawar nilai ganti rugi terjadi perdebatan. Warga umumnya menolak nilai ganti rugi karena menganggap nilai tersebut jauh dibawah nilai jual tanah di kawasan itu. Saat ini nilai jual tanah di komplek Pertamina berkisar antara Rp 800 ribu -Rp1,1 juta. Kepada P2T, warga mempersoalkan negosiasi yang berlarut-larut dan nilai ganti rugi yang jauh dibawah harga pasar. Daru Priyambodo.

Sumber :
http://www.tempointeraktif.com
Kamis, 22 November 2007 13:29 WIB

Tim Pengadaan Tanah Kucurkan Ganti Rugi Rp 20 Miliar

Tim Pengadaan Tanah Kucurkan Ganti Rugi Rp 20 Miliar

TEMPO Interaktif, Depok - Tim Pengadaan Tanah (TPT) proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) mengucurkan dana Rp 20 miliar untuk pembayaran ganti rugi terhadap 51 bidang tanah warga yang terkena lokasi proyek di Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis। Pembayaran ganti rugi tersebut dilakukan di aula Balai Kota Depok, Kamis (13/12).
Warga menerima pembayaran dari TPT sesuai dengan harga terakhir yang ditawarkan dalam musyawarah. Untuk daerah Ciherang-Sukatani nilai ganti rugi yang ditawarkan adalah sebesar Rp 600 ribu per meter persegi, Pedurenan sebesar Rp 750 ribu per meter persegi, sepanjang Jalan gas Alam Rp 1.050.000 per meter persegi, Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Departemen Penerangan sebesar Rp 1.200.000 per meter persegi, dan yang tertinggi adalah Perumahan Raffles Hills sebesar Rp 2.250.000 per meter persegi.

Dalam transaksi tersebut warga menerima pembayaran berupa selembar cek yang diterbitkan oleh Bank Jabar Cabang Depok dan selembar kwitansi berkop surat Dinas Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota, Tim Pengadaan Tanah Proyek Tol Cinere Jagorawi.

Menurut Ketua TPT Sugandhi, dana cadangan yang masih tersisa di rekening Bank Jabar atas nama TPT masih sebesar Rp 40 miliar. Sugandhi juga menambahkan jika pihaknya menyediakan dana yang tidak terbatas untuk pembayaran ganti rugi tanah warga yang akan terkena proyek tol itu. Yudho Raharjo.

Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/
Kamis, 13 Desember 2007 16:13 WIB

Emil Salim: UNFCCC Ikat Amerika Serikat Turunkan Emisi

Emil Salim: UNFCCC Ikat Amerika Serikat Turunkan Emisi


TEMPO Interaktif, Denpasar - Konferensi Perubahan Iklim (UNFCCC) di Nusa Dua, Bali berakhir dramatis dengan kesediaan Amerika Serikat untuk masuk di jajaran negara yang menerima "Bali Road Map", Sabtu (15/12). Menurut Ketua Delegasi Indonesia, Emil Salim, kesediaan itu berarti Amerika juga terikat dengan ketentuan untuk menurunkan emisinya 25-40 persen dari emisi tahun 1990 pada 2020। Ketentuan mengenai penurunan emisi itu, menurut Emil, tercantum dalam catatan kaki draft yang kemudian disetujui yang berupa rekomendasi dari Intergovermenthal Panel on Climate Change. "Karena terlalu panjang memang tidak dicantumkan dalam draft," jelas Emil usai pengambilan keputusan.

Kesediaan AS, menurutnya, memecah kebuntuan perundingan meski teerjadi setelah adanya tekanan yang kuat dari negara-negara berkembang, khususnya negara berwilayah pulau-pulau kecil. Menurutnya, tidak mungkin juga untuk meninggalkan AS dalam keputusan itu karena bersama dengan Kanada, dan Jepang yang mendukungnya, AS merupakan penghasil emisi terbesar. "Kalau ditinggalkan, upaya yang lain menjadi tidak berarti karena 3 negara itu merupakan penyumbang 50 persen dari total emisi dan suylit mencegah suhu tetap berada di bawah 2 derajat celcius," tegasnya. Amerika menghasilkan 36 persen emisi dunia, Jepang 18 persen dan Kanada 8 persen. Karena AS belum enandatangani Kyoto Protokol, kesediaan AS untuk berpartisipasi dalam Bali Road Map sampai pada 2012 masih bersifat bilateral. Setelah itu, akan menunggu ketentuan pasca Protokol Kyoto.

Setelah kesediaan AS, sejumlah program yang tercantum dalam Bali Road map bisa segera dilakukan, antara lain penurunan emisi di negara maju dan penurunan pertumbuhan emisi negara berkembang melalui sustainable development. Kedua, Transfer teknologi ramah lingkungan dengan pemantapan kelembagaan yang diperpanjang masa kontraknya selama 5 tahun. Rofiqi Hasan

Sumber :
http://www.tempointeraktif.com
Minggu, 16 Desember 2007 06:51 WIB

Emisi Karbon Dunia Naik Tiga Kali Lipat

Emisi Karbon Dunia Naik Tiga Kali Lipat


TEMPO Interaktif, Jakarta - Rata-rata emisi tahunan karbon dioksida di dunia meningkat pesat tiga kali lipat pada kurun mulai tahun 2000 hingga sekarang, bila dibandingkan dengan era tahun 1990-an. Berdasarkan penelitian yang dilaporkan dalam "Proceeding of National Academy of Sciences" ditemukan fakta bahwa rata-rata pertambahan emisi karbon dioksida meningkat dari 1,1 persen per tahun pada 1990 menjadi 3,3 persen per tahun pada tahun 2000.


