Jumat, Maret 28, 2008

Divestasi Newmont, Pemerintah Harus Utamakan Kepentingan Lingkungan

Divestasi Newmont, Pemerintah Harus Utamakan Kepentingan Lingkungan

Reporter : Markus Junianto Sihaloho

Jakarta (MI): Pemerintah harus tetap mengutamakan kepentingan rakyat dan memperhatikan aset lingkungan dalam melaksanakan divestasi aset PT Newmont.


Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maemunah menyatakan divestasi saham Newmont sudah menjadi kewajiban. "Namun divestasi jangan sampai malah menambah kerusakan baru bagi lingkungan dan masyarakat ditelantarkan," kata Siti saat dihubungi di Jakarta, Senin (3/3).


Menurutnya selama ini divestasi hanya berkutat pada alih teknologi dan pergantian modal kepemilikan saja. Padahal masalah Newmont bukan hanya berkutat pada masalah itu, namun utamanya soal perilaku yang selama ini tidak memperhatikan kerusakan lingkungan karena aktivitasnya. "Setiap hari Newmont membuang limbah tailing ke laut hingga mencapai 120 ton," ujar Siti.


Saat ini, konsorsium pemerintah daerah sedang melaksanakan perundingan yang cukup alot dengan pihak Newmont terkait divestasi saham sebesar tiga persen. Dalam konsorsium tergabung beberapa perusahaan milik Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa, dan Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat.


Selama ini, nilai investasi Newmont di NTB senilai US$1,8 miliar. Diperkirakan daerah tambang NTB khususnya di Batu Hijau memiliki cadangan tembaga sebesar 6,3 miliar pound dan emas 7,2 juta ounce. (Mjs/OL-06)


Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Senin, 03 Maret 2008 22:00 WIB

Kamis, Maret 20, 2008

Adu Domba

Adu Domba


''Tidak akan masuk surga bagi orang yang tukang mengadu domba.'' (HR Bukhari dan Muslim). Adu domba dalam bahasa Arab adalah al-namimah. Ia mempunyai arti memindahkan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya suatu ikatan yang telah terjalin, serta yang menyulut api kebencian dan permusuhan antarsesama manusia. Sedangkan pelakunya disebut al-qattat.


Ibnu Katsir dalam kitabnya, An-Nihayah menjelaskan bahwa yang dimaksud al-qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan orang lain) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba. Allah SWT mencela pelaku adu domba tersebut dalam firman-Nya, ''Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina dan banyak mencela, yang kian kemari menghamburkan fitnah.'' (QS Al-Qalam [68]: 10-11).


Di antara kisah yang menggambarkan betapa sensitifnya sifat ini adalah sebagaimana disebutkan Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Mukhtashar Minhajul Qashidin. Di dalamnya dikisahkan seseorang menjual budak, seraya berkata kepada pembelinya, ''Budak ini tidak mempunyai satu aib pun, hanya saja dia suka mengadu domba.''


''Tidak menjadi soal bagiku!'' kata pembeli. Setelah budak itu berada di rumah si pembeli, dia menghampiri istri tuannya seraya berkata, ''Sebenarnya tuanku tidak mencintai nyonya. Meski begitu, dia tetap ingin menikahi nyonya. Jika nyonya menghendaki, saya bisa membujuknya agar dia tidak menceraikan nyonya, lalu ambillah pisau untuk mencukur rambutnya tatkala dia tidur. Hal ini bisa menyihirnya, sehingga dia senantiasa mencintai nyonya.''


Lalu budak itu berkata kepada tuannya, ''Istri tuan berkomplot dengan seseorang dan ingin membunuh tuan selagi tuan sedang tidur.'' Akhirnya sang tuan pura-pura tidur. Ketika sang istri menghampirinya pelan-pelan sambil membawa pisau, dia mengira istrinya benar-benar akan membunuhnya. Maka, dia segera bangkit dan membunuh istrinya. Keluarga sang istri pun mendatanginya, lalu membunuhnya pula. Bahkan, permusuhan merembet antara kabilah suami dan istri.


