Jumat, Februari 29, 2008

Disiapkan, Uji Materiil PP 2/2008

Disiapkan, Uji Materiil PP 2/2008

Diusulkan Segera Dicabut

Jakarta, Kompas - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat sedang mempersiapkan uji materiil Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Hutan. Langkah itu dilakukan karena proses penyusunan PP tersebut dinilai melanggar undang-undang. ”Karena itu, sebelum proses hukum berjalan, sebaiknya peraturan pemerintah tersebut dicabut,” kata ahli hukum lingkungan Mas Achmad Santosa dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan di Kompas, Rabu (27/2). Tampil pula sebagai pembicara, Hendro Sangkoyo dari School of Democratic Economics (SDE), Siti Maemunah dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Soetrisno (Kepala Pusat Wilayah Pengelolaan Hutan Badan Planologi Departemen Kehutanan), serta dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, diwakili Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi S Witoro.

Dari perspektif hukum, menurut Mas Achmad Santosa, terhadap peraturan pemerintah (PP) tersebut harus dilakukan uji materiil ke Mahkamah Agung karena proses pembuatan PP No 2/2008 itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Perundang-undangan. ”PP itu melanggar tiga prinsip, meliputi kejelasan tujuan, kejelasan rumusan dan keterbukaan. Kalau disebutkan PP itu hanya berlaku untuk 13 perusahaan pemegang kuasa pertambangan, tidak ada pernyataan eksplisit dalam PP tersebut,” ujarnya. Begitu pun dalam penyusunannya tidak melibatkan dialog publik.

Dia sependapat dengan Hendro dan Maemunah, yang menyatakan bahwa PP itu harus dicabut kalau Indonesia tidak mau kehilangan muka di hadapan komunitas internasional dan mendapat tekanan dari masyarakat internasional. ”Baru dua bulan kita menjadi tuan rumah dari pertemuan internasional tentang perubahan iklim, yang memprakarsai upaya-upaya pengurangan emisi karbon dari hutan. Sekarang, pemerintah justru membuat PP yang mendorong kerusakan hutan,” kata Hendro.

Hendro menegaskan, PP ini tidak hanya salah secara teknis, tetapi juga menunjukkan adanya krisis politik. ”Angka Rp 1,5 juta per hektar untuk kompensasi hutan per tahun yang disebut dalam PP itu bagaimana cara menghitungnya? Apakah sudah memperhitungkan dampak sosial-ekologisnya?” ujar Hendro.

Akan tetapi, Witoro dan Soetrisno secara implisit menyatakan, baik Departemen Kehutanan maupun Departemen ESDM akan mempertahankan PP tersebut. ”Daripada tidak mendapat apa-apa dari pengusahaan pertambangan, dengan PP ini kita bisa memperoleh nilai. Masalah berapa besar nilainya, itu bisa dibicarakan asalkan pertambangan tetap beroperasi,” kata Soetrisno. (AIK/MH/TAT/ISW/THY)

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.28.04360877&channel=2&mn=154&idx=154
Kamis, 28 Februari 2008 04:36 WIB

Jalan Berliku Energi Alternatif

Jalan Berliku Energi Alternatif

Ninok Leksono

”’Boom biofuel’ datang ketika produksi pangan harus berlipat ganda guna memberi makan tiga miliar lagi mulut yang akan hadir pada tahun 2050…. Dalam konteks ini, sungguh ide yang terdengar bodoh untuk menggunakan bahan pangan sebagai bahan bakar”. (David Tilman, ekolog Universitas Minnesota, Science/IPS/JP, Feb 07)

Pada masa ketika harga minyak semakin mencekik, juga pada masa ketika ketergantungan terhadap batu bara tidak saja tidak kondusif bagi lingkungan, tetapi juga rawan terlambat dipasok (sehingga pembangkit listrik harus beristirahat), kerinduan terhadap energi alternatif dirasakan semakin besar.

Pertanyaannya, energi alternatif manakah yang dapat menggantikan energi fosil? Energi terbarukan, seperti energi surya, energi angin, energi geotermal dan energi gelombang laut, memang terdengar menarik. Namun, tingkat kesiapan dan persentase pemanfaatan energi terbarukan ini bisa dikatakan masih insignifikan dibandingkan dengan kebutuhan yang ada.

Dalam kesulitan, sejumlah komunitas berprakarsa membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang memanfaatkan arus sungai. Prakarsa masyarakat ini tentu saja amat dihargai, tetapi lingkupnya tentu ber- sifat amat lokal. Kini bahkan mulai muncul upaya untuk menggunakan air sebagai energi. Laporan Iptek pekan silam tentang ”Solar Impulse” bahkan mengunggulkan energi surya untuk penerbangan masa depan yang bersih lingkungan.

Energi nuklir? Mengikuti wacana yang muncul beberapa waktu belakangan ini memunculkan kesan bahwa nuklir masih akan mendaki jalan terjal di negeri ini. Waktulah yang kelak akan memperlihatkan siapa yang lebih rasional dalam upaya penerapan energi ini di bumi Indonesia. Lepas dari kebutuhan untuk mengkajinya secara kepala dingin, dalam hal nuklir boleh jadi situasi Indonesia serupa dengan AS. Harian The New York Times tanggal 24 Januari silam menurunkan artikel Roger Cohen berjudul ”America Needs France’s Atomic Anne”.

Dalam tulisan itu dikatakan, betapa senjangnya penggunaan energi nuklir di Perancis dan di AS. Perusahaan energi nuklir Perancis, Areva, bisa menyediakan sekitar 80 persen listrik negara dari 58 PLTN dan kini sedang membangun reaktor generasi baru di Flamanville yang akan selesai tahun 2012. Perancis bahkan bisa mengekspor keahlian di bidang energi nuklir ke berbagai negara, mulai dari China hingga ke Uni Emirat Arab.

Sementara di AS, energi nuklir hanya menyumbang 20 persen pasokan listrik nasional, tak punya reaktor baru sejak 1996 dan debat mengenai tenaga nuklir terus saja melumpuhkan meskipun orang melihat sistem ini membangkitkan listrik secara bersih di era pemanasan global. AS memang tak punya sosok yang dijuluki ”Atomic Anne”, yang merupakan saleswoman pengusung semangat ”Vive les Nukes”. Para kandidat presiden pun menampilkan pandangan beragam, ada yang pro ada yang kontra, tetapi secara keseluruhan prospek nuklir masih suram di AS.

Kalau 70 persen warga Perancis pronuklir, bangsa-bangsa lain punya kategori lain. Jerman tak memandang sebelah mata pun terhadap nuklir, oleh Cohen disebut silly-green, sementara bangsa Inggris termasuk smart- green karena meskipun sadar isu lingkungan, mereka menghidupkan kembali pembangkit nuklirnya. Cohen menegaskan, energi nuklir merupakan alternatif vital bagi pembangkit batu bara yang menyemburkan gas-gas rumah kaca (GRK) dan pembangkit tipe ini menyumbang separuh dari pembangkitan listrik Amerika.

Ditekankan, energi angin dan surya wajib dikembangkan. Namun, hingga pertengahan abad ini pun, kontribusinya masih akan tetap kecil. Dari ribuan kilometer persegi yang disediakan untuk menjaring energi angin, energi yang dihasilkan tak bisa diperbandingkan dengan pembangkit nuklir yang hanya menempati kurang dari 1,6 kilometer persegi. Namun, AS tetap dilanda kelumpuhan nuklir.

”Biofuel” pun dikritik

Kalau energi angin semakin ditambang di kawasan Eropa, energi alternatif lain banyak berkembang di Asia Tenggara, yakni biofuel, atau bahan bakar yang berasal dari sumber organik. Sebelum ini biofuel dianggap bisa menjadi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Namun, menurut penelitian mutakhir, ada dampak buruk yang ditimbulkan dari produksi biofuel. Seperti dilaporkan oleh Stephen Leahy dari IPS/Brooklin Kanada (JP, 11/2), biofuel justru membuat perubahan iklim tambah buruk karena emisi GRK total dari biofuel jauh lebih tinggi dibandingkan dari pembakaran bensin. Ini karena produksi biofuel mendongkrak harga bahan pangan dan menimbulkan deforestasi serta hilangnya padang rumput.

Emisi dari etanol 93 persen lebih tinggi dibandingkan bensin, ujar David Tilman, ekolog di Universitas Minnesota, yang ikut menulis makalah yang dimuat di jurnal Science yang terbit awal bulan ini. Ditambahkan bahwa menggunakan tanah pertanian yang baik untuk biofuel meningkatkan emisi GRK, tambah Tilman. Misalnya saja etanol yang dibuat dari jagung diandaikan bisa mengurangi GRK 10-20 persen dibandingkan dengan pembakaran bensin.

Namun, studi-studi terdahulu tidak memperhitungkan fakta bahwa ketika tanah pertanian digunakan untuk penanaman bahan bakar, akan berkuranglah lahan untuk menanam tanaman pangan di negara yang masih banyak dilanda kelaparan. Hasil panen yang terbatas menyebabkan harga bahan pangan membubung dan itu berikutnya mendorong orang melakukan konversi hutan dan padang rumput asli untuk menanam tanaman pangan. Padahal, mengubah hutan dan padang rumput dalam konteks perubahan iklim amat dilarang. Lebih jauh dikemukakan bahwa setiap hektar lahan yang dikonversi menghasilkan timbunan GRK sekitar 351 ton di atmosfer. Lahan yang dibiarkan alami mengikat karbon selama ratusan tahun.