Koordinator peneliti, Mike Raupach, dari CSIRO Marine and Atmospheric Research and the Global Carbon Project, mengatakan pada tahun 2005 secara global 8 juta ton karbon dioksida telah mencemari atmosfer. Meningkat pesat bila dibandingkan tahun 1995 yang hanya 6 juta ton. "Faktor pendorong utama dari peningkatan emisi, secara global, adalah meningkatnya pembakaran karbon per satu dolar kesejahteraan yang dihasilkan," kata Raupach dalam siaran persnya, Selasa (5/6). Emisi karbon dioksida yang berasal dari bahan bakar fosil ini merupakan faktor pendorong utama terjadinya perubahan iklim dunia.

Menurut Raupach, belakangan ini penggunaan energi fosil secara global menjadi sangat tidak efektif. Pertambahan ini semakin melonjak seiring meningkatnya populasi dan kesejahteraan. "Saat industri di dunia semakin berkembang, penggunaan energi fosil menjadi sangat intensif dan tidak efisien," tandasnya. Raupach menambahkan, sejumlah efisiensi memang telah dilakukan sejalan dengan pertumbuhan industri, namun ternyata tidak cukup sebanding। Walaupun perkembangan industri di negara maju seperti Australia dan Amerika Serikat cenderung stagnan, di negara berkembang seperti China semakin meningkat. Kedua faktor tersebut justru menurunkan efisiensi penggunaan bahan bakar fosil secara global. Ia mengatakan, di China, emisi yang dikeluarkan per orang masih di bawah rata-rata global। Berdasarkan angka rata-rata, di Australia dan Amerika per orang mengeluarkan emisi lebih dari 5 ton karbon pertahun. Sedangkan di China hanya satu ton pertahun.

Sejak revolusi industri dimulai, Amerika Serikat dan negara Eropa tercatat telah menyumbang 50 persen dari total emisi। Sedangkan China kurang dari 8 persen. Adapun 50 negara berkembang lain menyumbang kurang dari 0,5 persen dari emisi global selama 200 tahun, secara kumulatif. Raupach mengatakan Australia, dengan 0,32 persen dari populasi global, telah menyumbang 1,43 persen dari emisi karbon dunia। Ia menambahkan, sejauh ini upaya global untuk menurunkan emisi nyaris tidak mempengaruhi penggunaannya।Penelitian menunjukkan emisi gas dari bahan bakar fosil meningkat pesat dibandingkan dengan skenario yang telah ditetapkan oleh Panel Antar Pemerintah PBB mengenai Perubahan Iklim (IPCC).

"Temuan kami menunjukkan bahwa konsentrasi karbondioksida, temperatur global, dan naiknya permukaan laut, mendekati batas toleransi IPCC," katanya. Ninin Damayanti.


Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/
Selasa, 05 Juni 2007 08:17 WIB

Emil Salim: Kepentingan Ekonomi Merusak Lingkungan

Emil Salim: Kepentingan Ekonomi Merusak Lingkungan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Dewan Pendiri Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan Indonesia, Profesor Emil Salim mengatakan kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini disebabkan oleh pasar yang hanya mementingkan nilai ekonomi, serta politik berjangka pendek yang instan dan egoisme sektoral institusi pemerintahan.
"Politikus harus diintervensi dengan cendekiawan," katanya dalam sambutan di seminar ilmiah dan musyawarah nasional Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan Indonesia, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (24/11)।

Komitmen cendekiawan yang kuat, dia melanjutkan, sangat penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. "Gunakan komitmen itu untuk membuat kebijakan di tingkat global dari negara kita," ujarnya.
Emil yang juga Ketua Delegasi Indonesia untuk Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim menyebutkan pendekatan trans disiplin ekonomi, sosial dan ekologi mutlak dibutuhkan sebagai pendekatan pembangunan berkelanjutan. Amandra Mustika Megarani.


Sumber :
http://www.tempointeraktif.com
Sabtu, 24 November 2007 12:56 WIB

Dampak Perubahan Iklim Lebih Menakutkan Dari Terorisme

Dampak Perubahan Iklim Lebih Menakutkan Dari Terorisme

TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menilai dampak perubahan iklim yang akan terjadi jauh lebih menakutkan dibanding ancaman terorisme global. Karena itu, harus segera dilakukan tindakan pencegahan nyata.

"Kerusakan dunia akibat perubahan iklim akan sangat fatal pada beberapa dekade ke depan," katanya di Gedung Departemen Luar Negeri, Selasa. Langkah konkret pencegahan dampak perubahan iklim itulah yang akan dibicarakan dalam pertemuan para pejabat tinggi dari 45 mitra ASEM (Asia-Europe Meeting), yang terdiri dari 17 mitra Asia dan 28 mitra Eropa (Uni Eropa dan Komisi Eropa) pada 6 hingga 7 Maret 2007 di Jakarta.

ASEM merupakan merupakan forum kontak dan jumpa antara negara-negara Eropa dan Asia yang dibentuk pada 1996. "Dasar pertemuan ini untuk memberikan action programe, bukan hanya deklarasi-deklarasi saja. Hasilnya akan dibawa ke pertemuan tingkat menteri nanti," katanya.

Pertemuan tingkat menteri yang dimaksud adalah pertemuan Menteri-menteri lingkungan hidup ASEM ke-3 yang akan berlangsung di Copenhagen, Denmark, pada 24-26 April 2007.

Perubahan iklim, menurut Rachmat, merupakan isu serius yang harus diselesaikan secara global. Karena itu, diperlukan kolaborasi antara negara maju dan berkembang melalui kerja sama konkrit antara selatan-selatan atau selatan-utara. Dwi Riyanto Agustiar.

Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/
Selasa, 06 Maret 2007 18:27 WIB

Sabtu, Desember 15, 2007

Kenapa Tak Mencoba Tenaga Angin

Kenapa Tak Mencoba Tenaga Angin

Penulis : Korano Nicolash LMS.

Di beberapa negara Eropa Barat, khususnya di Belanda, listrik tenaga angin merupakan hal yang lazim dimanfaatkan. Itu sebabnya kadang sepanjang perjalanan menelusuri "Negeri Kincir Angin" maupun beberapa negara di Eropa Barat itu tidak sukar untuk menyaksikan kincir angin yang lebih modern. Tentunya kincir angin yang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga angin.