Adu domba merupakan perangai tercela yang menanamkan dendam di antara manusia. Ia bisa memisahkan seseorang dengan kerabatnya, teman, bahkan dengan anggota keluarganya sendiri. Sebagai Muslim, jauhilah sikap itu. (Indah Puspitasari)


Sumber :

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=322035&kat_id=14&kat_id1=&kat_id2=

Sabtu, 02 Februari 2008

Ibrah Kematian

Ibrah Kematian


Suatu ketika Abdullah bin Umar mendatangi majelis Rasulullah yang sedang berkumpul bersama sepuluh sahabat. Seorang sahabat Anshar di antara mereka bertanya, ''Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling cerdas dan pemurah itu?'' Beliau menjawab, ''Yaitu orang yang paling rajin mengingat kematian serta paling baik persiapannya dalam menghadapinya. Itulah orang cerdas yang akan memperoleh kehormatan di dunia dan kemuliaan di akhirat kelak.'' (HR Hakim, Thabrani dan Tirmidzi).


Kemarin kita telah mendengar berita, menyaksikan melalui televisi, membaca di media massa, atau mungkin melihat langsung, seorang jenderal dan mantan presiden wafat dipanggil Allah SWT. Hari ini mungkin ada di antara saudara dan kerabat kita yang menyusul menghadap Sang Pencipta. Kemudian, kelak giliran kita yang akan menghadap Sang Khalik.


Walau kematian itu merupakan suatu yang ghaib, namun adalah suatu yang pasti terjadi menjemput setiap insan yang bernyawa. Malaikat Izra'il, sang pencabut nyawa, tidak pandang orang, apakah dia penguasa atau rakyat jelata, jenderal atau kopral, orang shaleh maupun penjahat, semua akan mendapat giliran.


Firman Allah SWT, ''Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memerdayakan.'' (QS Ali Imran [3]: 185).


Bagi mereka yang masih hidup, kematian seseorang merupakan ibrah (pelajaran) yang tak ternilai harganya. Pemimpin Muslim Umar bin Abdul Azis sering mengingatkan kaumnya, ''Tidakkah kalian mengambil ibrah dari kematian seseorang? Suatu pagi atau petang kalian ikut memandikan dan mengafankan seseorang? Menshalatkan, lalu kalian menempatkannya ke dalam liang lahat dan menjadikan tanah sebagai bantalnya?''


Imam Al-Qurthubi menjelaskan, ''Ingat mati dapat menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, melunakkan hati yang keras, menghapus kebanggaan terhadap dunia dan meringankan masalah.'' Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kiamat kecil yang satu persatu dialami para pendahulu kita. Betapa hidup ini hanya sejenak saja, terlalu sayang bila disia-siakan dengan perbuatan yang tidak bermanfaat. (Ali Farhan Tsani)

Sumber :

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=321922&kat_id=14&kat_id1=&kat_id2=
Jumat, 01 Februari 2008

Perbuatan Sia-sia

Perbuatan Sia-sia

''Sesungguhnya beruntunglah orang-orang Mukmin. Yaitu, orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. Dan orang-orang yang meninggalkan perbuatan sia-sia.'' (QS Almukminun [23]: 1-3).


Dalam kehidupan keseharian, disadari atau tidak, manusia seringkali terjebak dalam perbuatan sia-sia (al-laghwu). Perbuatan yang kelak di hari kiamat tidak mendatangkan pahala, bahkan sebaliknya mendatangkan kerugian dan akhirnya menyeret pelakunya ke neraka. Karena itulah kita mesti berhati-hati dalam melangkah, bertindak dan bersikap.


Rasulullah SAW dalam sebuah hadis menyebutkan, segala sesuatu yang di dalamnya tidak terdapat dzikrullah (mengingat kepada Allah) merupakan perbuatan sia-sia, seperti senda gurau dan permainan. Kecuali empat hal yaitu senda gurau suami-istri, melatih kuda, berlatih memanah dan mengajarkan renang.


Seorang ulama hadis terkemuka, Sofyan Tsauri, menyebut sepuluh hal yang termasuk al-laghwu itu. Di antaranya adalah orang yang berdoa untuk dirinya sendiri tapi tidak berdoa untuk kedua orang tua dan kaum Muslimin; orang yang sering membaca Alquran tapi tidak membaca secara tertib sampai seratus ayat tiap-tiap hari; laki-laki yang masuk masjid tapi tidak mengerjakan shalat tahiyatul masjid.


Yang juga termasuk perbuatan sia-sia, menurut Sofyan, adalah orang-orang yang melintasi pekuburan tapi tidak mengucapkan salam kepada para penghuninya dan tidak mendoakan keselamatan untuk mereka; laki-laki yang masuk ke suatu kota pada hari Jumat tapi tidak mengerjakan shalat Jumat berjamaah; orang yang kenyang sedangkan tetangganya kelaparan. Seseorang yang tinggal di suatu lingkungan bersama seorang ulama, namun ia tak menggunakan kesempatan tersebut untuk menambah ilmu pengetahuannya.


