Jumat, Januari 04, 2008

Jenis Hiu Baru Ditemukan di Perairan AS

Jenis Hiu Baru Ditemukan di Perairan AS

Jakarta, Senin - Jenis Hiu baru yang ditemukan di perairan AS, tepatnya bagian Barat daya Lautan Atlantik, ini mirip dengan Hiu kepala martil. Menurut para peneliti AS, Hiu ini tergolong langka sebab hanya berkembang biak di dekat pantai Carolina Selatan.

Spesies hiu yang belum diidentifikasi ini diduga sudah langka dan terancam punah. Salah satu cara mempertahankan keberadaannya adalah dengan konservasi, misalnya melindungi Hiu-hiu betina yang sedang mengandung anaknya.

Hiu yang belum mendapat nama ilmiah tersebut pertama kali ditemukan oleh Dr. Joe Quattro, seorang Profesor Biologi dari Universitas Carolina Selatan. Ia mulai penasaran mempelajari Hiu kepala martil saat melakukan penelitian terhadap spesies-spesies ikan yang hidup di sekitar pantai.

Dari hasil uji genetika, spesies yang ditemukan tersebut jelas berbeda dengan Hiu kepala martil pada umumnya. Jenis Hiu tersebut juga berkeliaran di sekitar perairan Florida dan Carolina Utara meskipun hanya berkembang biak di perairan Carolina Selatan.

"Karena perairan Carolina Selatan merupakan sumber populasi utama dan Hiu-Hiu betina berkumpul di sini untuk melahirkan anaknya, wilayah tersebut harus dilindungi," kata Quattro. Menurut Quattro, rencana pengelolaan diperlukan untuk memastikan jenis Hiu ini tidak terus berkurang sehingga dapat dipelajari dengan baik. Para ilmuwan berencana memasang label radio pada Hiu tersebut sehingga dapat mempelajari wilayah jelajahnya.

"Ini menunjukkan betapa wilayah pantai tertentu sangat dibutuhkan oleh spesies tertentu dan pentingnya menentukan wilayah konservasi berdasarkan kebutuhan tersebut," kata Ali Hood, Direktur konservasi di Shark Trust, Inggris. Hood mengatakan sejauh ini ada 454 spesies Hiu di seluruh dunia yang telah diidentifikasi. Menemukan spesies baru merupakan kabar menggembirakan sekaligus tantangan baru untuk menjaga keberadaannya di alam.

Sumber :
http://www.kompas.com
Rabu, 14 Juni 2006 - 13:58 wib

Hewan Langka Mirip Jerapah Terlihat Kembali

Hewan Langka Mirip Jerapah Terlihat Kembali

Jakarta, Senin - Sejumlah okapi (Okapia johnstoni) terlihat kembali di Taman Nasional Virunga, Republik Demokrasi Kongo. Para aktivis lingkungan dari World Wildlife Fund (WWF) berhasil merekam jejak 17 ekor hewan langka yang mirip dengan jerapah itu.

"Kami dapat melacaknya dengan baik, merekam jejaknya, kotorannya, dan tanda-tanda yang menunjukkan ke mana hewan itu berada," kata Peter Stepehenson dari WWF. Hewan yang tinggal di hutan-hutan Afrika Tengah tersebut terakhir kali dilihat pada 1959.

"Namun, kami hanya menemukan 17 jejak okapi yang berbeda. Ini menunjukkan hanya ada beberapa ekor di sana - kami tidak dapat memastikan ada berapa banyak. Bagi kami, yang paling penting bukti bahwa mereka ada di sana," kata Stephenson.

Perang dan perburuan

Kehidupan liar di hutan-hutan Kongo terancam karena perang sipil. Banyak spesies liar yang menurun drastis karena perburuan yang berlebihan. Habitat Okapi di bagian Timur Kongo berada di wilayah konflik yang berlangsung selama bertahun-tahun. Para aktivis lingkungan di Kongo telah berusaha keras mempertahankan hutan-hutan yang menjadi tempat hidup Okapi.

Penemuan kembali Okapi sebulan setelah pemilihan umum di negara Afrika tersebut menjadi sinyal positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan untuk melindungi hutan dan komunitas lokal terbayarkan sudah.