Bedanya kincir angin modern untuk pembangkit listrik tenaga angin ini dengan kincir angin penggiling gandum sangat jelas. Kalau kincir angin penggiling gandum itu terbuat dari rangkaian kayu serta memiliki empat bagian baling-baling. Di samping itu juga kincir angin ini akan terlihat berikut gudang tempat penggilingan gandumnya. Adapun baling-baling untuk pembangkit listrik ini hanya berupa tiang putih yang terbuat dari besi serta memiliki tiga baling-baling saja. Untuk beberapa produk yang baru bahkan ada yang tiang dan baling-balingnya terbuat dari fiber. Dengan demikian beratnya pun jauh lebih ringan.

"Di sini, pemilik satu kincir angin pembangkit listrik itu biasanya justru petani. Karena mereka tinggal pada daerah yang terpisah-pisah. Biasanya mereka dalam bentuk kelompok. Mungkin di Indonesia seperti koperasi petani. Jumlahnya bisa mencapai sepuluh keluarga atau bahkan sampai empat puluhan keluarga," tutur Pieter Franqis Veetman, warga Groningen, Belanda. Karena mereka menggunakan pembangkit listrik tenaga angin, lanjut Veetman, tentu penggunaan bahan bakar minyak (BBM)-nya pun makin berkurang. "Memang ini salah satu upaya mereka untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak," katanya.

"Itu sebabnya sehari-hari mereka paling hanya menggunakan BBM untuk traktor pembalik tanah, penanam sekaligus pemanen hasil tanaman mereka. Serta untuk kendaraan pribadi," ujar Veetman. Adapun penggunaan pembangkit listrik tenaga angin ini sudah dimulai sejak tahun 1979. Dan, salah satu keunggulan pembangkit listrik tenaga angin ini, tambah CD Kessing, warga lainnya, karena setiap satu tiang pembangkit listrik tenaga angin ini bisa bertahan penggunaannya selama 25 tahun. "Itu ukuran penggunaan minimal yang ditetapkan perusahaan pembuatnya. Tentu kalau perawatannya bisa lebih baik lagi usia pembangkit listrik tenaga angin ini jelas akan lebih lama lagi," kata Kessing, warga Krommenie, Belanda. Ini artinya selama 25 tahun itu pula masalah listrik tidak lagi menjadi bahan pikiran. Satu hal yang lebih istimewa, yakni mereka telah melakukan pengiritan bahan bakar minyak. "Serta tentu semuanya akan lebih ramah lingkungan," kata Guru Besar Perguruan Pencak Silat Manyang di Eropa.

PLN

Rasanya tidak salah kalau di Indonesia, melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memonopoli jasa listrik di Nusantara, untuk mulai memikirkan kemungkinan penggunaan pembangkit listrik tenaga angin tersebut. Terlebih dalam kondisi BBM yang semakin langka yang selanjutnya memicu harga BBM melangit. Tentu apa yang dilakukan para petani di Negeri Kincir Angin, sana bisa dilakukan di negeri ini.

Bisa jadi akan sulit untuk dilakukan di Pulau Jawa yang memang sudah padat penduduk. Apalagi belakangan kerap terjadi angin puyuh. Tetapi, penggunaan pembangkit listrik tenaga angin mungkin saja bisa dimanfaatkan di luar Pulau Jawa yang memang hampir sebagian besar jasa listriknya hanya bergantung pada mesin-mesin diesel PLN yang umumnya memakai bahan bakar solar. Padahal, kalau melihat hasil laporan PLN tahun lalu, dijelaskan, untuk bahan bakar solar saja PLN harus mengeluarkan dana Rp 38,4 triliun per tahun. Itu untuk membeli 6,3 juta kiloliter solar. Dana tersebut akan terus membengkak seiring kenaikan harga BBM. Hal ini dimulai dengan kenaikan harga solar industri per Juni 2006 yang naik tiga kali lipat, menjadi Rp 6.100 per liter.

Pengeluaran PLN untuk penggunaan solar masih sangat tinggi, karena 17 persen dari pembangkit listrik PLN itu menggunakan mesin diesel. Sementara dari segi biaya, mesin diesel itu akan menyerap dana hampir 70 persen dari biaya bahan bakar. Kita sadari, memang ada beberapa kendala dalam menggunakan pembangkit listrik tenaga angin ini. "Hal yang utama itu, yakni masalah embusan angin yang kadang tidak menentu. Itu mungkin yang membuat PLN hingga saat ini masih belum terpikir untuk memperkenalkan penggunaan pembangkit listrik tenaga angin tersebut," kata Bambang Nugrohadi Waspada, salah satu staf PLN. Kalau hanya itu yang menjadi kendala, tentu bisa dilakukan survei terlebih dahulu. Rasanya tidak berbeda dengan pembuatan lapangan terbang yang harus lebih dulu dilakukan survei untuk penentuan landasannya yang sangat bergantung pada embusan angin di lokasi bersangkutan.

Penggunaan pembangkit listrik alternatif ini sebenarnya juga sudah mulai dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, antara lain, seperti di Tanah Papua yang sudah sejak tahun 1990-an, dengan bantuan Pemerintah Negeri Kanguru Australia diperkenalkan penggunaan pembangkit listrik tenaga matahari (solar sel). Penggunaan solar sel ini cocok digunakan di Papua karena sesuai dengan situasi dan kondisi permukiman orang Papua yang tidak terpusat pada satu tempat saja. Tetapi tersebar di rawa-rawa, perbukitan, lembah dan gunung-gunung.

Hanya mungkin mereka tidak akan pernah menikmati lampu hemat listrik yang katanya akan dibagikan PLN. Sekalipun lampu hemat energi itu, kata Direktur Utama PLN Eddie Widiono, bakal mampu menghemat penggunaan bahan bakar sampai 0,75 kiloliter per tahun atau setara dengan Rp 3,8 triliun per tahunnya. Kalau memang mau irit, kenapa tidak sekaligus memanfaatkan tenaga angin yang gratis itu?