Begitupun dengan pemuda yang melewatkan masa mudanya tidak untuk menuntut ilmu dan meningkatkan budi pekerti. Juga, dua orang pria yang bersahabat, tapi mereka tidak saling menanyakan keadaan masing-masing dan keluarganya; orang yang mengundang tamu namun ia tidak melayani tamunya itu dengan baik. Itulah perbuatan yang merugi.


Namun, yang paling sia-sia adalah perbuatan orang-orang seperti yang disebut dalam surat Alkahfi (18) ayat 103-105. ''Katakanlah: Maukah kamu, Kami beritahukan tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu adalah orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan-Nya, maka terhapuslah amalan-amalan mereka dan Kami tidak mengadakan penimbangan amal bagi mereka pada hari kiamat.'' (Rusdiono Mukri)


Sumber :

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=321776&kat_id=14&kat_id1=&kat_id2=

Kamis, 31 Januari 2008

Memberi Maaf

Memberi Maaf

Islam mengajak manusia untuk saling memaafkan dengan memberikan posisi tinggi kepada si pemberi maaf. Karena, seperti dikemukakan oleh Alquran dan hadis Nabi, sifat pemaaf merupakan bagian dari akhlak luhur, yang harus menyertai seorang Muslim yang takwa. ''... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.'' (Ali Imran 134). Nabi Muhammad SAW sendiri dikenal sebagai seorang yang pemaaf dan berlapang dada.


Hal ini dapat kita buktikan saat pembebasan Kota Makkah, ketika Nabi di hadapan orang-orang yang selama belasan tahun memusuhinya, bahkan berupaya untuk menghilangkan nyawanya. Kepada mereka Rasulullah berkata, ''Wahai orang-orang Quraisy. Menurut pendapat kamu sekalian, apa yang akan aku perbuat terhadap kamu sekarang?'' Jawab mereka, ''Yang baik-baik. Saudara yang pemurah, sepupu kami yang pemurah.'' Mendengar jawaban itu Nabi berkata, ''Pergilah kamu sekalian. Kamu sekarang sudah bebas!''


Dari peristiwa ini, kita melihat betapa luhur dan lapang dadanya Nabi dalam memberikan maaf justru terhadap mereka yang selama ini telah memusuhi, membenci, menghina dan menyakitinya. Tanpa menunjukkan sedikit pun tanda-tanda kebencian maupun rasa ingin membalas dendam. Padahal ketika itu, seluruh pasukannya yang berjumlah sekitar 10 ribu orang siap melakukan apa saja yang diperintahnya dan tinggal menunggu isyarat Beliau. Penulis sejarah Nabi Muhamaad SAW, Muhammad Husain Haekal, mencatat peristiwa penaklukan Makkah itu sebagai pengampunan umum (amnesti) massal pertama di jagad ini.


Pernah Rasulullah, sebagai seorang komandan, menata sendiri dan menyusun barisan dalam Perang Badar. Beliau mendatangi seorang prajurit yang berdiri agak ke depan dari barisan pasukan. Rasul menekan prajurit tersebut dengan tongkatnya agar dia mundur sedikit ke belakang, sehingga barisan menjadi lurus.


Prajurit itu berkata, ''Wahai Rasulullah, tongkat itu menyakiti perutku. Aku harus membalas!'' Rasulullah memberikan tongkatnya kepada prajurit itu seraya berkata, ''Balaslah!'' Orang itu maju ke depan dan mencium perut Nabi sambil berkata, ''Aku tahu, bahwa aku akan terbunuh hari ini. Dengan cara ini aku menyentuh tubuhmu yang suci.'' Belakangan dia menghambur ke depan, menyerang musuh dengan pedangnya, hingga syahid dalam Islam.