Okapi biasanya tumbuh hingga sepanjang 2,5 meter dan tinggi 2 meter. Meskipun memiliki garis-garis hitam putih di kakinya seperti Zebra, Okapi lebih dekat kekerabatannya dengan Jerapah.

Sebelumnya, hewan tersebut diduga hanya tersisa di Okapi Wildlife Reserve di bagian Timur Kongo. Beberapa ekor Okapi juga dipelihara di berbagai kebun binatang.

Sumber :
http://www.kompas.com
Rabu, 14 Juni 2006 - 14:00 wib

Lele Raksasa Tak Lagi Ditangkap

Lele Raksasa Tak Lagi Ditangkap

Jakarta, Senin - Para nelayan Thailand berjanji tidak akan menangkap Lele raksasa (Pangasianodon gigas.) yang hidup di Sungai Mekong. Janji tersebut diucapkan pada peringatan 60 tahun naiknya Raja Bhumibol Adulyadej ke tahta kerajaan yang dirayakan setiap tanggal 9 Juni.

Sekitar 60 orang nelayan mengucapkan janji tersebut dalam sebuah upacara peringatan panjang umur tahta sang raja yang diselenggarakan di bagian Utara Kota Chiang Kuong. "Ini merupakan komitmen besar dari para nelayan," kata Tuenjai Deetes, Senator Chiang Kuong.

"Setiap nelayan akan menghentikan penangkapan ikan Lele raksasa selamanya," lanjutnya. Sebelumnya, siapapun yang menyerahkan Lele raksasa yang ditangkapnya dijanjikan hadiah sebesar 500 dollar AS. Lele raksasa yang hanya hidup di Sungai Mekong tergolong langka. Seekor Lele raksasa dapat tumbuh hingga sepanjang 3 meter dan berat 300 kilogram. Seekor Lele raksasa seberat 293 kilogram yang ditangkap tahun lalu diperkirakan salah satu ikan air tawar terbesar yang pernah ditangkap.

Jumlahnya di alam berkurang drastis dalam sepuluh tahun terakhir. Sejak 3 tahun lalu, ikan Lele raksasa dimasukkan ke dalam salah satu hewan sangat terancam punah oleh World Conservation Union.

Para aktivis lingkungan menyambut penghentian ini sebagai satu langkah maju. Namun, masih diperlukan kerja keras usaha melindungi hewan yang sangat langka tersebut dan memastikan keberadaannya tidak terancam di alam.

Sumber :
http://www.kompas.com
Rabu, 14 Juni 2006 - 14:01 wib

Anggrek Hutan di Sumatera Barat Kian Terancam

Anggrek Hutan di Sumatera Barat Kian Terancam


Padang, Jumat - Jumlah anggrek alam (Corchdaceae) di kawasan hutan alam Provinsi Sumatera Barat, kini semakin terancam. Tindak kerusakan hutan dan aktivitas perburuan liar dituding sebagai penyebab langkanya flora cantik di kawasan yang dilindungi ini.

"Dua tahun terakhir spesies jenis tumbuhan langka itu terus menyusut hingga 40 persen," kata Penyidik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Provinsi Sumbar, Djoko Sumarjo, di Padang, Jumat (2/5).

Meskipun ada, jelas Djoko, populasi anggrek-anggrek tersebut sangat langka atau hanya tersisa beberapa pohon saja. Beberapa di antaranya bahkan sudah sulit ditemui. Misalnya, jenis anggrek vanda, anggrek pensil dan anggrek teratai.

"Jenis anggrek alam ini sangat diminati dan punya nilai jual tinggi. Akibatnya keberadaan tumbuhan itu semakin terancam," imbuhnya. Padahal, perburuan di kawasan tersebut telah dilarang dan pelakunya diancam hukuman pidana. Ini merujuk UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Kawasan hutan yang kaya jenis anggrek ini berada di Taman Nasional Pulau Siberut, satu wilayah hutan yang memiliki pohon bermutu tinggi, dan terdapat banyak jenis anggrek. Misalnya, jenis anggrek Coelogyne Incrasata, Eria nutans dan Dendrobium paphillum. Data terakhir tercatat 25 jenis anggrek terdapat di pulau itu dan didominasi jenis anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis). Jenis anggrek, yang memiliki bunga berwarna putih, daun daging tebal, dan dalam satu bunga terdapat 7 hingga 15 kuntum ini, sangat diminati.