Sumber :
http://www.kompas.com/
Jumat, 14 Desember 2007.

Terumbu Karang Kini Ikut Menjaga Kawasan...

Terumbu Karang Kini Ikut Menjaga Kawasan...

Penulis : ICHWAN SUSANTO

Selasa (12/6) pagi, perairan Nabire sangat teduh, seakan merestui keberangkatan tim monitoring terumbu karang di zona inti Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Keberangkatan ini mengawali pemantauan bawah laut Pulau Nutabari, Nuburi, dan Tanjung Mangguar yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Nabire Provinsi Papua. Cuaca yang sangat bersahabat membuat longboat yang dikemudikan Otis Banggo, warga pesisir Nabire, melaju dengan tenang. Riak-riak ombak yang hanya sesekali memercik membasahi penumpang serta sengatan matahari yang hangat mewarnai perjalanan selama empat jam ke Pulau Nutabari.

Sesampai di pulau seluas tak lebih dari satu hektar itu, dari jauh sudah tampak tiang mercusuar berwarna kuning. Laju perahu sedikit demi sedikit dikurangi agar tidak kandas pada rataan batu karang yang masih sangat rapat. Setelah perahu merapat di sisi utara pantai berpasir putih, rombongan yang terdiri dari lima petugas Balai TNTC, dua anak buah kapal, Otis Banggo, dan Kompas menurunkan perbekalan dan perlengkapan. Sebagian membuat perapian dan sebagian lain membangun tenda dari terpal seadanya sebagai tempat beristirahat. Di pulau tak berpenghuni ini tak terdapat sumber air tawar sehingga juga relatif jarang disinggahi nelayan.

Pukul 14.00 WIT, pemantauan di dua titik pun dimulai. Pemantauan terumbu karang menggunakan metode standar, yaitu line intercept transect (LIT). Karena topografi rataan terumbu karang hanya mencapai kedalaman 2-4 meter dan disambung tubir dalam, transek tak dapat dilakukan di kedalaman 10 meter sesuai dengan prosedur normal.

Titik pertama mengambil posisi di 03° 05’ 59,7" LS dan 135° 09’ 20,7" yang digunakan sebagai kontrol karena memiliki kerapatan dan keragaman penghuni ekosistem. Di kedalaman tiga meter, terumbu karang masih didominasi acropora bercabang dan koral masif. Ikan dalam jumlah besar mudah ditemui berupa rombongan ikan kakatua, sepasang ikan kupu-kupu. Di tubir kedalaman 18 meter, tampak udang karang (lobster) sebesar dua pergelangan tangan berdiam di cekungan goa karang.

Esok harinya, pengambilan sampel transek kembali dilakukan dengan titik penyelaman berbeda. Selesai mengambil sampel, tim buru-buru pindah tempat menginap di Pulau Kumbur yang berjarak dua jam dari Nutabari. Ini lantaran sepanjang malam, badai datang mengempas-empas kapal yang rawan bocor karena bisa terhantam batu karang.

Menangkap gorano

Di Pulau Kumbur, tim yang juga menyertakan anggota satuan polisi reaksi cepat (SPORC) dan polisi kehutanan menangkap basah pemburu ikan hiu yang dalam bahasa lokal disebut gorano. Dokumen perahu yang diakui kapten perahu, Serfatius Bawoka, milik Victor Bawoka, warga Nabire, ini disita karena menangkap ikan yang dilindungi undang-undang. Bukti lain adalah penjemuran puluhan daging sirip gorano di Tanjung Pulau Kumbur, mirip seperti yang ditemukan di Pulau Nutabari sehari sebelumnya.

Sehari menginap di pulau yang didominasi flora cemara laut ini, pemantauan terumbu karang dilanjutkan ke Tanjung Mangguar. Di wilayah Distrik Teluk Umar ini, sisa-sisa perusakan terumbu karang masih tampak jelas. Untungnya, terdapat pertumbuhan polip-polip pada karang mati yang mencapai satu sentimeter. Kondisi ini menunjukkan indikasi bahwa daerah ini mulai terehabilitasi.

Esok harinya, setelah bergelut semalaman dengan hujan dan semut di Pulau Pepaya, pemantauan dilakukan di perairan Pulau Nuburi. Sebagai salah satu zona inti, kondisi terumbu karang Pulau Nuburi dapat dikatakan memprihatinkan. Ini ditunjukkan dengan ditemukannya patahan karang yang berserakan. Patahan ini sudah mulai tertutup pasir, yang menandakan kerusakan sudah berlangsung lama.

Pemantauan selama empat hari di tiga perairan zona inti di Kabupaten Nabire ini merupakan sebagian dari total 80.000 hektar terumbu karang di seluruh kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Ini hanya sebagian kecil dari total luas TNTC yang mencapai 1,45 hektar.

Untuk memonitor terumbu karang saja, belum termasuk ekosistem lain, seperti mangrove dan lamun, dibutuhkan biaya serta tenaga yang cukup besar. Membawa perlengkapan selam ditambah mesin kompresor berbobot puluhan kilogram serta bekal makanan ditambah kendala badai merupakan tantangan tersendiri. Kemauan dan kerja keras setiap elemen petugas dan masyarakat amat dibutuhkan agar kawasan konservasi ini tetap terjaga sehingga anak cucu pun masih dapat menikmatinya. (ICH)

Sumber :
http://www.kompas.com/
Rabu, 27 Juni 2007.

Membangun Zonasi Berbasis Masyarakat

Membangun Zonasi Berbasis Masyarakat

Penulis : ICHWAN SUSANTO

Sejak tahun 1993, Teluk Cenderawasih di Pulau Papua ditetapkan sebagai taman nasional. Namun, setelah 14 tahun berjalan, kawasan konservasi ini belum juga memiliki zonasi resmi. Padahal, wilayah ini terus mengalami peningkatan mobilitas manusia yang membutuhkan rem agar aktivitas itu tidak mengganggu lingkungan setempat.