Sikap Nabi Muhammad SAW yang penyayang, penyantun dan pengampun, menunjukkan bahwa beliau bukanlah manusia yang suka permusuhan. Dalam surah An-Nur ayat 22 Allah berfirman: ''... dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.'' Dalam Al-Baqarah ayat 237 yang artinya ''... dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa ....'' (Alwi Shahab)

Sumber :

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=321652&kat_id=14&kat_id1=&kat_id2=

Rabu, 30 Januari 2008

Menebar Salam

Menebar Salam


''Sebarkanlah salam, hubungkanlah tali silaturahim, berilah makan dan dirikanlah shalat malam di saat manusia tertidur lelap. Niscaya kalian akan masuk surga dengan damai.'' (HR Al-Tirmidzi). Ulama berbeda pendapat akan makna salam dalam kalimat assalaamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu. Sebagian ulama berpendapat, salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah sehingga kalimat assalaamu 'alaik berarti ''Allah bersamamu.'' Sebagian yang lain berpendapat makna salam adalah keselamatan sehingga maknanya, ''Keselamatan selalu menyertaimu.''

Nabi SAW sangat menganjurkan umatnya saling menebar salam, mengucapkan salam kepada sesama Muslim, baik yang belum dikenal maupun yang sudah dikenal. Beliau juga mengatakan di salah satu hadis bahwa salah satu syarat agar dapat saling cinta-mencintai adalah dengan menebarkan salam, afsyu al-salam bainakum, demikian ungkap beliau. Dengan kata lain, Nabi SAW memerintahkan umatnya membangun dan menciptakan ''budaya salam'' dalam kehidupan sehari-hari.


Rasulullah SAW bersabda, ''Kamu sekalian tidak akan masuk surga sebelum beriman dan kamu sekalian tidaklah beriman sebelum saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kamu kerjakan niscaya kamu sekalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antaramu sekalian.'' (HR Muslim)


Kita dapat merasakan dan membuktikan betapa ucapan, assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu memiliki daya magnet yang luar biasa. Hati kita menjadi damai jika mendengar orang lain mengucapkannya, sekalipun salam itu tidak ditujukan kepada kita. Tak heran, jika Nabi SAW sangat menganjurkan umatnya selalu mengucapkan salam secara sempurna, karena hal demikian akan mendapat pahala tiga puluh. Bahkan, secara etika dalam mengucapkan salam Nabi SAW memberikan bimbingan yang sangat konkret.


Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ''Hendaklah orang yang lebih kecil memberi salam kepada yang lebih besar darinya, orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan kaki dan kelompok yang sedikit memberi salam kepada kelompok yang banyak.'' (Muttafaq 'Alaih). Semestinya kita selalu bersemangat dalam melakukan kebaikan dan menghidupkan serta menyuburkan sunnah Rasulullah SAW. Menebar salam antarumat muslim adalah salah satu sunnah yang sangat dianjurkan Nabi SAW. Semoga dengan banyak menebar salam antarsesama muslim, rasa saling mencintai, mengasihi akan menjelma dalam kehidupan kita sehari-hari. (Ummu Hasna Syahidah)


Sumber :

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=321231&kat_id=14&kat_id1=&kat_id2=

Sabtu, 26 Januari 2008

Air Susu Ibu

Air Susu Ibu


''Tidakkah seseorang di antara kamu merasa ridha jika hamil dari benih suaminya dan suaminya bangga dengan kehamilannya, bahwa wanita tersebut mendapat pahala sama dengan (pahala) seorang prajurit yang berpuasa ketika berperang di jalan Allah? Bila wanita tersebut menderita sakit sewaktu melahirkan, betapa kegembiraan yang dirasakannya yang tak diketahui penghuni langit dan bumi dengan lahirnya buah hati.'' (HR. Ibnu Atsir)


Dalam riwayat Thabarani dan 'Ibnu Asakir ditambahkan, jika ia melahirkan, lalu ia mengeluarkan susu dari payudaranya dan dihisap oleh bayinya, setiap hisapan dan tegukan mendapat satu pahala. Jika ia berjaga sepanjang malam (karena melayani bayinya), ia mendapatkan pahala seperti pahala orang memerdekakan 70 orang budak di jalan Allah.


Wahai Salamah, tahukah engkau siapa yang kami maksud dengan sabdaku ini? Yaitu perempuan-perempuan yang memelihara dirinya, yang shalihah, yang taat kepada suaminya dan mereka tidak mengingkari kebaikan suaminya. Hadis di atas memberikan kabar gembira kepada ibu hamil dan menyusui bahwa pengorbanan mereka akan mendapatkan pahala dari Allah. Hamil bagi seorang istri adalah suatu tugas mulia yang dibebankan Allah kepada dirinya selama caranya sah. Selama hamil seorang ibu akan merasakan beban berat mulai dari mual, muntah-muntah, punggung sakit dan seterusnya, karenanya bila ia dapat menjalani kehamilan tersebut dengan penuh keridhaan, maka Allah telah menjanjikan pahala yang tanpa henti baginya selama masa hamil yang panjang itu seperti orang berpuasa yang tengah berperang di jalan Allah.