Terus mengkaji

Kendala dan tantangan tampak menghadang di depan dalam upaya memanfaatkan energi alternatif. Namun, Indonesia tak boleh menyerah karena akan terlalu mahal konsekuensi yang harus ditanggung bila terus menyandarkan diri pada energi fosil. Bukan saja harganya semakin tidak terjangkau, tetapi terhadap lingkungan pun akan salah besar.

Seperti terhadap nuklir yang masih terus kontroversial, sebagai bangsa yang ingin keluar dari lilitan persoalan, sebenarnya sikap yang lebih positif adalah terus mengkaji berbagai aspeknya, bukan serta-merta menutup peluangnya. Sebaliknya terhadap biofuel yang sebelum ini sudah kita pandang positif, baik juga kita masukkan hasil penelitian baru di atas. Masalahnya adalah deforestasi banyak dilakukan di Asia Tenggara untuk diganti dengan tanaman kelapa sawit.
Tampak bahwa meski dibutuhkan mendesak, pemanfaatan energi alternatif tidak semudah seperti dibayangkan.

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.27.02452662&channel=2&mn=154&idx=154
Rabu, 27 Februari 2008 02:45 WIB

Tata Ulang Sebagian Besar Kota di Jawa

Tata Ulang Sebagian Besar Kota di Jawa

Jakarta, Kompas - Rentetan bencana lingkungan yang melanda kota-kota di Jawa membutuhkan penataan lanjut kawasan kota. Penataan dimaksudkan mencegah dan adaptasi terhadap bencana. ”Tata ulang kawasan dapat mengendalikan kejadian yang tak diinginkan,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Iman Soedradjat di Jakarta, Rabu (27/2). Dia mengatakan, penataan ulang bukan langsung berarti bisa menghentikan bencana.

Adapun sebagian besar kota di Jawa yang perlu ditata ulang kawasannya, khususnya di kota-kota yang dilalui sungai besar. Pada kawasan itulah dampak terbesar bencana seperti banjir menimpa belum lama ini, seperti di kawasan pantai utara Jawa. Atas pertimbangan itu, maka salah satu prioritas tata ulang adalah memaksimalkan fungsi drainase kota. ”Lebih lengkapnya masih dikaji lagi,” kata dia. Iman mengakui, pihaknya butuh pengkajian detail secara keseluruhan wilayah untuk meminimalisasi risiko bencana sekecil-kecilnya. Secara umum, memberi ruang terbuka yang cukup untuk mengonservasi air.

Sebelumnya, tim Kajian Daya Dukung dan Kebijakan Pembangunan Pulau Jawa menyebutkan, daya dukung Pulau Jawa sudah terlampaui. Sebagian besar kota, ketersediaan sumber airnya tidak mencukupi. Salah satu yang menjelaskan, tutupan lahan di Jawa tidak memenuhi syarat bagi ketersediaan air. Alih fungsi lahan terus meningkat untuk permukiman, tambak dan kegiatan usaha lainnya. Menurut anggota tim Hariadi Kartodihardjo, kerusakan kawasan hutan yang marak terjadi di Jawa lebih terkait persoalan tata ruang. ”Populasi meningkat bukan harus berarti merusak lahan atau hutan,” kata dia.

DAS rusak

Adapun prediksi kajian daya dukung Pulau Jawa menunjukkan, dari total 175 daerah aliran sungai (DAS) dan sub-DAS yang dikaji, sebagian besar DAS akan mengalami tekanan alih fungsi. Karena itu, faktor yang memengaruhi perubahan itu perlu memperoleh perhatian. Skenario moderatnya, deforestasi DAS tahun 2015 menjadi 62 DAS, sedangkan skenario ekstremnya, 120 DAS rusak pada tahun 2015. Jumlah itu diperkirakan akan terus meningkat selama tidak ada kebijakan pemerintah yang tegas.

Hasil kajian itu memberi sejumlah usulan, di antaranya mengevaluasi tata ruang dan menetapkan kepastian hak dan akses atas sumber daya alam (SDA) bagi masyarakat di dalam dan sekitar lokasi SDA. Prioritaskan konservasi hulu DAS dengan koordinasi antarwilayah kabupaten/kota. Selain itu, meninjau peraturan daerah-peraturan daerah dalam pemanfaatan SDA yang tidak memerhatikan daya dukung lingkungan. Diungkapkan Hariadi dan Iman, hal itu berarti membutuhkan kerja besar dan konsistensi dari pemerintah. (GSA)

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.28.05220640&channel=2&mn=156&idx=156
Kamis, 28 Februari 2008 05:22 WIB

Hutan Produksi Rawan Pembakaran

Hutan Produksi Rawan Pembakaran

Jambi, Kompas - Sekitar 45 persen kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi berada di kawasan hutan produksi. Hal ini menunjukkan hutan produksi merupakan wilayah yang rawan pembakaran lahan.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Budidaya, Rabu (27/2), mengemukakan, dari 772 hektar areal kebakaran di Jambi sepanjang tahun 2007, kebakaran paling luas terjadi di hutan produksi, yakni di areal hak pengusahaan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI) dan eks HPH yang luas totalnya 352 hektar. Adapun kebakaran di areal perkebunan besar 198 hektar, lahan pertanian 191 hektar dan perkebunan masyarakat 31 hektar.

Oleh karena itu, pemerintah kabupaten diharapkan ikut mengawasi areal hutan produksi di wilayah masing-masing. Setiap kepala desa, misalnya, perlu menginventarisasi warganya yang berencana membuka lahan baru.

Menurut Budidaya, pengawasan hutan merupakan tanggung jawab perusahaan pengelola. Masalahnya, penjagaan hutan produksi yang ditinggal oleh pemegang izinnya menjadi sangat minim. Polisi hutan belum memadai untuk memantau aktivitas pembakaran dan perambahan lahan.

Kebakaran lahan di sepanjang tahun 2007 menyusut dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai luas 7.497 hektar. Pemerintah diimbau mengajak industri bubur kayu untuk membeli kayu yang ditebang warga sehingga warga tidak perlu membakar lahan. Hari Rabu, satelit NOAA tidak dapat menangkap titik api di wilayah Jambi. Penyebabnya, cuaca sejak pagi cenderung berawan.

Berdasarkan data Pusat Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan Provinsi Jambi, terdapat 199 titik api sejak Januari hingga Rabu. Jumlah titik api terbanyak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, yaitu 69 titik api dan Batanghari, 64 titik api. (ITA)

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.28.05335158&channel=2&mn=162&idx=162
Kamis, 28 Februari 2008 05:33 WIB

Ampas Tahu Jadi Biogas

Ampas Tahu Jadi Biogas

Sumidi (45) sibuk memaku sabuk dari ban di tengah suasana bising dan hawa panas pabrik tahu di Dusun Kanoman, Desa Gagaksipat, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin (25/2) siang. Sabuk itu adalah salah satu bagian dari alat produksi tahu yang rusak.

Sejurus kemudian sang istri, Wastini (40), melintas. Siang itu ia sudah selesai masak. Ia tidak lagi cemas soal harga minyak tanah yang mahal dan sulit dicari. Wastini sekarang memasak menggunakan gas. Bukan gas hasil pembagian program konversi minyak tanah ke gas, melainkan dihasilkan dari proses pengolahan limbah pembuatan tahu dari pabrik tahu milik suami. Sudah tentu, gratis. ”Biasanya, sehari habis dua liter minyak tanah. Sekarang bisa masak sepuasnya, kapan saja, dengan gas gratis. Uang beli minyak untuk menambah uang jajan anak sekolah,” ungkapnya.

Bukan hanya Wastini yang menikmati gas gratis. Dua rumah tangga lainnya juga menikmati biogas limbah tahu dari pabrik tahu Sumidi. ”Sebenarnya bisa untuk lima rumah. Kalau ada tetangga yang mau pakai gas, kami persilakan. Namun, harus menyediakan sendiri kompor dan pipa penyalur gas,” tutur Sumidi.

Sumidi boleh bersenang hati karena terpilih sebagai penerima bantuan pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) biogas dari Pemerintah Kabupaten Boyolali. Dengan biaya sekitar Rp 40 juta, di belakang rumahnya dibangun semacam sumur sedalam lima meter dan bangunan bertutup bulat seperti tempurung kelapa yang hampir rata tanah dan berkedalaman dua meter. Instalasi ini untuk mengolah air limbah secara sederhana. Di samping sumur, terdapat pipa penyalur gas yang dihasilkan dari limbah tahu. ”Saya hanya menyediakan tanah 10 x 10 meter persegi untuk tempat instalasi. Sebenarnya ini bisa buat dua pabrik, tetapi karena jarak pabrik berjauhan, sulit dilakukan,” ujar Sumidi.

Perajin tahu lainnya, Budi Amiarso, juga gembira menerima bantuan IPAL biogas lima bulan lalu. Ada lima rumah yang memanfaatkan biogas limbah tahunya untuk memasak dan menyalakan petromaks. ”Biasanya lima liter minyak habis untuk tiga hari. Sekarang 15 hari belum tentu habis,” kata Haryono, kakak Budi yang juga memanfaatkan biogas.

Ia juga memanfaatkan biogas untuk menyalakan petromaks. Namun, petromaks biogas hanya digunakan bila listrik padam. Selain menghasilkan biogas, limbah akhir yang dihasilkan lewat IPAL biogas tidak berbau dan lebih cair. Perajin tahu biasanya membuang limbah pembuatan tahu tanpa diolah ke sungai ataupun ke selokan yang berakhir di persawahan.

