Jumat, Maret 28, 2008

RI Desak G-8 Realisasikan Pengurangan Emisi Karbon

RI Desak G-8 Realisasikan Pengurangan Emisi Karbon


Tokyo (ANTARA News) - Indonesia mendesak negara-negara maju terutama anggota G-8 untuk segera merealisasikan komitmennya mengurangi emisi karbon dan tanggungjawabnya terhadap negara dalam persoalan perubahan iklim dan lingkungan.

Demikian pandangan delegasi Indonesia yang dipimpin Deputi Menteri Lingkungan Hidup dan Peningkatan Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Masnellyarti Hilman dalam pertemuan tingkat Menteri Lingkungan Hidup G-8 di Tokyo, Minggu.

Masmellyarti Hilman mengatakan, kelangsungan penanganan masalah lingkungan dan perubahan iklim sangat bergantung pada kerja sama kedua belah pihak antara negara maju dan berkembang dalam kerangka kerja yang konkret. "Ada tiga persoalan yang menjadi sorotan Indonesia dalam pertemuan tingkat mentrei ini, yakni transfer teknologi, adaptasi dan bantuan dana," ujarnya.

Jepang selaku tuan rumah pertemuan G-8 sengaja mengundang negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia dan Meksiko guna memberikan masukan bagi mitra negara-negara maju, yang tergabung dalam G-8.

Selain menteri lingkungan hidup, Jepang juga akan menjadi tuan rumah bagi pertemuan tingkat menteri keuangan pada 5-6 April mendatang dan menteri sumber daya dan energi, dimana seluruh hasil pertemuan tingkat menteri itu akan dijadikan masukan dan usulan dalam pertemuan puncak KTT G-8 pada Juli 2008 di Hokaido, Jepang.

"Keinginan untuk pengurangan emisi karbon hingga 50 persen seperti yang disepakati 50 tahun merupakan program yang terlalu jauh ke depan, sehingga membutuhkan program jangka menengah yang dijadikan indikator keseriusan semua pihak," katanya.


Masnellyarti Hilman berpendapat, negara-negara maju hingga saat ini masih terlihat masih menyatakan hal yang tersirat semata dan belum menunujukka realisasinya yang lebih jauh, sementara penanganan lingkungan dan perubahan iklim memerlukan langkah-langkah konkrit sekarang juga.

Indonesia juga memndesak realisasi kebijakan "clean development mechanisme" atau pembelian karbon (carbon trade) untuk terus diperluas, bahkan semakin ditingkatkan. Kemudian, masalah transfer tekologi juga sudah seharusnya dilakukan oleh negara-negara maju. "Indonesia melihat sudah cukup banyak diskusi yang dilakukan, kini saatnya mengimplementasikan komitmen yang sudah ada itu," ujarnya.(*)

Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/16/ri-desak-g-8-realisasikan-pengurangan-emisi-karbon/
16/03/08 20:10

Spesies Baru Burung Kacamata Ditemukan

Spesies Baru Burung Kacamata Ditemukan


Cibinong, Bogor (ANTARA News) - Para peneliti Indonesia menemukan spesies baru burung Kacamata Togian (Zosterops somadikartai.) di Kepulauan Togian, Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.

Tim peneliti dari Perhimpunan Ornitologi Indonesia (IdOU), Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menemukan spesies baru burung Kacamata itu di pesisir beberapa pulau kecil di Kepulauan Togian.

Satwa itu diketahui hidup dan berada di Pulau Malenge, Pulau Batudaka dan Pulau Togian, kata Ketua Tim Peneliti, M Indrawan di Puslibtang Biologi LIPI, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jumat.

Burung Kacamata Togian pertama kali ditemukan dalam sebuah ekspedisi pada tahun 1996 oleh Indrawan dan Sunarto, peneliti lapangan dari Universitas Indonesia UI). "Kami melakukan observasi lapangan sejak tahun 1997 hingga 2003," katanya.