Pada tahun-tahun awal pembentukan kawasan ini, aktivitas manusia masih sebatas pada penangkapan ikan tradisional oleh nelayan. Namun kini, penangkapan ikan dilakukan dengan cara lebih modern sampai metode yang merusak habitat laut. Selain itu, lalu lalang penumpang angkutan laut semakin tinggi dengan masuknya Kapal Labobar dan Dorolonda di Wasior, ibu kota Teluk Wondama.

Peningkatan kegiatan ini sayangnya tak diiringi dengan sifat ramah lingkungan. Di perairan laut Teluk Cenderawasih kini mudah sekali ditemui sampah plastik (bungkus makanan, minuman, dan oli) yang terapung- apung di laut. Di pinggir pantai pun mulai tampak sebaran sampah-sampah plastik.

Siapa pun mengakui, mengelola kawasan seluas 1,4 juta hektar yang 95 persen berupa perairan laut bukan perkara mudah. Apalagi dengan status sebagai Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC), kawasan itu mengemban tanggung jawab pelestarian sumber daya hayati dan harus membimbing masyarakat setempat untuk mempertahankan kearifan lokal dalam memanfaatkan kekayaan alam.

Didukung masyarakat

Untuk memetakan spesifikasi peruntukan kawasan, Balai TNTC menyodorkan usulan zonasi. Gayung bersambut, ide zonasi taman nasional terluas di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, ini mendapat dukungan dari masyarakat setempat.

Dalam beberapa pertemuan antara pihak Balai TNTC bersama masyarakat dan LSM, warga tampak antusias merespons usulan itu. Mereka menyadari kekayaan laut Teluk Cenderawasih merupakan berkat Tuhan bagi masyarakat setempat dan generasi mendatang.

Meski demikian, perjalanan pembentukan zonasi tak berjalan mulus. Masih terdapat berbagai kontroversi karena beberapa pihak menilai zonasi hanya akan membatasi areal tangkap.

Seperti rencana peruntukan zona inti di kawasan Pulau Wairundi di Wilayah Seksi Konservasi III yang sempat tersendat. Dalam pertemuan di Wasior beberapa waktu lalu, zonasi disetujui oleh berbagai elemen masyarakat. Hanya Pulau Wairundi yang masih belum ada kesepakatan.

Secara adat, wilayah Wairundi merupakan hak ulayat masyarakat Isenebuai. Namun, masyarakat yang paling banyak memanfaatkan hasil laut setempat berasal dari Kampung Yomber dan Waprak.

Sebenarnya kini mereka mulai sadar. Masyarakat adat dan masyarakat Kampung Isenebuai, Yaryari, Yembekiri, Yomakan, Kaprus, dan Yomber akhir Mei lalu di Isenebuai telah sepakat menjadikan Pulau Wairundi sebagai zona inti. Bahkan, masyarakat juga mengusulkan daratan Tanjung Inuri sebagai zona inti.

Zona inti ini merupakan jantung suatu kawasan karena melindungi secara mutlak fauna/flora endemik yang terancam punah. Perlindungan mutlak juga diberikan terhadap keanekaragaman hayati, gejala/fenomena alam, peninggalan situs budaya, dan sejarah.

Pernah diusulkan

Pada tahun 2001, Balai TNTC pernah mengusulkan zonasi ke Departemen Kehutanan. Namun, usulan itu diminta untuk direvisi kembali.

Dalam usulan itu, zona inti meliputi Pulau Wairundi, Matas, Iwari, Kuwom, Rorebo, Kabuai, Kumbur, Nutabari, Nuburi, dan Perairan Tridacna Reef. Zona situs budaya dan sejarah mencakup Windesi serta Pulau Mioswaar dan Roon. Zona rehabilitasi meliputi Pulau Maransabadi, Abaruki, Rumarakon, dan Rouw serta Kepulauan Kaki. Zona pemanfaatan intensif meliputi Selat Rumberpon, Pantai Sobei, Perairan Tanjung Mangguar, Nusariwani, serta Pulau Rumberpon Barat, Purup, Nukasa, Nuana, Mioswaar Timur, Yoop Mios Timur, Roon Timur, Anggrameos, dan Pepaya. Di luar zona inti, rehabilitasi, perlindungan, serta situs budaya dan sejarah terdapat zona pemanfaatan perlindungan dan peruntukan terbatas yang dipergunakan untuk kepentingan jalur pelayaran kapal-kapal nelayan tradisional, kapal perintis, dan kapal pengangkut kayu (tug boat) perusahaan HPH yang berada di daratan Pulau Papua dan perlindungan Teluk Wosimi. Zona penyangga daerah di luar kawasan TNTC adalah pesisir pantai induk dari Distrik Ransiki, Windesi, Wasior, dan Yaur serta laut bebas (Lautan Pasifik).

John Sroyer, Kepala Bagian Tata Usaha Balai TNTC, menjelaskan, zonasi sedang dalam tahap pematangan kembali. Penataan kawasan dikembalikan kepada masyarakat sebagai pihak yang merasakan langsung peruntukan zonasi. Diakui, pelibatan masyarakat akan membutuhkan waktu lebih panjang dibandingkan langsung diputuskan pemerintah pusat. Balai TNTC memperkirakan penetapan zonasi ini baru tuntas pada tahun 2010.

"Sekarang zaman sudah berbeda. Masyarakat harus dilibatkan lebih aktif agar mereka juga merasa bertanggung jawab terhadap penataan kawasan. Dengan demikian, mereka akan ikut serta dalam pengamanan kawasan bersama kami," ujar John Sroyer. Meskipun membutuhkan waktu lama, diharapkan zonasi atas usulan dan kesepakatan masyarakat ini menjadi rem cakram yang mampu mengurangi dampak negatif peningkatan aktivitas di Teluk Cenderawasih.