Sebenarnya keluhan warga sekitar bukan tidak muncul terhadap limbah tahu yang dibuang begitu saja. Namun, karena sebagian besar warga mendirikan usaha pembuatan tahu, kondisi itu seperti dimaklumi. Sayangnya, teknologi IPAL biogas ini makan biaya besar sehingga sulit dijangkau perajin yang kebanyakan berskala usaha rumah tangga. Padahal, mereka berminat menerapkan model IPAL biogas yang lebih ramah lingkungan dan bermanfaat. (Sri Rejeki)

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.27.03472538&channel=2&mn=162&idx=162
Rabu, 27 Februari 2008 03:47 WIB

Bakau Rusak, Pesisir Bekasi-Tangerang Kritis

Bakau Rusak, Pesisir Bekasi-Tangerang Kritis

Laju Abrasi Pantai Capai 10-15 Meter Per Tahun

Jakarta, Kompas - Kondisi kawasan pesisir Bekasi, Jakarta Utara dan Tangerang kini dalam keadaan kritis. Pemicunya karena hilangnya bakau akibat perambahan oleh petambak liar dan proyek reklamasi. Begitu terjadi gelombang pasang tanpa kenal musim belakangan ini yang menerjang pantai, kawasan pesisir langsung hancur. Pantauan Kompas, hingga Rabu (27/2), mulai dari Marunda di perbatasan Jakarta dengan Bekasi, hingga Kamal Muara di perbatasan Jakarta dengan Tangerang, ekosistem pesisir dalam kondisi kritis.

Beberapa fakta lapangan menunjukkan sampah organik maupun non-organik dibiarkan berserakan. Kondisi air laut tercemar, terjadi abrasi pantai, serta rusaknya lahan budidaya ikan dan permukiman warga. Sampah terlihat di pantai kampung nelayan Marunda Pulo, Cilincing, Kalibaru, Muara Baru, Muara Angke dan Kapuk. Gundukan sampah laut terlihat di muara Cakung Drain, Cilincing. Sampah membusuk, menebarkan aroma tidak sedap setelah bercampur dengan limbah industri. Air laut tidak lagi bening, tetapi berwarna coklat, hitam, hijau dan berbuih.

Warga Marunda menuturkan, pada 10 tahun silam atau tahun 1996-1997, tepi pantai masih berada 50-60 meter dari deretan rumah nelayan di daratan Marunda Kongsi. Tambak ikan bandeng milik Kiran (51), warga setempat, masih 15-20 meter dari tepi pantai. ”Saat ini, setiap kali terjadi air laut pasang, tambak saya pasti terendam. Rumah-rumah nelayan di sini juga rusak diterjang gelombang pasang. Mungkin karena tidak ada lagi bakaunya. Dulu waktu saya kecil, bakau masih ada,” kata Kiran. Rumah milik Kiran dan 15 warga lain telah hancur diterjang gelombang yang terjadi dua pekan lalu.

Kawasan pesisir Angke-Kapuk juga tergerus abrasi. Kerusakan mangrove dan abrasi di kawasan itu telah memusnahkan empat spesies endemik lokal, yakni lutung jawa (Trachyphitecus auratus.), kucing bakau (Prionailurus viverinus.), anjing air (Lutra perspillata.) dan mentok rimba (Cairina scutulata.). Koordinator Wilayah III Jakarta Utara Balai Konservasi Sumber Daya Alam Departemen Kehutanan Resijati Wasito mengatakan, jika pemulihan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke-Kapuk, pesisir Pantai Indah Kapuk dan Suaka Margasatwa Angke selesai, akan terbentuk sabuk mangrove di kawasan tersebut.

Abrasinya kian cepat

Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Slamet Daroyni mengakui, ekosistem pesisir Jakarta kritis. Laju abrasi 10-15 meter per tahun akibat gelombang pasang setelah punahnya mangrove. Vegetasi pantai ini punah dirambah petambak liar dan proyek reklamasi. Luas lahan bakau di pesisir Jakarta tinggal sekitar 118 hektar, dari 1.344 hektar pada tahun 1960. ”Padahal, bakau atau mangrove itu selain mencegah abrasi, kerusakan pantai akibat empasan gelombang, juga dapat menyerap polutan. Jika ada bakau, hampir pasti limbah industri dari hulu hingga hilir sungai dapat ditekan secara perlahan,” katanya.

Ekosistem pesisir yang kian kritis itu juga terjadi di pesisir utara Bekasi hingga Tangerang atau pesisir Banten umumnya. Gelombang tinggi yang terjadi sejak akhir tahun 2007 membuat pantai di Banten semakin kritis terkena abrasi. Pemerintah akan membangun tanggul pengaman pantai sepanjang 380 meter saja.

Salah satu pantai yang semakin kritis ialah di perkampungan nelayan Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Pandeglang. Bagian atas bangunan tanggul juga ambles, bahkan ada yang sampai terpotong. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian Billy Pramono menyebutkan, sekitar 400 kilometer garis pantai Banten rusak. (CAL/NTA/ONG)

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.28.04160873&channel=2&mn=163&idx=163
Kamis, 28 Februari 2008 04:16 WIB

Kamis, Februari 28, 2008

Sebanyak 16 Fasilitas Pelabuhan RI Lolos ISPS Code

Sebanyak 16 Fasilitas Pelabuhan RI Lolos ISPS Code

Jakarta (ANTARA News) - Departemen Perhubungan (Dephub) mengumumkan sebanyak 16 fasilitas di 16 pelabuhan yang tersebar di Indonesia lolos dalam implementasi International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code. "Konfirmasinya diperoleh dari Konsul Ekonomi Kedutaan Besar AS, Peter Hass, pagi ini atas nama US (United State) Coast Guard (CG) dan diumumkan di AS pada 26 atau 27 Februari di Indonesia," kata Dirjen Perhubungan Laut, Dephub, E.B Batubara, kepada pers di Jakarta, Kamis.

Menurut Batubara, penegasan US Coast Guard tersebut dilakukan setelah lembaga itu pada Agustus 2007 sempat memperingatkan dengan keras terhadap beberapa fasiltas di pelabuhan yang dinilai tak memenuhi ISPSB Code. "Kini, mereka telah menetapkan bahwa 16 fasilitas pelabuhan itu secara siginifikan sudah memenuhi ISPSB Code," kata Batubara.

Ke-16 pelabuhan itu yakni PT Terminal Peti Kemas Surabaya, Pelabuhan Banjarmasin, PT Pertamina UPMS III Jakarta, PT Pertamina UP V Balikpapan, Senipah Terminal Total E&P Indonesia Balikpapan, PT Caltex Oil Terminal Dumai, Terminal Konvensional PT Pelindo II Jakarta dan Jakarta International Container Terminal. Selain itu, PT Pupuk Kaltim Bontang, PT Badak Bontang, PT Indominco Mandiri Bontang, Pertamina UP II Dumai, PT Pelindo I Cabang Dumai, semarang International Container Terminal, Terminal Multi Purpose Belawan dan PT Multimas Nabati Asahan.

Dengan demikian, kata Batubara, kapal-kapal yang berangkat dari ke-16 fasilitas pelabuhan diizinkan langsung menyinggahi pelabuhan-pelabuhan di Amerika Serikat. "Sejumlah fasilitas pelabuhan lain yang belum lolos ISPS Code ada dua alternatif, yakni dilakukan prosedur alternatif pengamanan atau diperiksa dan diawasi langsung oleh pengamanan yang direkomendasikan atau PSA," katanya. Dengan kata lain, level pengamanan di kapal dari pelabuhan yang belum lolos ISPS Code diawasi secara ketat. "Level sekuriti kapal biasanya level dua, kemudian disamakan dengan yang di darat," katanya.

Jika hal itu dilakukan, tegasnya, otomatis ada biaya tambahan yang harus ditanggung pemilik kapal. Batubara tidak merinci berapa dana tambahan yang dimaksud. Batubara mencontohkan, USCG dijadwalkan pada awal Maret 2008 akan mencek dan melakukan verifikasi terhadap tiga dari enam fasilitas pelabuhan yang sebelumnya dinilai belum memenuhi ISPS Code. Tiga fasilitas tersebut adalah milik PT Newmont di Nusa Tenggara Barat di pelabuhan khusus yang dimiliknya, PT Chevron dan Beyond Petroleum di Indonesia.
Pengurangan pelabuhan

Pada bagian lain, Dirjen Batubara mengatakan 16 fasilitas pelabuhan tersebut sebagian besar akan dimasukkan ke dalam pengurangan pelabuhan terbuka internasional dari 141 menjadi 25 pelabuhan. Namun, katanya, kapan penetapan 25 pelabuhan itu akan dilakukan masih menunggu pembahasan interdep. "Konsepnya kami sudah ada tinggal dibahas secara interdep," kata Batubara. Padahal, Dirjen Batubara dan pejabat sebelumnya mengatakan bahwa penetapan 25 pelabuhan terbuka internasional paling lambat akan dilakukan pada akhir Januari 2008. (*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/28/sebanyak-16-fasilitas-pelabuhan-ri-lolos-isps-code/
28/02/08 11:39

Pelaku Pencemaran Air Harus Dicabut Izin Usahanya

Pelaku Pencemaran Air Harus Dicabut Izin Usahanya

Surabaya (ANTARA News) - Sanksi yang dijatuhkan terhadap perusahaan yang terbukti melakukan pencemaran terhadap sumber-sumber air, baik kali atau sungai di Jatim harus lebih berat dan memiliki efek jera, atau bila perlu sampai pencabutan izin usaha. Hal itu disampaikan sejumlah aktivis hukum dan penggiat lingkungan di Jatim kepada ANTARA News di Surabaya, Minggu, terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang kini dibahas DPRD Jatim.

"Sanksi dalam raperda itu seharusnya lebih mengedepankan sanksi administratif, berupa penutupan sementara saluran pembuangan limbah dan pencabutan izin usaha. Bukan sanksi berupa denda sebesar Rp50 juta seperti yang diusulkan," kata Direktur Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Prigi Arisandi.