Sementara pertelaan (deskripsi) jenis baru ini diselesaikan bekerjasama dengan ahli taksonomi dari Michigan State University, Amerika Serikat, Dr Pamela Rasmussen, yang mengamati spesies burung Asia.

Penemuan ini kemudian dipublikasikan dalam jurnal ornitologi terkemuka di AS, Wilson Journal of Ornithology edisi Maret 2008. Burung Kacamata merupakan kumpulan spesies yang bertubuh kecil, berwarna kehijauan dan umumnya memiliki lingkar mata berwarna putih. Jenis burung ini sangat aktif bergerak dalam kelompok-kelompok kecil.

Indonesia memiliki berbagai spesies Kacamata atau Zosterops. Berbeda dengan spesies Kacamata lain, Kacamata Togian tidak memiliki lingkaran putih di sekeliling mata. Mata berwarna kemerahan dan warna paruh lebih kemerahan dibanding spesies Kacamata lain. Sayangnya, spesies baru ini harus langsung dimasukkan dalam kategori satwa terancam punah berdasarkan kriteria International Union for the Conservation Nature and Natural Resources (IUCN).

Penggolongan tersebut dilakukan atas fakta bahwa habitat spesies baru tersebut kurang dari 5.000 kilometer persegi, populasinya terfragmentasi, hanya ditemukan di tiga pulau yaitu Malenge, Batudaka dan Togian, serta area dan kualitas habitatnya terus berkurang. Namun Indrawan mengaku, belum tahu jumlah populasi burung tersebut. "Kami tengah melakukan penelitian lebih lanjut untuk hal itu," katanya.

Dengan penemuan spesies endemik baru ini, Kepulauan Togian telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai daerah burung endemik, karena berdasar kriteria BirdLife International, dibutuhkan dua spesies endemik agar suatu daerah ditetapkan menjadi daerah burung endemik. Sebelumnya tim Indrawan juga telah menemukan spesies burung hantu di kawasan hutan Kepulauan Togian yang diberi nama Ninox burhani.

Sementara itu, pakar taksonomi senior, Prof Dr Soekarja Somadikarta --yang namanya diabadikan untuk nama spesies burung baru tersebut-- mengatakan, penemuan tersebut disambut luar biasa oleh dunia.
"Penemuan satu jenis burung saja itu luar biasa karena jarang. Burung lebih cepat habis atau punah karena banyak penggemarnya," kata Somadikarta yang juga menjadi Presiden Kehormatan untuk Internatioal Ornithological Congress XXV di Brazil.

Di Indonesia ada 1.598 spesies burung, belum termasuk spesies yang baru ditemukan ini, sedangkan di seluruh dunia ada sekitar 10.000 spesies burung. Dari spesies burung yang ada di Indonesia tersebut, sebagian besar ditemukan di kawasan Indonesia Timur.(*)


Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/14/spesies-baru-burung-kacamata-ditemukan/

14/03/08 14:08

Taman Nasional Wakatobi Harus Bangun Sarana Navigasi

Taman Nasional Wakatobi Harus Bangun Sarana Navigasi


Kendari (ANTARA News) - Pengelolah Taman Nasional (TN) Wakatobi, di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), harus membangun Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) untuk menjamin keselamatan pelayaran, kata Kepala Kantor Navigasi, Surono, di Kendari, Kamis.

"Jalur pelayaran dalam wilayah perairan TN Wakatobi termasuk jalur khusus sehingga berkewajiban membangun sarana keselamatan pelayaran," katanya. Kantor Navigasi hanya berkewajiban membangun sarana navigasi pada jalur formal, ujarnya.

Jalur khusus, kata dia, antara lain peraiaran TN Wakatobi, jalur yang dilalui kapal pengangkut minyak dari PT Pertamina, jalur kapal perikanan dan jalur pelayaran kapal fery yang harus dibangun PT ASDP.