Untuk menjaga kelestarian jenis anggrek itu, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat untuk peduli menjaganya. Terutama, masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan.

Sumber :
http://www.kompas.com
Rabu, 14 Juni 2006 - 16:05 wib

30 Jenis Anggrek Baru dari Hutan Papua

30 Jenis Anggrek Baru dari Hutan Papua

JENEWA, SELASA--Sebanyak 30 jenis anggrek yang belum diketahui sebelumnya ditemukan para peneliti World Wildlife Fund (WWF) di hutan Papua. Anggrek-anggrek liar yang baru terkuak keberadaannya tumbuh di kawasan Kikori di sekitar Danau Kutubu, Papua Nugini. "Sekitar 70 spesies anggrek yang pernah eksis di hutan dekat Indonesia telah punah karena pembalakan liar," kata Olo Gebia, pakar ekologi hutan WWF. Maka, temuan ini sangat menggembirakan sekaligus puncak penelitian panjang yang dilakukan di wilayah tersebut.

Hasil ekspedisi ilmiah yang dilakukan antara tahun 1998 hingga 2006 itu telah memperkaya temuan sebaran flora di hutan Papua. Saat ini, setidaknya telah ditemukan sekitar 3000 spesies flora dengan varietas yang tidak terhitung banyaknya.

Bersama Kutubu Joint Venture Partnership, WWF melakukan upaya konservasi di kawasan Kikori. Wilayah tersebut merupakan salah satu lokasi yang sebaran ekologinya masih tergolong lengkap dengan flora dan fauna yang mendukungnya. Selain anggrek dan tumbuhan lainnya, Kikori juga merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa, misalnya burung cenderawasih, kasuari raksasa atau kanguru pohon.

Penulis : Wah
Sumber :
Xinhua
http://www.kompas.com
Selasa, 17 Oktober 2006 - 11:37 wib

Temuan 52 Spesies Baru Perkaya Biota Laut Papua

Temuan 52 Spesies Baru Perkaya Biota Laut Papua

JAKARTA, KCM - Temuan 52 spesies baru di kawasan Teluk Cendrawasih serta perairan di sekitar Kabupaten Fak-Fak dan Kaimana, Irian Jaya Barat membuktikan betapa kayanya biota laut di kawasan Kepala Burung, Pulau Irian. Puluhan spesies yang belum teridentifikasi secara ilmiah tersebut terdiri atas 24 jenis ikan baru, 20 jenis karang, dan 8 jenis udang-udangan. Bahkan kawasan seluas 18 juta hektar tersebut menyimpan sekitar 75 persen jenis karang yang ada di dunia. Hasil survai menunjukkan sedikitnya ada 1.200 jenis ikan dan 600 jenis karang di perairan tersebut. Survai yang dipimpin Dr. Mark Erdmann, Senior Advisor Program Kelautan Conservation Internasional Indonesia, dilakukan di Teluk Cendrawasih pada Februari dan di Fak-Fak - Kaimana dari April hingga Mei 2006.

Kawasan tersebut juga teridentifikasi sebagai lokasi bertelur Penyu belimbing yang terbesar di Lautan Pasifik. Juga, kawasan itu sebagai tempat perpindahan berbagai jenis Paus (Sperm whale, Bryde whale dan Orca), serta beberapa spesies Lumba-Lumba.

Survai melibatkan para pakar ikan, karang, udang mantis (stomatopoda), terumbu karang, konektivitas genetis, populasi laut, penyu, pariwisata bahari, perikanan dan sosial. Mereka berasal dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, Universitas Negeri Papua (UNIPA), Balai TN Cendrawasih, BKSDA Papua II, dan WWF Indonesia selain Conservation Internasional.