Ia mengatakan, jumlah denda yang dijatuhkan memang terhitung besar dibandingkan dengan tercantum pada Perda nomor 5 tahun 2000, yang menetapkan denda maksimal sebesar Rp 5 juta. "Tapi perlu diingat, sanksi denda atau sanksi pidana yang selama ini dijatuhkan, tidak memberikan efek jera pada perusahaan pelaku pencemaran. Sanksi yang lebih efektif adalah sanksi administratif berupa penutupan saluran pembuangan limbah atau pencabutan izin usaha," tegas Prigi.

Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Athoillah SH berharap DPRD Jatim bersikap lebih kritis dan mempertimbangkan segala faktor sebelum mengesahkan Raperda yang diserahkan Pemprov Jatim pada pertengahan Januari 2008. Menurut dia, semangat Raperda itu hanya memikirkan kelangsungan sumber air pada masa sekarang dan tidak memiliki semangat keadilan antargenerasi sebagaimana prinsip pembangunan berkelanjutan yakni untuk pemenuhan kesejahteraan rakyat di masa datang. "Raperda ini mengalami kemuduran bila dibandingkan PP Nomor 82 tahun 2001 yang menggunakan pendekatan ekosistem," katanya.

Athoillah menambahkan, pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dilakukan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem dengan lebih mengedepankan kondisi alamiah. Selain itu, pengelolaan air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukkannya.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/24/pelaku-pencemaran-air-harus-dicabut-izin-usahanya/
24/02/08 22:13

AS Harus Ikut Tanggung Biaya Kerusakan Hutan Indonesia

AS Harus Ikut Tanggung Biaya Kerusakan Hutan Indonesia
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Gabungan Bintang Pelopor Demokrasi, Yusron Ihza Mahendra, di Jakarta, Selasa pagi, mengatakan, Pemerintah Indonesia mesti mendesak Amerika Serikat melalui Menhan Robert Gates, agar ikut bertanggungjawab atas kerusakan hutan di Indonesia, terutama di Papua dan Aceh. "Kesempatan kunjungan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) ke sini, mestinya juga dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh Pemerintah RI untuk memperjuangkan berbagai hal, termasuk urusan pemulihan kelestarian lingkungan hidup Papua, Aceh dan Indonesia pada umumnya," kata politisi muda dari Bangka Belitung ini.

Bagi Yusron Ihza Mahendra, kedatangan pejabat tinggi yang merupakan salah satu tangan kanan Presiden George W Bush itu, setelah sebelumnya mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu)-nya ke sini, menunjukkan betapa vitalnya posisi Indonesia di mata mereka. "Kalau kita tidak bisa memainkan peran yang maksimal, nihillah hasilnya. Dan AS sendiri yang menikmati keuntungan dari kawasan ini. Padahal, Indonesia sesungguhnya berada pada posisi strategis di kawasan ini dan gerakannya di percaturan Asia Tenggara bahkan Asia Pasifik selalu diwaspadai AS dan kelompoknya," katanya.

Ia mengatakan, mantan jurnalis internasional ini menambahkan, peran PT Freeport Indonesia di Papua, PT ExxonMobile di Aceh, juga beberapa perusahaan milik AS di Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi, telah ikut memporak-porandakan kerusakan alam Indonesia. "Jika kini forum global ramai-ramai mengangkat isu `climate change, global warming` dan seterusnya, kita lalu bertanya, apa peran yang harus dimainkan negara-negara kapitalis Barat, terutama AS dan Eropa, juga Jepang yang memegang rol penting dalam ikut memproduksi gas atau emisi yang memporak-porandakan kelestarian alam ini," tanya Yusron Ihza Mahendra.

Karena itu, ia sekali lagi mengharapkan, agar pihak yang bisa menyuarakan ini secara langsung kepada AS melalui Menlu Robert Gates, harus bisa tampil meyakinkan, memperjuangkan kepentingan nasional serta global ini. "Persoalannya apakah kita mau berbicara terbuka dan bermartabat? Kan sudah jelas, harus ada kompensasi yang konkret akibat kerusakan atau bahkan pengrusakan hutan dan lingkungan hidup kita yang berlangsung terus secara sistematis ini," ujar Yusron Ihza Mahendra lagi.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/26/as-harus-ikut-tanggung-biaya-kerusakan-hutan-indonesia/
26/02/08 13:44

Departemen PU Bentuk Tim Pencari Lahan Pengganti

Departemen PU Bentuk Tim Pencari Lahan Pengganti

Jakarta--MI: Departemen Pekerjaan Umum membentuk tim guna mencari lahan baru untuk menggantikan lahan konservasi hutan yang akan di pakai PT Jasa Marga Tbk untuk melebarkan Tol Bandara Sedyatmo. "Kami membutuhkan lahan seluas 19 hektare untuk mengganti lahan milik Perhutani yang dipakai PT. Jasa Marga Tbk," kata Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum (PU), Hermanto Dardak di Jakarta, Rabu (27/2).

Menurut Hermanto, pihak Perhutani sudah mengijinkan lahan seluas 19 hektare tersebut guna dipakai untuk meninggikan dan melebarkan jalan tol bandara Soekarno Hatta yang konstruksinya dimulai Maret 2008 ini. Pihak Perhutani minta agar lahan itu diganti dengan lahan yang sama. "Kita sekarang tim itu bertugas untuk mencari lahan yang pas untuk mengganti lahan yang dipakai PT.Jasa Marga," kata Hermanto.

Selain itu, jelas Hermanto, lahan yang digunakan oleh Jasa Marga untuk membangun jalan tol ini, hutannya tidak dirusak. Pasalnya tanah tersebut hanya dilewati tiang saja (girder). "Lahan hutannya kita tidak akan rusak tetap sama," katanya. Hermanto mengharapkan lahan pengganti tersebut sudah ada dalam waktu dekat. Kebutuhan untuk perbaikan dan pelebaran tol Sedyatmo ini akan menelan biaya Rp. 800 miliar.

Sebelumnya, Jasa Marga berencana melebarkan dan meninggikan jalan tol Sedyatmo dua lajur kanan kiri, termasuk juga jalan tol yang saat ini ada. Pelebaran dan peninggian ini akan dimulai sebelah selatan terlebih dahulu yang akan dikerjakan pada bulan Maret ini. Sedangkan bagian Utara diperkirakan kontruksinya dimulai pada Juni. Sedangkan jalur tengah yang ada saat ini, juga akan diperbaiki. Namun perbaikan jalur tengah yang saat ini masih beroperasi diperuntukkan langsung masuk Bandara. Sedangkan jalur sebelah selatan maupun utara yang akan dibangun nanti, pihaknya akan membuat pintu gerbang di beberapa titik, termasuk di daerah Kamal akan dibuka gerbang tol. (Ant/OL-06)

http://www.mediaindonesia.com
Rabu, 27 Februari 2008 22:48 WIB

Spesies Baru Ikan Tawar Papua untuk Lelang Nama

Spesies Baru Ikan Tawar Papua untuk Lelang Nama

Jakarta, Rabu - Sebanyak 11 spesies baru ikan tawar yang ditemukan Tim Ekspedisi Ikan Air Tawar 2007 di Papua oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Akademi Perikanan Sorong dan Lembaga Riset Perancis IRD-France diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah diharapkan selanjutnya melelang nama spesies- spesies baru itu untuk menghimpun dana riset dan pendidikan di Papua."Ada contoh yang menarik ketika Pangeran Monaco juga melelang nama-nama ikan spesies baru dan menarik minat para filantropis. Cara serupa layak untuk diterapkan pada ikan spesies baru dari Papua," kata Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Perikanan dan Kelautan Indroyono Soesilo, Rabu (27/2) di Jakarta.

Menurut Indroyono, tim ekspedisi mengidentifikasi 11 spesies baru ikan tawar itu dari beberapa sungai dan jeram di wilayah Batanta dan Salawati di wilayah Raja Ampat, juga sungai-sungai di Sorong Selatan dan di Manokwari. Jenis ikan tersebut selama ini dikenal sebagai ikan pelangi (rainbow fish) dari kelompok Melanotaenia."Ekspedisi itu dijalankan dalam kurun Juni sampai Juli 2007 lalu, kemudian pada akhir Desember 2007 berhasil ditetapkan 11 spesies baru ikan tawar dari kelompok Melanotaenia," kata Indroyono. (KOMPAS/NAW)

Sebanyak sembilan dari 11 spesies baru ikan pelangi (rainbow fish) asal papua dari kelompok Melanotaenia berhasil ditemukan Tim Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP)- Akademi Perikanan Sorong-IRD Perancis pada Ekspedisi Ikan Air Tawar 2007 di sungai-sungai wilayah Sorong, Raja Ampat dan Manokwari.

http://www.kompas.co.id/read.php?cnt=.xml.2008.02.28.13281571&channel=1&mn=53&idx=56
Kamis, 28 Februari 2008 13:28 WIB

Terungkap Rahasia di Balik Penyamaran Ulat

Terungkap Rahasia di Balik Penyamaran Ulat

Jakarta, Senin - Jika dilihat sekilas, ulat yang biasa makan daun jeruk nipis ini kadang terlihat seperti kotoran burung dengan warna campuran hitam dan putih. Kadangkala ulat berwarna hijau sewarna dengan daun.

Ulat yang sebenarnya larva kupu-kupu Asia berekor cabang (swallowtail) ini memang memiliki teknik penyamaran yang variatif untuk menghindari ancaman predator. Larva muda menyamar seperti kotoran burung dan berubah menjadi hijau menjelang fase akhir sebelum menjadi kepompong.