Kepala TN Wakatobi, Wahyu mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kantor Navigasi untuk membangun sarana navigasi pelayaran. "Pembangunan sarana navigasi sangat teknis sehingga harus berkoodinasi dengan kantor Navigasi," katanya.

Wahyu mengemukakan, ratusan titik karang dan pantai di TN Wakatobi harus dibangunkan sarana navigasi demi keselamatan pelayaran. Namun, menurut dia, sampai saat ini belum terwujud karena anggaran masih terbatas, bahkan belum masuk skala prioritas.

Kepala Kantor Pariwisata dan Promosi Wakatobi, Hasirun Adi, mengatakan bahwa meningkatnya kunjungan wisatawan manca negara dan domestik di perairan Wakatobi, maka pembangunan sarana keselamatan pelayaran prioritas untuk dilaksanakan. "Beberapa tahun mendatang kapal ukuran kecil yang akan mengantar wisatawan mengunjungi pulau atau menyelam membutuhkan sarana bantu navigasi," katanya menambahkan. (*)

Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/13/taman-nasional-wakatobi-harus-bangun-sarana-navigasi/

13/03/08 17:09

Libatkan Masyarakat dalam Reboisasi Mangrove

Libatkan Masyarakat dalam Reboisasi Mangrove


Medan (ANTARA News) - Masyarakat yang tinggal di sekitar pantai harus dilibatkan dalam program reboisasi hutan manggrove karena merekalah yang bersentuhan langsung dengan ekosistem itu.

Direktur Sumatera Rainforest Institute (SRI), Rasyid Assaf Dongoran, di Medan, Kamis, mengatakan, kerusakan hutan manggrove memiliki dampak yang dirasakan langsung masyarakat pesisir pantai.

Dampak itu antara lain berkurangnya hasil tangkapan nelayan seperti kepiting, udang, kerang dan ikan baik ukuran konsumsi maupun ukuran benih yang tentunya berdampak pula terhadap perekonomian masyarakat pantai. "Atas dasar itu masyarakat yang tinggal di sekitar pantai harus lebih dikedepankan peranannya dalam usaha reboisasi hutan manggrove," katanya.

Selain itu, kata dia, masyarakat yang tinggal di pesisir pantai juga dapat mengawasi langsung dimana bibit manggrove yang tidak tumbuh dan langsung menggantinya dengan bibit baru.

Dari 64.439 desa di Indonesia, terdapat sekitar 4.735 desa dikategorikan sebagai desa pantai dan diperkirakan sekitar 60 persen penduduk Indonesia bermukin di daerah pantai. "Jumlah ini tentunya sangat potensial untuk mendukung reboisasi hutan manggrove," katanya. Lebih jauh ia mengatakan, dari luas 85.393 hektar hutan manggrove di Sumut, saat ini diperkirakan sekitar 60 persen sudah mengalami kerusakan yang cukup parah.

Sebagian besar rusak karena semakin menjamurnya lahan tambak udang dan perambahan yang tidak berwawasan lingkungan. Kerusakan terparah membentang dari Kabupaten Langkat, Serdang Bedagai, Asahan, Deli Serdang dan Labuhan Batu.(*)

Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/13/libatkan-masyarakat-dalam-reboisasi-mangrove/
13/03/08 09:01

Jakarta Terapkan Konsep 5R Untuk Pelestarian Air Tanah

Jakarta Terapkan Konsep 5R Untuk Pelestarian Air Tanah


Jakarta (ANTARA News) - Program gerakan kepedulian terhadap air tanah yang dicanangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada Selasa siang, menawarkan konsep 5R yakni reduce (menghemat), reuse (menggunakan kembali), recycle (mengolah kembali), recharge (mengisi kembali) dan recovery (memfungsikan kembali).

"Konsep 5R ini diharapkan bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari," kata Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Peni Susanti dalam acara pencanangan Gerakan Peduli Sumur Resapan "Selamatkan Air Tanah Jakarta".