Sumber :
http://www.kompas.com/
Rabu, 27 Juni 2007.

Hasil Gerhan Terlihat Saat Musim Hujan atau Kemarau

Hasil Gerhan Terlihat Saat Musim Hujan atau Kemarau

Penulis : Muhammad Fauzi

YOGYAKARTA--MEDIA: Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan keberhasilan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan) bisa terlihat saat musim hujan dan kemarau dan tidak perlu laporan tertulis berlembar-lembar. "Upacara semacam ini biasanya bagus awalnya tapi akhirnya tidak jelas. Kita ingin ini sebagai awal untuk sebuah langkah besar yang berkelanjutan. Kita lihat hasilnya waktu musim hujan apakah banjir atau longsor dan bagaimana saat musim kemarau sungainya jernih atau tidak. Jadi tidak perlu laporan berlembar-lembar," tegas Wapres saat mencanangkan program Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, Sabtu (15/12).

Wapres menjelaskan ketika menjadi Menko Kesra tahun 2002, dirinya selalu berkeliling daerah untuk memberikan bantuan karena bencana. Apakah itu karena banjir atau kekeringan yang disebabkan hutan yang sudah rusak dimana-mana. Karenanya cara mengatasi masalah hanya satu juga caranya, yakni perbaiki hutan di seluruh Indonesia dengan menggerakkan semua pihak agar terlibat di dalamnya. Diakui Wapres, dulu di Indonesia, orang yang paling banyak menebang hutan karena memiliki hak penguasaan hutan (HPH) adalah orang yang paling dihormati karena mereka memberikan kontribusi terbesar buat devisa negara.

"Mereka-mereka yang banyak menebang hutan itu setiap acara (kenegaraan) mendapat tempat duduk di depan. Itukan artinya yang paling banyak tebang pohon dihormati," kata Wapres. Menurut Wapres, sekarang semua berubah. Apa yang paling dihormati di masa lalu telah diraih hasilnya berupa bencana alam dimana-mana.

Dana reboisasi, lanjut Wapres, seharusnya digunakan semaksimal mungkin untuk rehabilitasi hutan, tapi ternyata dana itu disimpan di bank. Maka hasilnya bukan pohon (hutan) tapi menghasilkan bunga. "Karena itu gerakan ini harus melibatkan masyarakat, mereka bisa mengambil manfaatnya sehingga masyarakat akan menjaga,merawatnya," kata Wapres. Begitupun dengan negara-negara maju, ungkap Wapres, mereka selalu mngkritik Indonesia. Padahal merekalah yang sebenarnya paling serakah atas kekayaan hutan. (Faw/OL-06)

Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/
15 Desember 2007।

Jumat, Desember 14, 2007

Sudahkah Anda Tahu?

Sudahkah Anda Tahu? Tetali (Pangio anguillaris.)

Ikan tetali termasuk dalam Familia Cobitidae dan Ordo Cypriniformes. Tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, dan Indochina. Hidup di dasar sungai dan memakan makanan yang terdapat di substrat.

Karena ukurannya yang kecil memanjang dan kebiasaan hidup bergerombol, ikan tetali (Pangio anguillaris.) selintas mirip dengan cacing. Panjang badannya mencapai 12 cm, tetapi lebarnya 14 kali lebih pendek dari panjangnya. Badannya polos atau berbintik kecil dengan sebuah warna gelap di sepanjang sisi badan dengan bentuk ekor lurus.

Penulis : Eti Nurhayati, Ni Komang Suryati, Safran Makmur
BADAN RISET KELAUTAN DAN PERIKANANBALAI RISET PERIKANAN PERAIRAN UMUM
Jl. Beringin 308 Mariana – Palembang 30763 Telp. (0711) 537194 Fax. (0711) 537205
Penyunting: Dina Muthmainnah, M.Si.Nurwanti, S.Ikom.

Sumber :
http://www.dkp.go.id/
13/12/07 - Berita : Riset Kelautan & Perikanan Edisi Desember 2007 No.1

Deklarasi Pertambangan Yang Berwawasan Lingkungan

Deklarasi Pertambangan Yang Berwawasan Lingkungan


Senin, 10 Desember 2007

Berikut disajikan isi Deklarasi Green Mining yang dibacakan oleh Ketua Forum Reklamasi Hutan Akibat Kegiatan Penambangan, Jefry Mulyono.

  1. Kami, wakil-wakil dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Kehutanan, Asosiasi Pertambangan Indonesia, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia dan para pemangku kepentingan pertambangan lainnya, setelah melakukan pertemuan dalam COP di Bali dengan ini menyampaikan kesepakatan kami untuk menerapkan pembangunan yang berkelanjutan.
  2. Kami juga menjalankan prinsip pembangunan yang berkelanjutan tersebut berkomitmen untuk membentuk sebuah Forum Reklamasi Hutan Akibat Kegiatan Penambangan
  3. Kami mendukung segenap upaya dalam memprakarsai tambang yang berwawasan lingkungan (green mining) tersebut dalam kerangka upaya menekan dampak negatif terhadap perubahan iklim.
  4. Kami menyampaikan komitment perusahaan-perusahaan pertambangan untuk mereklamasi dan memperbaiki hutan yang terganggu oleh kegiatan pertambangan, Pelaksanaan reklamasi dan rehabilitasi hutan ini sudah dan sedang dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan sebagai bagian yang terpadu dalam kegiatan Penambangan.
  5. Kami juga mendukung segenap upaya untuk melakukan upaya rehabilitasi lahan kritis di luar areal pertambangan dan di daerah aliran sungai sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi pengaruh gas rumah kaca.
  6. Kami akan mengikuti segenap kebijakan dan strategi untuk mendorong upaya reklamasi dan rehabilitasi lahan yang terganggu kegiatan penambangan। Kebijakan ini akan mengikuti prinsip-prinsip tata laksana pertambangan yang baik dan sejalan dengan peraturan yang berlaku.
  7. Kami menyadari pentingnya menjalankan tata laksana pertambangan yang baik untuk mendukung upaya reklamasi dan rehabilitasi hutan di dalam wilayah pertambangan.