Penelitian baru menunjukkan bahwa kemampuannya mengubah teknik penyamaran ini ditentukan hormon tertentu yang dihasilkan selama fase larva. Saat ulat mengakhiri fase penyamaran menyerupai kotoran burung, kadar hormon menurun sehingga tubuhnya berubah menjadi berwarna hijau. "Hormon ini telah diketahui menentukan proses pembentukan kulit, metamorfosis dan lainnya," ujar Haruhito Fujiwara dari Universitas Tokyo seperti dilansir Nasional Geographic, Jumat (21/2). Namun, baru kali ini terkuat bahwa hormon tersebut juga mengatur perubahan warna tubuh selama fase larva.

Hormon tersebut juga mengatur tekstur tubuh ulat dan distribusi pigmen yang menghasilkan warna di tubuhnya untuk menyempurnakan penyamarannya. Temuan Fujiwara bersama Ryo Futahashi yang juga dari Universitas Tokyo ini dilaporkan dalma jurnal Science terbaru edisi Jumat (22/2).(NATIONAL GEOGRAPHIC/WAH)

http://www.kompas.co.id/read.php?cnt=.xml.2008.02.25.14332784&channel=1&mn=53&idx=56
Senin, 25 Februari 2008 14:33 WIB

Ditemukan, Fosil Empat Burung Laut Raksasa

Ditemukan, Fosil Empat Burung Laut Raksasa

Jakarta, Senin - Fosil burung-burung laut purba berukuran besar ditemukan di Pulau Chatham, Selandia Baru. Para peneliti menemukan empat spesies yang semuanya diperkirakan hidup sezaman dengan dinosaurus. "Ini fosil burung tertua di Selandia Baru dan penting untuk mempelajari asal-usul burung modern," ujar Jeffrey Stilwell dari Universitas Monash, Australia, seperti dilansir National Geographic, Jumat (22/2). Burung-burung tersebut hidup di Periode Cretaceous sekitar 65 juta tahun lalu.

Namun, ia belum bersedia menjelaskan secara rinci deskripsi burung-burung tersebut karena belum terpublikasi dalam jurnal ilmiah. Fosil-fosil tersebut telah dikirim kepada Sylvia Hope, pakar burung di Akademi Sains Califonia, San Fransisco, AS, untuk diidentifikasi.

Stilwell hanya mengatakan bahwa keempat spesies mungkin tidak hanya spesies baru namun juga mewakili dua genus (marga) baru. Ukurannya relatif tinggi dan hanya satu spesies yang tingginya di bawah 30 centimeter. "Kami menemukan salah satu yang tingginya lebih dari semeter dan kami punya tulang yang lebih besar dari pada lainnya, "jelas Stilwell. (NATIONAL GEOGRAPHIC/WAH)

http://www.kompas.co.id/read.php?cnt=.xml.2008.02.25.13531135&channel=1&mn=53&idx=56
Senin, 25 Februari 2008 13:53 WIB

Monster-Monster Laut Tertangkap dari Perairan Antartika

Monster-Monster Laut Tertangkap dari Perairan Antartika

Sydney, Selasa - Dari perairan dingin Antartika, para ilmuwan berhasil merekam dan menangkap makhluk-makhluk laut raksasa. Salah satu monster laut itu berbentuk mirip laba-laba laut namun berukuran sebesar piring makan. Seekor ubur-ubur yang memiliki tentakel hingga 6 meter juga ikut ditangkap. "Gigantisme sangat biasa di perairan Antartika, kami telah mengumpulkan cacing raksasa, udang raksasa dan laba-laba laut yang sebesar piring ini," ujar Martin Riddle, ilmuwan Australia, Selasa (19/2). Banyak di antaranya ikan-ikan yang hidup di kegelapan dan bermata besar sehingga terlihat menakutkan.

Makhluk-makhluk laut yang misterius itu adalah sebagian dari koleksi yang dikumpulkan para peneliti dari Laut Selatan selama ekspedisi CEAMARC (Collaborative East Antarctic Marine Sensus). Sekitar 25 persen sampel yang dikoleksi diperkirakan baru dalam dunia sains hewan. Masing-masing seberat rata-rata 30 kilogram dan sebagain diambil dari kedalaman antara 200-1400 meter. Pengambilan sampel dimaksudkan sebagai sensus kehidupan laut di dekat Kutub Selatan. Para peneliti gabungan dari Jepang, Australia dan Prancis melakukan ekspedisi dengan tiga kapal ilmiah, masing-masing Aurora Australia, L'Astrolabe milik Prancis dan Umitaka Maru milik Jepang. "Spesimen-spesimen yang dikumpulkan akan dikirim ke universitas-universitas dan museum-museum di sleuruh dunia untuk diidentifikasi, diperiksa jaringannya dan dikodekan DNA-nya," ujar Graham Hosie, ketua proyek sensus dari kapal Umitaka Maru. Para ilmuwan menggunakan data-data pengukuran ini untuk menilai perubahan ekosistem laut dalam akibat pemanasan global.

CEAMARC adalah bagian dari sensus kehidupan laut Antartika yang dikoordinasikan Australian Antarctic Division. Sepanjang Tahun Kutub Internasional (2007-2009) telah dijadwalkan pengiriman 16 kapal ilmiah untuk melakukan penelitian.(REUTERS/WAH)

http://www.kompas.co.id/read.php?cnt=.xml.2008.02.19.15283212&channel=1&mn=53&idx=56
Selasa, 19 Februari 2008 15:28 WIB

'Katak Setan' Ditemukan di Madagaskar

'Katak Setan' Ditemukan di Madagaskar

Washington, Senin - Spesies katak yang hidup di zaman dinosaurus ini disebut 'katak setan'. Bukan karena katak tersebut sudah punah lalu bergentayangan lho. Para ilmuwan yang menemukan fosilnya menyebutnya demikian karena ukuran tubuhnya yang besar dan bentuknya yang aneh.

Mereka memberinya nama Beelzebufo ampinga, diambil dari Beelzebub, yang berarti setan dalam bahasa Yunani dan bufo, berarti katak dalam bahasa Latin. Ampinga berarti perisai untuk menunjukkan ciri khas tubuhnya yang sekilas menyerupai baju baja.

Dengan panjang tubuh 40 centimeter dan berat 4,5 kilogram, ia paling besar di antara spesies katak yang pernah hidup di Bumi. Katak Goliath yang masih hidup di Afrika Barat hanya seberat 3,5 kilogram. Namun, ia tidak berkerabat dekat dengan katak Goliath, melainkan dengan katak di Amerika Selatan yang disebut Ceratophyrs atau katak Pac Man karena mulutnya yang besar. Keduanya sama-sama memiliki semacam tanduk di kepalanya.

Mulutnya memang sangat lebar dengan rahang yang kuat. Ia mungkin mengunyah mangsanya dengan sengit. Bahkan, katak setan mungkin juga memangsa bayi dinosaurus. "Tidak dipungkiri bahwa Beelzebufo mungkin memangsa kadal, mamalia dan katak-katak lebih kecil bahkan dinosaurus yang baru menetas," ujar David Krause dari Universitas Stony Brook, New York, AS. Krause menemukan fosil tersebut di bagian barat laut Madagaskar sejak tahun 1993 namun deskripsi makalahnya baru dimuat dalam jurnal Proceedings of the national Academy of Sciences edisi Senin (18/2). Katak tersebut diperkirakan hidup di Periode Cretaceous antara 65-70 juta tahun lalu.

Temuan ini tidak hanya mengejutkan namun memberi petunjuk baru mengenai sejarah Madagaskar. Pulau di Samudera Hindia tersebut mungkin pernha bersatu dengan merika Selatan atau katak bermigrasi melalui Antartika yang saat itu masih hangat.(AP/WAH)

http://www.kompas.co.id/read.php?cnt=.xml.2008.02.19.12154943&channel=1&mn=53&idx=56
Selasa, 19 Februari 2008 12:15 WIB

Unair Bedah Paus Kepala Melon

Unair Bedah Paus Kepala Melon

Laporan wartawan Kompas Kris R Mada

Surabaya, Senin- Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Senin (18/2), membedah Paus Kepala Melon (Peponochepala electra). Mamalia laut yang dilindungi itu akan dijadikan bahan pelajaran.

Kepala Departemen Patologi FKH Unair Hani Plumariastuti mengatakan, paus itu diterima pagi tadi dalam keadaan mati, dikirim oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur untuk dipelajari. "Ini pertama kali kami mendapat Paus Kepala Melon," ujarnya. Sementara ini, disimpulkan kematian disebabkan karena usia tua.

Paus jantan itu telah mencapai usia rata-rata maksimal spesiesnya, 50 tahun. "Selain itu, kondisi tubuhnya lemah antara lain karena kematian jaringan pada Jantung dan hati," ujarnya. Paus itu terdampar di Pantai Kenjeran Surabaya pada hari Jumat lalu bersama seekor paus sejenis berjenis kelamin betina. Tetapi, paus betina sehat dan sudah dilepaskan kembali ke laut.

Sedangkan paus jantan mati dan dikirimkan ke FKH Unair untuk dipelajari. Saat ini, paus itu telah selesai dibedah. Sebagian besar organ dalam tubuhnya akan diawetkan. Tubuh dan kerangkanya juga akan diawetkan sehingga bisa dipelajari di kemudian hari. Kris R Mada

http://www.kompas.co.id/read.php?cnt=.xml.2008.02.18.1503364&channel=1&mn=53&idx=56
Senin, 18 Februari 2008 15:03 WIB

Sejumlah Pihak Sepakat Kelola DAS Citarum Secara Sinergis

Sejumlah Pihak Sepakat Kelola DAS Citarum Secara Sinergis

Bandung, Senin-Agar konservasi daerah aliran sungai Citarum dapat berjalan dengan secara sinergis, beberapa pemangku kepentingan sepakat membentuk badan pengelola dana lingkungan Citarum bernama Eco Trust Fund. Selain mengelola dana lingkungan, lembaga ini diarahkan sebagai koordinator pelestarian lingkungan sekaligus pusat pertukaran informasi tentang sungai Citarum.