Bagi ibu yang bersedia menyusui, Allah juga menjanjikan setiap hisapan dan tegukan ASI yang diminum oleh sang bayi akan menambah pahala bagi ibunya. Para ibu juga hendaknya tidak sengaja menolak memberikan ASI dengan alasan demi menjaga kecantikan atau karena kesibukan kerja sehingga bayinya hanya diberi susu formula.


Penelitian medis telah membuktikan bahwa ASI memiliki berbagai keunggulan yang tidak tergantikan dengan susu manapun. Bahkan, agama kita menekankan pentingnya memberikan ASI kepada buah hati kita. ''Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.'' (QS Al Baqarah [2]: 233). Air susu ibu adalah karunia Allah bagi ibu dan bayi. Maka, masihkah kita akan menggantikan karunia Allah itu dengan jenis minuman lain bagi titipan-Nya pada kita itu? (Witrie Annisa Buys)


Sumber :

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=321085&kat_id=14&kat_id1=&kat_id2=

Jumat, 25 Januari 2008

Mengapa Doa Ditolak?

Mengapa Doa Ditolak?



''Jangan salahkan Allah bila doa tak dikabulkan dan jangan pula menggerutu atau jemu,'' kata Abdul Qadir-Jailani dalam Mafatih al-Ghaib. Yang perlu dipertanyakan adalah mengapa doa kita tak terkabul? Ada dua sebab mengapa doa tertolak. Yaitu, pertama, tidak memperhatikan adab berdoa, baik adab lahir maupun adab batin.


Rasulullah SAW bersabda, ''Doa seorang hamba Allah tetap dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk suatu perbuatan dosa atau memutuskan silaturahim atau tak terburu-buru segera dikabulkan.'' Seorang sahabat bertanya, ''Wahai Rasulullah, apakah maksud terburu-buru?'' Rasulullah menjawab, ''Ia mengatakan, 'aku telah berdoa tapi aku tidak melihat doaku dikabulkan', sehingga ia mengabaikan dan meninggalkan doanya itu.'' (HR Muslim).


Ketika suatu doa tak segera menampakkan tanda-tanda terijabah, maka seharusnya seseorang tetap berbaik sangka kepada Allah SWT. Sebab, Allah SWT akan mengganti bentuk pengkabulan doa dengan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi si pemohon atau ditunda pengabulannya hingga hari akhirat dalam bentuk deposito pahala.


Kedua, perilaku buruk. Syaqiq al-Balkhi bercerita: ketika Ibrahim bin Adham berjalan di pasar-pasar Bashrah, orang-orang mengerumuni beliau. Mereka bertanya, mengapa Allah belum juga mengabulkan doa mereka padahal telah bertahun-tahun berdoa, serta bukankah Allah berfirman, ''Berdoalah kalian, maka Aku mengabulkan doa kalian.'' Ibrahim bin Adham menjawab, ''Hatimu telah mati dari sepuluh perkara.


'' Yakni, pertama, engkau mengenali Allah, tetapi tidak menunaikan hak-Nya. Kedua, engkau membaca kitab Allah, tetapi tidak mau mempraktikkan isinya. Ketiga, engkau mengaku bermusuhan dengan iblis, tetapi mengikuti tuntunannya. Keempat, engkau mengaku cinta Rasul, tetapi meninggalkan tingkah laku dan sunah beliau. Kelima, engkau mengaku senang surga, tetapi tidak berbuat menuju kepadanya.


Keenam, engkau mengaku takut neraka, tetapi tidak mengakhiri perbuatan dosa. Ketujuh, engkau mengakui kematian itu hak, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Kedelapan, engkau asyik meneliti aib-aib orang lain, tetapi melupakan aib-aib dirimu sendiri. Kesembilan, engkau makan rezeki Allah, tetapi tidak bersyukur pada-Nya. Dan kesepuluh, engkau menguburkan orang-orang, tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa itu. (M Subhi-Ibrahim)


Sumber :

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=320966&kat_id=14&kat_id1=&kat_id2=

Kamis, 24 Januari 2008