Sumber :

Kamis, Desember 13, 2007

PLTS Harus Jauh dari Permukiman

PLTS Harus Jauh dari Permukiman

BANDUNG, KOMPAS - Pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTS harus berada jauh dari Permukiman. Ini untuk mengurangi percemaran sekaligus menghilangkan kekhawatiran warga akan dampak langsung PLTS. Tokoh masyarakat perumahan Griya Cempaka Arum Asep Syamsul M Romli atau yang akrab dipanggil Romel mengatakan hal itu di Bandung, Selasa (11/12).

Pernyataan Romel ini berpijak dari hasil kunjungan dia bersama beberapa warga dan Wali Kota Bandung Dada Rosada ke PLTS di Singapura akhir pekan lalu. PLTS yang dikunjungi Romel yang rombongan antara lain Senoko Incinerator Plant dan IUT Singapore PTE Ltd di Singapura bagian barat.

Romel mengatakan, letak PLTS paling tidak berjarak empat kilometer dari Permukiman. Dengan demikian, tidak ada warga yang khawatir terkena dampak pencemaran dari PLTS tersebut. “Kalau terlalu dekat seperti PLTS di Gedebage yang jaraknya hanya 300 meter dari Permukiman wajar banyak warga yang protes,” ujarnya.

Menurut Romel, jarak Senoko Incinerator Plant dari permukiman sekitar 5 kilometer, sementera IUT Singapore PTE Ltd sekitar 3 jam perjalanan darat dari pusat kota. Sejak awal pembangunan dua PLTS ini tidak ada warga yang memrotes karena jauh dari rumah. Warga hanya sesekali mengingatkan pemilik pabrik kalau asap yang dihasilkan mulai menghitam.

Secara terpisah, Dada Rosada mengatakan, para warga memperoleh cakrawala baru tentang PLTS। Warga yang selama ini mendukung PLTS, semakin percaya bahwa PLTS aman। ”Setelah mendapat penjeelasan, mereka lebih percaya,” ujarnya. (MHF)
Sumber : KCM।Selasa, 11 Desember 2007 - 19:04 wib.

Dunia Sedang Lapar

Dunia Sedang Lapar

Penulis : Hermas E Prabowo


Saat ini dunia mengonsumsi minyak 225 juta barrel per hari. Dengan pertumbuhan ekonomi dunia seperti sekarang, diperkirakan bakal ada penambahan konsumsi rata-rata per tahun 1,6 persen atau setara 4 juta barrel. Mengacu perkiraan Badan Energi Internasional (IEA), konsumsi minyak dunia tahun 2030 akan naik 50 persen.

Konsumsi boleh saja meningkat seiring dengan pertumbuhan sosial dan ekonomi global, tetapi dari mana kebutuhan minyak dunia akan dipenuhi mengingat produksi minyak ada batasnya। Minyak fosil sendiri memberikan kontribusi 80 persen dari kebutuhan energi dunia.

Penurunan suplai minyak fosil akan mengimbas pada penurunan pasokan energi. Apabila permintaan dan penawaran minyak dunia semakin timpang, mobilitas akan terhambat. Mobilitas yang terhambat akan melemahkan persaingan, menurunkan produksi, mengurangi investasi, serta berdampak pada penurunan kesejahteraan dan kualitas hidup.

Saat ini harga minyak mentah dunia mendekati 100 dollar AS per barrel. Harga minyak mentah dunia yang semakin fluktuatif dan sensitif, menjadi indikasi makin menipisnya cadangan minyak dunia, yang mendorong terus berkurangnya eksportable surplus.

Kondisi ini tak bisa dianggap angin lalu. Pernahkah membayangkan bagaimana bila mendadak pabrik-pabrik berhenti beroperasi karena tidak ada pasokan minyak. Transportasi darat, udara, dan laut macet, serta pembangunan infrastruktur terhenti karena tak ada bahan bakar minyak.

Tak bisa dibayangkan berapa miliar pekerja yang mendadak menjadi pengangguran.
Lantas, bagaimana caranya agar mobilitas sebagai faktor penggerak penting kehidupan masyarakat modern bisa terus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Tantangan ini yang dicari jawabannya dalam Challenge Bibendum Shanghai 2007, yang berlangsung 14-17 November 2007 di Shanghai, China. Acara ini digelar untuk yang kesembilan kalinya sejak 1998 dan untuk kedua kalinya di Shanghai.

Gerakan penyadaran

Menurut David Pirret, Wakil Direktur Utama Shell Lubricants, salah satu anak perusahaan Shell International Petroleum Company Ltd, Challenge Bibendum merupakan sebuah gerakan penyadaran bersama dari pemain otomotif DUNIA. Mereka antara lain pabrik kendaraan, rekanan teknis, pemasok energi, dan lembaga penelitian. Inisiatif gerakan ini datang dari produsen ban ternama, Michelin.

Tujuan gerakan ini antara lain bagaimana menyadarkan warga dunia agar mau menggunakan teknologi kendaraan dan energi tercanggih agar tercapai penggunaan bahan bakar yang efisien, ramah lingkungan dan aman.

Shell sebagai bagian dari pemain otomotif dunia, khususnya sebagai pemasok energi dan pelumas, amat menyadari pentingnya pasokan energi yang berdampak rendah pada emisi gas buang. "Shell menyadari bahwa perseteruan antara kebutuhan energi untuk mendukung mobilitas dan bahaya yang ditimbulkannya bakal terjadi di planet ini," kata David, di Shanghai.
Apa yang dikatakan David mengenai penggunaan minyak fosil berdampak pada perubahan iklim global benar adanya. Setidaknya penelitian dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang dirilis Februari 2007 menunjukkan bahwa Bumi semakin memanas.