Ia menjelaskan, konsep penghematan 5R minimal 20 liter per hari per orang, "Gunakan air secukupnya." "Kita mendesak agar masyarakat menggunakan air bekas untuk keperluan yang tidak membutuhkan air bersih misalnya menyiram taman dan mencuci kendaraan," kata Peni.


Lebih lanjut konsep recycle adalah mengolah air limbah menjadi air bersih dengan menggunakan metode kimiawi sehingga layak digunakan lagi. Sementara konsep recharge atau mengisi kembali, masih kata Peni, adalah konsep memasukkan air hujan ke dalam tanah dan ini dapat dilakukan dengan cara membuat sumur resapan.

Dan konsep recovery yakni memfungsikan kembali tampungan-tampungan air dengan cara melestarikan keberadaan situ serta danau. Data Pemprov DKI Jakarta mencatat saat ini sumur resapan yang sudah dibangun baru mencapai 37.840 titik atau sekitar 16,71 persen dari total kebutuhan 226.466 titik.

Setiap tahunnya permukaan tanah di Jakarta turun 0,8 cm, sehingga kini ketinggiannya tinggal 0-10 meter di atas permukaan laut.
Di sisi lain, terjadi kenaikan permukaan air laut 0,57 cm per tahun. Air tanah Jakarta pun terus terancam, karena setiap tahun air tanah turun. Sekitar 87 persen di antaranya diakibatkan oleh gedung bertingkat dan 13 persen sisanya disebabkan oleh pengambilan air tanah yang tak terkendali. Menurunnya permukaan air tanah dapat dilihat saat menggali sumur, biasanya di kedalaman 20 meter sudah ditemukan air tanah, tapi sekarang dibutuhkan 40 meter baru didapati air tanah. (*)

Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/11/jakarta-terapkan-konsep-5r-untuk-pelestarian-air-tanah/

11/03/08 18:16

Kerusakan Pesisir Teluk Lampung Kian Parah

Kerusakan Pesisir Teluk Lampung Kian Parah


Bandarlampung (ANTARA News) - Kerusakan pantai akibat musnahnya hutan bakau serta tercemarnya perairan oleh sampah organik dan non-organik kian meluas di kawasan pesisir Teluk Lampung.

Berdasarkan pantauan di kawasan pantai di Panjang, Bandarlampung dan di kawasan Lempasing, Kabupaten Pesawaran, Senin, kawasan pantai yang panjangnya diperkirakan lebih 30 kilometer itu nyaris "tanpa" pohon bakau lagi, sementara sampah plastik dan bungkus makanan berserakan di tepi pantai.

Tumpukan sampah plastik sangat mudah ditemukan menumpuk di pinggiran pantai, seperti di perkampungan nelayan Desa Sukaraja, sementara limbah rumah tangga dan industri tetap mengotori pantai tersebut. Kawasan pantai itu bahkan sudah dikavling menjadi milik perorangan atau dijadikan sebagai tempat usaha wisata, sehingga akses warga ke pantai tanpa dikenakan pungutan semakin sulit terwujud.

Kawasan pantai itu biasanya sangat ramai dikunjungi warga Bandarlampung maupun para pendatang pada Sabtu dan Minggu atau pada hari libur. Seiring dengan meningkatkanya perkembangan aktivitas manusia, wisata, industri dan budidaya berbagai produk laut, Teluk Lampung mendapatkan ancaman pencemaran yang sangat serius.

Teluk Lampung merupakan perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata 30 meter dengan kondisi perairan yang relatif tenang. Kawasan hutan bakau di pantai itu juga hampir punah. Berdasarkan data Pemprov Lampung, areal hutan bakau di pantai Lampung sepanjang 270 Km dan kerusakannya mencapai 80 persen.