ETF merupakan lembaga non profit untuk konservasi ekosistem alam yang lahir dari nota kesepahaman Kementrian Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup pada tanggal 1 Agustus 2007. Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Eco Trust Fund (ETF) Grace Elisabeth di sela peluncuran lembaga pengelola dana lingkungan ETF, Senin (25/2) di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.

Menurut Grace, banyak lembaga yang telah melakukan kegiatan pelestarian daerah aliran sungai Citarum. Namun, karena tidak ada koordinasi dan kerjasama dengan perusahaan atau instansi lain, maka dampaknya kurang signifikan. "Di satu pihak, ada perusahaan yang menghijaukan daerah pinggiran Sungai Citarum. Sementara pihak lain justru melakukan pengerukan karena sungai terlalu dangkal. Matilah semua pohon yang ditanam," jelas Grace.

Untuk melakukan usaha sinergis dalam pelestar ian daerah aliran sungai (DAS) Citarum, beberapa perusahaan melakukan kesepakatan dengan menandatangai nota kesepahaman. Perusahaan-perusahaan yang menandatangani, antara lain PT Indonesia Power, Asosiasi Pertektilan Indonesia (API) Jabar, Yayasan Greener s, Bina Mitra dan Bird Conservations untuk pengembangan sistem informasi dan pemberdayaan lingkungan Citarum.

Dengan kesepakatan itu, ETF akan membantu perusahaan-perusahaan meningkatkan tata kelola kegiatan tanggung jawab sosial, khususnya untuk pelestarian Sungai Citarum. Mereka juga sepakat mengalokasikan dana rehabilitasi Citarum.

Menteri Kehutanan MS Kaban melalui Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan Sunaryo mengatakan, dengan ketiga waduk besar, yaitu Saguling, Cirata dan Jatiluhur, peran DAS Citarum sangatlah besar. DAS Citarum mengaliri sekitar 300.000 hektar sawah di Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, bahkan Jakarta, tutur Kaban.

Sementara itu, di Bandung, sebanyak 200 industri tekstil juga menggantu ngkan proses produksi mereka dari aliran Sungai Citarum. Dengan demikian, sebagai ekosistem yang berpengaruh bagi masyarakat banyak, Sungai Citarum harus dikelola secara terpadu oleh seluruh pemangku kepentingan. Kegiatan yang dilaksanakan harus saling memperkuat. Alam tetap terjaga dan usaha tetap jalan. Prinsipnya, kegiatan harus adaptif terhadap DAS, tegas Kaban.

Sunaryo menambahkan, beberapa tahun ini Sungai Citarum mengalami perubahan volume air yang sangat drastis pada musim hujan dan kemarau. Tingkat fluktuasi volume airnya tinggi. "Saat kemarau kering sekali, sedangkan saa musim penghujang justru banjir," ungkapnya. Menurut Sunaryo, untuk mengatasi hal ini, harus ada niat dan langkah bersama dalam mengubah pola hidup masyarakat maupun pola industri perusahaan.

Hemat energi

Sekretaris Perusahaan PT Indonesia Power Lili Tjardi mengatakan, dengan produksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sekitar 5 miliar Kilo Watt per tahun, setidaknya dapat dihemat 17 juta ton bahan bakar minyak (BBM). Dengan terjaganya stabilitas volume Sungai Citarum, maka PLTA dapat berjalan tanpa membutuhkan banyak BBM, ujar Lili.

Selain mendukung PLTA, menurut Lili, DAS Citarum dengan beberapa bendungannya juga menghidupi jutaan orang yang bergantung pada sektor pertanian, perikanan, peternakan dan industri.(A01)

http://www.kompas.co.id/read.php?cnt=.xml.2008.02.25.23434842&channel=1&mn=42&idx=43
Senin, 25 Februari 2008 23:43 WIB

Rabu, Februari 27, 2008

Lempeng Gempa di Sumatera Bersudut Landai

Lempeng Gempa di Sumatera Bersudut Landai

Jakarta-RoL-- Rangkaian gempa yang titik pusatnya di sepanjang pantai barat Pulau Sumatera dalam sepekan terakhir terjadi di lantai Samudera Hindia yang sudutnya landai, kurang dari 10 derajat, kata seorang pakar gempa bumi.

Menurut Prof Dr Sri Widiyantoro, guru besar bidang seismologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dua gempa berkekuatan di atas 6,5 dengan titik pusat gempa yang relatif dangkal sangat potensial menimbulkan Tsunami. "Namun syukur dua gempa besar itu tidak mengakibatkan Tsunami, karena lempeng Samudera Hindia yang menyusup di lokasi titik gempa sudutnya landai," kata Widiyantoro kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Tsunami terjadi kalau ada deformasi vertikal di lantai samudera, sehingga ada air yang terangkat dari lantai samudera dan kolom air naik. "Kemungkinan munculnya Tsunami akan lebih besar bila sudut kelandaian lantai samudera di atas 10 derajat," ujar Widiantoro. Di pantai barat Pulau Sumatera, rata-rata sudut penunjaman lantai samudera lebih landai daripada pantai selatan Pulau Jawa, ini karena lantai samudera di bawah Sumatera lebih muda daripada Pulau Jawa.

Usia lantai samudera di bawah Pulau Sumatera diperkirakan 50 juta tahun, sementara lantai samudera di bawah Pulau Jawa adalah sekitar 100 juta tahun. Ia menjelaskan, bila lempeng berusia muda maka daya apungnya masih tinggi, densitasnya relatif lebih ringan dan lantainya lebih landai. "Lempeng yang lebih muda juga lebih aktif dan menyusup dengan sudut penunjang yang landai. Kondisi macam ini juga menimbulkan bahaya gesekan yang lebih kuat, sehingga skala gempa biasanya besar-besar bahkan hingga 7 skala Richter," kata Widiyantoro memaparkan.

Namun gempa adalah proses yang meluruh, pelepasan energi yang tidak terjadi secara sekaligus dalam satu waktu saja. "Gempa bumi terjadi akibat lempeng yang pecah dan menyusup, tentu pelepasan energinya pun menyesuaikan sesarnya masing-masing," ujar Widiantoro. "Memang gempa bumi sangat sulit diprediksi, sepertinya tidak berpola, tapi sejak Desember 2004 kondisi lempeng di bawah Pulau Sumatera belumlah stabil sehingga yang terjadi sekarang adalah proses mencari posisi kesetimbangan," tambahnya.

Widiyantoro mengingatkan masyarakat agar tidak terlalu khawatir akan datangnya gempa, sebab BMG sudah sangat cepat menginformasikan warta gempa dan potensi Tsunami. Tiga gempa berkekuatan di atas 6,5 skala Richter terjadi pada Rabu (20/2), Senin (25/2) dan Selasa (26/2). Pada 20 Februari, gempa berkekuatan 7,3 skala Richter terjadi di pusat gempa 33 Km di 40 Km Baratlaut Sinabang (NAD). Sementara pada 25 Februari gempa terjadi di 165 Km Baratdaya Mukomuko (Bengkulu) di kedalaman 10 Km dan tercatat mencapai kekuatan 7,2 skala Richter dan gempa pada Selasa 26 Februari terjadi pada pukul 04.02 WIB di kedalaman 27 Km dengan pusat gempa di laut 171 Km Barat daya Painan (Sumatera Barat). antara/mim

http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=324979&kat_id=23
Selasa, 26 Februari 2008 14:55:00

7 Cara Atasi Kulit Kaki Pecah dan Kapalan

7 Cara Atasi Kulit Kaki Pecah dan Kapalan

Jakarta, Senin - Kaki yang pecah-pecah membuat kecantikan perempuan kurang lengkap. Apalagi kalau terjadi kapalan di bagian tertentu. Coba cara berikut untuk mengatasinya.

Gara-gara kaki perempuan, sejarah Nusantara bisa berubah. Itu terjadi pada Ken Dedes. Gara-gara kain Ken Dedes tersingkap, Ken Arok terpesona melihat keindahan betis dan kakinya. Sejarah kemudian menuliskan Ken Arok bertahta sebagai raja Kerajaan Singasari dengan Ken Dedes sebagai permaisurinya. Kisah itu pun menyiratkan, kaki yang indah menambah poin daya tarik seorang perempuan. Sebaliknya, kaki kering dan pecah-pecah bakal menurunkan daya tarik itu.

Layak Diperhatikan

Seperti anggota tubuh yang lain, sebenarnya kaki juga layak mendapat perhatian ekstra. Jika rambut secara berkala mendapat perawatan creambath, kaki juga layak dimanjakan dengan pedikur untuk membersihkan kuku dan sel-sel kulit mati di sekitar kaki.

Memang sudah selayaknya kita memanjakan kaki karena kaki sudah bekerja keras sepanjang hari. "Kaki memiliki tugas berat sebagai penyangga tubuh kita," kata Djoko Kurniawan, brand manager produk perawatan kulit Erhalogy. Kaki yang sehat dan indah pasti akan menambah rasa percaya diri dan siap membawa tubuh kita ke mana pun pergi.