Sepanjang abad 20, suhu Bumi naik 0,7 derajat Celsius. Apabila manajemen pengelolaan lingkungan, pencemaran udara, dan emisi gas buang tidak bisa ditekan, kondisi akan lebih buruk lagi. Setidaknya akan ada penambahan suhu Bumi 0,2 derajat Celsius tiap dasawarsa.

Naiknya suhu Bumi berdampak serius pada iklim global. Iklim amat dipengaruhi suhu panas Bumi sebagai akibat perubahan tekanan udara, yang menyebabkan terjadinya arus angin. Iklim yang berubah memengaruhi produksi pertanian, karena sektor pertanian amat bergantung pada kondisi iklim di suatu kawasan.

Upaya yang paling mungkin dilakukan adalah menjaga populasi warga dunia dan menetapkan pilihan yang tepat dalam penggunaan teknologi, seperti penggunaan bahan bakar batu bara, minyak fosil, dan pengembangan energi nuklir, atau penggunaan energi dari bahan bakar nabati yang dapat diperbarui.

Dampak perubahan iklim global akan sangat merepotkan negara-negara di DUNIA. Australia, misalnya, akan mengalami masa kekeringan, dan ini mengancam hasil pertanian mereka seperti peternakan sapi perah dan sapi potong. Dampak kekeringan di Australia tahun 2006 menyebabkan kenaikan harga susu bubuk hingga lebih dari 10 persen Harga gandum melonjak, begitu pula daging sapi.

Negara-negara di Eropa juga akan mengalami masalah serius akibat berubahnya iklim global. Hujan akan banyak turun di wilayah utara Eropa, sementara di belahan selatan akan terjadi kekeringan. Kondisi ini akan memicu pencairan es dan berdampak pada berkurangnya kunjungan wisatawan pada musim dingin.

Afrika juga akan mengalami ancaman kelaparan, bencana erosi dan banjir sehingga kondisi negara-negara di Afrika bakal makin buruk. Amerika Selatan pun tak lepas dari ancaman banjir, sementara produk pertanian di kawasan Amerika Utara bakal terganggu.

Indonesia juga tak bisa menghindar dari pengaruh perubahan iklim global. Buktinya, pada akhir 2006 kemarau panjang melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Akibatnya, produksi beras jatuh, harga beras melonjak, dan masyarakat pun menjerit.

Daya beli yang tetap sementara harga komoditas pertanian cenderung meningkat, akibat permintaan dan penawaran tidak seimbang secara permanen dan terus-menerus, akan menyebabkan kualitas hidup warga Indonesia merosot.

Perubahan iklim global yang ditandai dengan peningkatan suhu Bumi memiliki dampak ekonomi dunia yang serius. Nicholas Stern, mantan ekonom dari Bank Dunia seperti dikutip Research Eu, sebuah majalah penelitian di Eropa, mengungkapkan bahwa perubahan iklim global akan memakan biaya 5.500 miliar euro pada tahun 2050.
Biaya

Biaya yang harus ditanggung sebagai dampak berubahnya iklim global itu melebihi biaya akibat Perang Dunia II. "Dengan catatan, ongkos perubahan iklim yang besar terjadi bila warga dunia tidak melakukan tindakan pencegahan apa-apa," katanya.

Lalu, siapa yang harus menanggung beban biaya yang amat besar itu। Jawabannya, seluruh warga dunia. Dampak perubahan iklim akan mengimbas seluruh negara di dunia. Negara miskin akan semakin miskin karena kalah bersaing dalam memperebutkan minyak dunia. Negara berkembang akan menanggung beban pengangguran yang makin membengkak akibat lemahnya perputaran roda ekonomi.

Daya beli masyarakat juga bakal merosot tajam karena semua produk untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menjadi amat mahal. Untuk mengantisipasi itu, Uni Eropa telah mengalokasikan anggaran 50,5 miliar euro dalam kurun 2007-2013. Mereka berkonsentrasi pada program tujuh kerangka kerja atau Seventh Framework Programme yang dikenal dengan istilah FP7, yang fokusnya pada pembangunan, penelitian, dan teknologi.

Dari anggaran tersebut, 32 miliar euro di antaranya untuk mendukung penelitian, yang meliputi 10 bidang, yaitu kesehatan; pangan, pertanian, dan bioteknologi; teknologi informasi dan komunikasi; nanosciences, nanotechnologies, materials and new production technologies; energi; lingkungan meliputi perubahan iklim; transportasi; pengetahuan sosial-ekonomi dan kemanusiaan; ruang; dan masalah keamanan.

Juga disediakan anggaran 7,4 miliar euro untuk pembuatan ide cemerlang untuk landasan. Selain itu, 4,7 miliar euro untuk kegiatan ilmiah dan 4,2 miliar euro untuk kegiatan ilmuwan. Sementara 2,4 miliar euro untuk jaminan kebutuhan energi pada masa mendatang.

China sebagai negara yang sedang tumbuh pesat juga tak mau ketinggalan. Pekan lalu mereka membangun stasiun bahan bakar hidrogen sebagai upaya untuk menekan emisi gas buang. Maklum, pembangunan industri yang pesat di China menyumbang polusi udara yang hebat. Indonesia tentu juga bergiat menekan pencemaran udara. Misalnya dengan berkomitmen melakukan revitalisasi kehutanan. Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan terbesar kedua di dunia, selama ini menjadi penyumbang oksigen yang besar untuk dunia.

Bagaimanapun, setiap negara harus berperan aktif untuk menekan penggunaan energi berbahan bakar minyak fosil. Caranya dengan sedini mungkin melakukan tindakan nyata dengan mengonversi energi fosil ke bahan bakar nabati. Kalau tidak, dunia yang sedang lapar energi ini bakal menyulitkan kita.

Sumber :
http://www.kompas.com/
Sabtu, 24 November 2007