"Kami telah mendokumentasikan sebagian besar kekayaan biota laut di sana, namun belum mengambil spesimen untuk diidentifikasi yang merupakan wewenang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)," kata Mark saat dihubungi KCM, Senin (18/9). Mark mengatakan timnya berencana kembali ke sana tahun depan bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (P3O) LIPI untuk melakukan penelitian lanjutan.

Konservasi baru

Hasil survai cepat ini membuktikan bahwa perairan Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak - Kaimana mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang unik dan khas yang harus dilindungi, melengkapi hasil survai keanekaragaman hayati di Raja Ampat pada 2001. Kegiatan penilaian secara cepat ini juga membuktikan bahwa perairan Kepala Burung Papua, mulai dari Teluk Cendrawasih di Timur, Raja Ampat di Barat dan Fak-Fak - Kaimana di Selatan, merupakan wilayah yang perlu dikelola secara berkelanjutan.

Apalagi, wilayah ini merupakan pemasok utama sumber kehidupan laut, seperti larva ikan dan karang, bagi wilayah Indonesia bagian Timur dan kawasan Indo-Pasifik secara umum. Kehidupan laut ini sangat penting bagi keberlanjutan perikanan komersial, terutama masyarakat lokal yang hidupnya sangat tergantung pada kondisi perikanan setempat.

Kurang lebih 11 persen dari wilayah bentang laut ini telah dikonservasi dalam berbagai bentuk perlindungan alam, yang terbesar adalah Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Beberapa tindakan harus segera diambil untuk mempertahankan integritas DAS di sekitar taman nasional, karena perambahan hutan yang sangat marak dan kegiatan pertambangan yang menyebabkan erosi dan sedimentasi, yang dapat merusak terumbu karang dan perikanan di sekitar wilayah ini.

"Mungkin di beberapa lokasi perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan menjadi kawasan konservasi baru," ujar Mark. Menurutnya, pemerintah daerah setempat sangat antusias menanggapi laporan temuan timnya dan mendukung upaya melestarikan lingkungan di sekitarnya.

Penulis : Wah

Sumber :
http://www.kompas.com
Senin, 18 September 2006 - 19:42 wib

Tikus Raksasa Ditemukan di Pedalaman Hutan Papua

Tikus Raksasa Ditemukan di Pedalaman Hutan Papua

JAKARTA, SENIN - Ekspedisi lanjutan yang dilakukan sejumlah ilmuwan dalam dan luar negeri di kawasan Pegunungan Foja, Papua berhasil mengungkap dua spesies mamalia baru. Masing-masing jenis tikus raksasa dan sejenis tupai yang berukuran sangat kecil.

Kedua jenis hewan ditemukan gabungan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Conservation International (CI) saat mengunungi wilayah tersebut pada Juni 2007. Pada ekspedisi pertama yang dilakukan akhir tahun 2005 lalu, para ilmuwan terkejut saat menemukan puluhan jenis satwa yang baru bagi dunia sains dan kenakearagaman hayati yang sangat kaya sehingga kawasan tersebut mendapat julukan ’surga yang hilang’.

"Selama ekspedisi Juni, tim mendokumentasikan dua mamalia, seekor possum Cercartetus kerdil, salah satu hewan berkantung terkecil di dunia, dan tikus raksasa Mallomy, keduanya masih dipelajari dan sepertinya baru di dunia sains," demikian pernyataan yang dirilis CI.

Ukuran tikus yang ditemukan hampir lima kali ukuran tikus got. Saat ditemukan, hewan tersebut tidak takut kepada manusia bahkan seringkali mengunjungi perkemahan yang didirikan para peneliti. Sementara possum layak disebut Marsupial (hewan berkantung) terkecil di dunia karena ukurannya yang cukup digenggam tangan. Begitu jinaknya, hewan pengerat itu meloncat dan dengan tenangnya berjalan-jalan di lengan dan kamera yang dibawa sang kameramen ekspedisi tersebut. Penemuan mamalia baru seperti ini termasuk jarang sekali mengingat sebagian besar telah terdokumentasi. (AFP/WAH)

Sumber :
http://www.kompas.com
Senin, 17 Desember 2007 - 13:23 wib