Mungkin karena kesibukan dan sering ditutup sepatu, kecantikan kaki sering terabaikan. Tanpa disadari kemudian muncul masalah, mulai dari kaki bau, kulit sangat kering, pecah-pecah. "Selain kaki kering dan pecah-pecah, masalah yang sering dialami perempuan Indonesia adalah penebalan di bagian tertentu kulit kaki. Ini sering kita sebut kapalan atau callus dalam bahasa kedokteran," sebut Dr Indrawati Widjaja, SpKK, dokter spesialis kulit dari Erha Institute Jakarta.

Kulit kaki dan tumit yang ekstra kering itu terjadi karena jenis kulit yang memang kering, kelainan kulit bawaan, terjadi dehidrasi atau kekurangan air pada kaki. Jenis kulit kaki yang kering bakal tambah parah jika terpapar pendingin udara atau terpapar cuaca kering terus-menerus. Belum lagi jika kaki juga terpapar zat-zat kimia dari deterjen, pembersih lantai dan lain-lain. "Karena itu, usahakan menggunakan alas kaki saat mencuci atau membersihkan lantai," kata Dr Indrawati.

"Kalau masalah penebalan atau kapalan pada kaki, terutama terjadi pada bagian yang sering bergesekan dengan sepatu atau sandal. Biasanya penebalan kulit ini terjadi karena penggunaan sepatu hak tinggi, gangguan dari tulang metatarsal, ketidaknormalan cara berjalan, atau oleh obesitas," paparnya.

Rendam Air Hangat

Untuk masalah kulit kaki kering, ia menyarankan untuk tak lupa mengoleskan body lotion di daerah kaki. "Tetapi, bukan sembarang body lotion. Pilih yang mengandung banyak pelembab," katanya. Selain mengoleskan pelembab, jangan lupa merendam kaki selama setengah jam dalam air hangat seminggu dua atau tiga kali. "Setelah itu bersihkan kaki dengan sikat lembut. Untuk mengikis sel-sel kulit mati dan kulit yang kapalan, kaki bisa digosok menggunakan scrub atau batu apung," ujarnya.

Dr Indrawati mengingatkan bahwa kulit kapalan harus benar-benar siap terlebih dahulu sebelum digosok dengan scrub atau batu apung. Kulit di bagian itu harus dilunakkan dulu dengan produk yang mengandung asam salisilat, asam laktik dan karbamid. Asam salisilat berfungsi melepaskan dan menghilangkan sisik pada lapisan stratum korneum. Asam laktik berfungsi meningkatkan kadar air pada kulit, sedangkan karbamid sebagai pelembab pada kulit kaki kering.

Cara Mudah Percantik Kaki


1. Manjakan kaki dengan pedikur.


Jangan lupa minta pada terapis kaki Anda untuk memoles kutek pada kuku kaki. Kaki Anda bakal terlihat indah dan terawat.

2. Hindari duduk terlalu lama.


Duduk terlalu lama akan membuat kaki bengkak.

3. Batasi asupan garam.


Ini juga akan membuat kaki Anda bengkak.

4. Batasi pemakaian stiletto.


Memang Anda jadi terlihat seksi dan menarik bila memakai stiletto, tetapi sebaiknya jangan terlalu lama memakainya. Sepatu ini oke jika dipakai ke pesta, tetapi kurang nyaman bila dipakai ke kantor.

5. Oleskan minyak zaitun.


Pilih minyak zaitun jenis extra virgin. Jenis zaitun ini adalah sumber vitamin E yang baik dan bisa jadi pelembab untuk mengatasi tumit dan kaki kering.

6. Tambahkan susu atau minyak esensial.

Teteskan minyak esensial kesukaan Anda pada air rendaman kaki. Anda rileks, kaki pun jadi cantik. Anda juga bisa memanjakan kaki dengan mandi susu karena susu bisa melembutkan dan melembabkan kaki.

7. Coba pijat refleksi kaki.

Pijat ini bersifat merilekskan. Tawaran pijat refleksi sekarang mudah ditemui. Bahkan, ada yang menawarkan pijat refleksi sekaligus pedikur! (Gaya Hidup Sehat). DIY.

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.02.25.17272337&channel=1&mn=35&idx=37
Senin, 25 Februari 2008 17:27 Wib

Orangutan Punah Delapan Tahun Lagi

Orangutan Punah Delapan Tahun Lagi

Tebo, Kompas - Orangutan diperkirakan punah dalam delapan hingga sepuluh tahun mendatang apabila pembukaan hutan di Sumatera dan Kalimantan tetap berlangsung agresif. Konservasi habitat aslinya di kawasan hutan diperlukan untuk menjaga keberlangsungan spesies berstatus terancam punah ini.

Direktur Konservasi Paneco Sumatran Orangutan Conservation Programme, Ian Singleton mengatakan, jumlah orangutan terus berkurang sekitar 5.000 ekor setiap tahun, seiring maraknya pembukaan habitat asli sepesies ini menjadi perkebunan sawit. Orangutan kini hanya tinggal 6.500 ekor di Sumatera dan 45.000 ekor di Kalimantan. Kalau pembukaan lahan terus terjadi di hutan Sumatera dan Kalimantan, hanya sekitar delapan sampai sepuluh tahun, kita tak dapat lagi melihat orangutan, ujarnya.

Pembukaan hutan, menurut Ian, menyulitkan orangutan mendapatkan sumber-sumber makanan. Mereka semakin terimpit dan populasinya menjadi lebih padat pada hutan yang tersisa. Namun, jumlah mereka secara keseluruhan terus menurun. ITA

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.02.24.14051912&channel=1&mn=42&idx=43
Minggu, 24 Februari 2008 14:05 Wib

PP No 2/2008 Tegaskan Tambahan Pajak Bagi Pertambangan di Hutan

PP No 2/2008 Tegaskan Tambahan Pajak Bagi Pertambangan di Hutan

Penulis : Asep

Jakarta--MI: Departemen Kehutanan menegaskan terbitnya Peraturan Pemerintah No 2/2008 bukan merupakan upaya mempermudah perambahan hutan lindung untuk pertambangan. Keluarnya PP ini justru menjadi tambahan beban di samping beban-beban lain yang sudah ada. "Selama ini sektor kehutanan tidak dapat apa-apa dari pemakaian hutan untuk penambangan. Dengan adanya, tarif ini, maka kehutanan akan berpotensi memperoleh PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) sebesar Rp 600 miliar setiap tahun untuk tambang yang sudah ada," ungkap Menteri Kehutanan MS Kaban saat ditemui di Jakarta, Kamis (21/2).

Menurut Kaban, pemakaian hutan apalagi hutan lindung semestinya tidak merugikan sektor kehutanan. Soalanya, pemakaian hutan untuk pertambangan sudah pasti akan merusak kawasan hutan. Untuk itulah Dephut berinisiatif menentukan tarif untuk PNBP dari pemanfaatan hutan untuk pertambangan.

Ketentuan ini dituangkan dalam PP No 2/2008 tentang jenis dan tarif PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang ditandatangani 4 Februari lalu. Lebih jauh, Kaban menambahkan untuk 13 usaha pertambangan yang sudah mendapat izin penggunaan hutan lindung, Dephut tidak ingin menghambatnya. Pasalnya, izin tersebut sudah merupakan keputusan pemerintah .

Kaban menegaskan, aturan PP ini tidak berlaku surut. Untuk itu, bagi pertambangan yang sudah melakukan penambangan tetap dikenai kewajiban mengganti lahan. Sedangkan, bila penggantian tidak bisa dilaksanakan, mereka juga dikenai kewajiban membayar pajak sesuai PP No 2/2008. Untuk tambang yang sudah ada saja dia memperkirakan akan memberikan kontribusi PNBP kehutanan sebesar Rp 600 miliar.

Bila usaha pertambangan lainnya berjalan, PNBP-nya akan meningkat. Dana ini bisa dipakai untuk pengembangan sektor kehutanan. Meski begitu, Kaban mengingatkan hutan lindung tetap menjadi objek perlindungan. Sehingga, penggunaan lahan hutan untuk penambangan harus mempetimbangkan analisa dampak lingkungan. Jika pengusaha tidak bisa memenuhinya, pemerintah akan mencabut izin tersebut. "Tapi soal cabut mencabut izin itu urusan ESDM," tambahnya.

Sementara itu Kepala Badan Planologi Kehutanan Dephut Yetti Rusli penerbitan PP No 2/2008 hanya mengatur besaran tarif atau pajak untuk pertambangan di hutan. Sedangkan, kelayakan penambangan dan lainnya akan mengacu pada aturan perizinan. Dephut tidak akan memberikan izin bagi penambangan terbuka selain 13 izin yang ada. Soalnya, hutan lindung merupakan urat nadi kehidupan yang harus dilindungi. "PP ini hanya mengatur besaran tarif. Layak tidaknya usaha untuk memanfaatkan hutan tetap diatur dalam perizinan. Bila izin keluar, aturan tarif ini akan diterapkan," jelas Yetti.

Meski demikian, Yetti memaparkan dari 13 izin yang ada, hanya empat perusahaan yang sudah mengajukan izin prinsip. Itupun baru tiga yang sudah lulus untuk selanjutnya memenuhi kewajiban sebelum memulai praktek penambangan di hutan lindung. Ketiga perusahaan diantaranya PT Aneka Tambang, PT Indominco Mandiri, dan PT Natarang Mining. Selebihnya, masih hanya berupa izin eksplorasi dan masih jauh sebelum memulai praktek ekploitasi hutan untuk tambang. (Toh/OL-03)

http://www.mediaindonesia.com/
Jum'at, 22 Februari 2008 06:16 WIB

Separuh Penduduk Bumi Tinggal di Kota pada Akhir 2008

Separuh Penduduk Bumi Tinggal di Kota pada Akhir 2008

New York--MI: Hingga akhir tahun ini, separuh dari 6,7 miliar warga di bumi akan tinggal di daerah perkotaan, demikian laporan PBB yang disiarkan Selasa (26/2) waktu setempat.

Revisi Propek Urbanisasi 2007, yang disiapkan oleh Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial (DESA), memberikan perkiraan dan proyeksi resmi PBB mengenai penduduk perkotaan, desa dan kota besar di semua negara di dunia hingga 2050. "Data paling akhir yang tertulis di dalam laporan tersebut mengkonfirmasi bahwa "urbanisasi berkembang di mana-manan", kata Hania Zlotnik, Direktur Divisi Kependudukan DESA, di Markas PBB, New York.

Zlotnik menambahkan barangkali pesan paling penting dalam laporan tersebut ialah tak semua wilayah di dunia dihuni secara sama. "Meskipun Asia dan Afrika adalah daerah yang paling kurang mengalami urbanisasi, kedua wilayah itu menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk dunia," katanya. Ditambahkannya, pertumbuhan penduduk kota dalam beberapa tahun ke depan akan sangat terpusat di kedua wilayah itu. Saat ini terdapat 1,6 miliar orang yang tinggal di daerah perkotaan di Asia. Jumlah tersebut diperkirakan bertambah sebanyak 1,8 miliar orang lagi dalam empat dasawarsa ke depan, lebih dari separuh penduduk perkotaan, kata Zlotnik.

China, yang sekarang memiliki 40 persen perkotaan, diperkirakan akan memiliki lebih dari 70 persen kota hingga 2050. Penduduk perkotaannya diperkirakan akan berjumlah satu miliar orang sekitar tahun itu. Sebaliknya, hanya 30 persen penduduk India kini tinggal di daerah perkotaan --sedikit lebih dari 300 juta orang. Hingga 2050, 55 persen penduduk India akan tinggal di daerah perkotaan, atau sebanyak 900 juta orang. Saat berpaling ke Afrika, Zlotnik mengatakan penduduk perkotaan "kelihatannya akan menjadi tiga kali lipat dalam 40 tahun ke depan", melonjak dari 340 juta orang hingga melebihi 900 juta.

Sementara itu, penduduk perkotaan akan berkembang sedikit di Amerika Latin, dan tak mengalami perubahan besar di dunia maju, katanya. Zlotnik menambahkan, "Kurang-lebih apa yang kita hadapi hari ini adalah apa yang akan mereka hadapi." Menurut laporan tersebut, sekarang terdapat 19 "kota-mega" --kota yang memiliki lebih dari 10 juta warga-- di seluruh dunia, tapi hingga 2050, jumlah itu akan meningkat jadi 27. (Ant/OL-2)

http://www.mediaindonesia.com/
Rabu, 27 Februari 2008 11:15 WIB

Terumbu Karang di Pulau Enggano Terancam Habis

Terumbu Karang di Pulau Enggano Terancam Habis

Bengkulu--MI: Keberadaan terumbu karang di Pulau Enggano, Bengkulu Utara, terancam rusak dan habis, karena terus diambil secara ilegal untuk dijadikan bahan bangunan proyek-proyek pembangunan fisik dan keperluan pribadi warga setempat.

Basir Kauno, salah seorang tokoh masyarakat Enggano, Senin, menilai, pemerintah sampai sekarang belum berhasil mengatasi penambangan liar batu karang di Enggano tersebut, sehingga keberadaannya terancam habis dan akan berdampak pada rapuhnya pondasi pulau tersebut.

Menurut dia, yang sangat mengkhawatirkan adalah pengambilan secara besar-besaran oleh pihak kontraktor pembangunan jalan dan bangunan fisik proyek pemerintah lainnya di pulau tersebut, padahal terumbu karang itu berfungsi memperkokoh pondasi Pulau Enggano yang berjarak 97 mil dari Kota Bengkulu itu.

Bila terumbu karang itu habis akan mengancam pulau terpencil itu menjadi tenggelam, karena kawasan hutannya pun sekarang sudah mulai dibabat dan diambil kayunya oleh masyarakat. Ia juga menilai, pembangunan di Pulau Enggano selama ini masih sebatas proyek uji coba dan bukan untuk pengembangan dan mempertahankan kekayaan alam yang ada. Basir mencontohlan beberapa proyek besar tahun lalu antara lain transmigrasi yang menghabiskan dana puluhan miliar rupiah sampai sekarang terbengkalai termasuk pengadaan kapal nelayan sampai kini tidak ada realisasinya.

Pembangunan jalan dan irigasi seluruhnya menggunakan terumbu karang yang ada di daerah itu, bila terumbu karang tersebut habis, Pulau Enggano ke depan tinggal kenangan dan akan tenggelam apalagi hutannya terus dibabat untuk diambil kayunya. Menurut penetian ahli kepulauan, kata Basir Kauno, Pulau Enggano berada di atas kekuatan karang, bila karang-karang itu terus diambil pondasinya akan runtuh.

Untuk mengantisipasinya, pihak Pemkab Bengkulu Utara harus tegas menindak dan menyetop pencurian sumber daya alam yang ada di pulau terpencil yang berada di Samudra Indonesia itu. Sebelum masuknya transmigrasi ke daerah itu, banyak pengusaha berpura-pura ingin menanamkan modalnya dengan membuka perkebunan besar, namun setelah berjalan ternyata hanya mengambil kayu dan gulung tikar. Menanggapi rencana masuknya investor ke daerah itu, Basir menyambut positif asalkan kepentingan masyarakat setempat tak diabaikan. (Ant/OL-03)

http://www.mediaindonesia.com/
Rabu, 27 Februari 2008

Australia : Emisi Karbon Terus Bertambah

Australia : Emisi Karbon Terus bertambah
Canberra-MI : Emisi karbon Australia terus bertambah karena ketergantungan terhadap batu-bara untuk menjadi sumber enerji listrik, demikian laporan pemerintah Selasa (26/2), walaupun negara itu telah menyatakan akan memenuhi target prorokol Kyoto yang ditetapkan pada 2012. Menteri Perubahan Iklim Penny Wong mengatakan emisi karbon akan bertambah sehingga mencapai 108 persen dari tingkat yang didapatkan pada tahun 1990 pada tahun 2008 ini hingga 2012, memenuhi target yang ditetapkan oleh Protokol Kyoto yang telah menetapkan target gas rumah kaca bagi negara-negara maju.

Wong mengatakan bahwa angka tersebut baik untuk Australia dan menunjukkan adanya penurunan dalam perkiraan emisi karbon walaupun hal itu terus berlangsung meningkat hingga mencapai 120 persen dari tingkat emisi karbon pada tahun 1990 pada masa menjelang tahun 2020. "Kita sepatutnya tidak bergembira atas kenaikkan polusi rumah kaca di Australia," kata ahli iklim John Connor dari Institut Iklim Australia.

Bagian bumi yang paling kering Australia juga negara pengekspor batu-bara terbesar di dunia dengan ekonomi yang bergantung pada bahan bakar bbm dimana 80 persen listrik berasal dari pusat-pusat pembakaran batu-bara. Australia bertanggung jawab atas 1,2 persen emisi karbon global, namun tetap menjadi salah satu negara penghasil polusi terbesar per kapita.

Pemerintahan terdahulu, pemerintahan Konservatif dalam perundingan Protokol menyetujui untuk menetapkan target emisi sebesar 108 persen pertambahan menjelang tahun 2012 namun kemudian menolak untuk meratifikasi perjanjian tersebut, dengan alasan target sebesar itu tidak adil dan akan mengganggu perekonomian negara.

Namun Perdana Menteri yang sekarang Kevin Ruud telah meratifikasi Protokol Kyoto mengenai perubahan iklim pada Desember lalu sebagai kebijakannya yang pertama setelah diangkat sebagai pm sehingga kini Amerika Serikat adalah satu-satunya negara maju yang tajk mau menanda-tangani perjanjian Kyoto.

Laporan mengenai emisi karbon yang diterima Selasa telah memperlihatkan keputusan pemerintah untuk menghentikan penebangan dan pembersihan lahan merupakan alsan utama mengapa Australia dapat mencapai target Protokol Kyoto dengan sebagian besar sektor lain melakukan penambahan polusi karbon yang cukup besar.

Emisi dari pusat-pusat enerji termasuk tenaga listrik akan bertambah 56 persen dari tingkat emisi 1990 menjelang 2012 dan akan mencapai 64 persen pada tahun 2020. Emisi dari trasportasi diproyeksikan untuk menncapai kenaikan sebesar 42 persen dari tingkat emisi karbon tahun 1990 pada tahun 2012 dan dengan pertambahan 67 persen pada tahun 2020. Sementara sektor industri akan mengalami peningkatan 49 persen pada tahun 2012 dan 95 persen pada tahun 2020.

Emisi rumah kaca dari pemanfaatan lahan dan hutan akan turun 68 persen dari tingkat emisi karbon pada tahun 1990 pada tahun 2012 dan tetap stabil mulai dari tahun 2010 hingga 2020, demikian laporan itu dalam hitungan perkiraaan. Sementara emisi per kapita akan turun sebesar 13 persen dari tingkat emisi tahun 1990 dari 33 ton menjadi 28 ton pada tahun 2012 akan naik menjadi 29 persen per orang pada 2020, laporan itu mengatakan. "Kami menyadari masih banyak yang harus dilakukan ," kata Wong sambil menambahkan Austlia berencana untuk memperkenalkan sistem insentif karbon kepada pihak pengusaha dalam bentuk uang bagi yang berhasil mengurangi emisi karbon dalam usahanya. (Rtr/Ant/OL-03)

http://www.mediaindonesia.com/
Rabu, 27 Februari 2008 02:56 WIB