Sisa hutan bakau di kawasan pesisir pantai Teluk Lampung di wilayah Kota Bandarlampung hanya tersisa dua hektare, terbentang dari daerah pantai Kota Karang hingga Lempasing sepanjang 28 Km.
"Kondisi hutan bakau di kawasan pesisir Bandarlampung sangat memprihatinkan. Ratusan hektare hutan bakau milik Perhutani dan rakyat pesisir sekarang hampir musnah," kata Sekretaris Umum Jaringan Perempuan Pesisir (JPP) Kota Bandarlampung, Poppy Yoseva Indra Putri.

Padahal, kawasan pesisir Telukbetung pernah dikenal sebagai daerah yang memiliki hutan bakau yang luas, membentang dari Panjang (Bandarlampung) hingga Lempasing (Kabupaten Pesawaran).


Akibat alih fungsi pesisir Telukbetung menjadi sentra pembangunan pada tahun 1970 dan dikeluarkan SK Gubernur Lampung No 155 tahun 1983 tentang Izin Reklamasi Pantai, membuat hutan bakau di kawasan pesisir itu musnah. "Kini ratusan hektare hutan bakau milik Perhutani dan rakyat pesisir telah tergerus dan musnah. Tanah timbul dari hasil reklamasi terlihat menonjol di tengah pantai dan kini ditelantarakan," ujarnya. Hilangnya hutan bakau berdampak pada kerusakan pantai dan datangnya bencana dari arah laut.(*)

Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/10/kerusakan-pesisir-teluk-lampung-kian-parah/
10/03/08 08:07

408 Jenis Satwa Liar Indonesia Terancam Punah

408 Jenis Satwa Liar Indonesia Terancam Punah


Samarinda (ANTARA News) - Sekitar 408 jenis satwa liar di Indonesia terancam punah akibat maraknya praktik perdagangan dan perburuan satwa ilegal, pembukaan areal tambang yang tidak terkendali, serta perambahan hutan yang merusak habitat.

Kekhawatiran itu disampaikan oleh sekitar 25 mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Mulawarman (IMAPA Unmul) yang berunjukrasa di simpang empat Mall Lembuswana, Samarinda, Kaltim, Kamis sore. "Aksi ini kami lakukan untuk memperingati Hari Konservasi Perdagangan Satwa Liar yang jatuh pada tanggal 6 Maret," ungkap Koordinator aksi unjukrasa IMAPA Unmul, M. Arif Nashari ditemui di sela-sela unjuk rasa.

Selain melakukan orasi dan membagi-bagikan selebaran yang berisi seruan untuk menghentikan eksploitasi satwa liar, aksi unjukrasa yang mulai berlangsung sekitar pukul 16. 30 wita itu juga diwarnai aksi teatrikal dengan membuat kandang persis di tengah jalan.

Dalam aksi teatrikal itu yang mengundang perhatian pengguna jalan tersebut, dua mahasiwa berada dalam kandang yang digambarkan sebagai orangutan yang akan diperdagangkan. "Orangutan yang hidup di Kalimantan salah satu satwa liar yang menjadi incaran para pemburu untuk diperdagangkan. Aksi teatrikal ini menggambarkan, perlakuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kehidupan satwa liar yang populasinya kian kecil,"ujar M. Arif Nashari.

Data IMAPA Unmul tercatat, dari 300 ribu satwa liar yang ada di dunia, 17 persen diantaranya hidup di hutan Indonesia. Sebanyak, 515 jenis mamalia dan 1539 jenis burung serta 45 persen jenis ikan di dunia hidup di perairan Indonesia.

Dari data tersebut, jumlah satwa liar yang terancam punah di Indonesia yakni 147 jenis mamalia, 114 jenis burung, 28 jenis reptil, 91, jenis ikan dan 28 jenis invertebrata. "Sungguh sangat memprihatinkan, Idonesia yang dikenal sebagai negara kaya Sumber Daya Alam (SDA) namun ratusan jenis satwa liarnya terancam punah akibat kurangnya perhatian pemeirntah dalam melindungi satwa-satwa itu, "ungkap Korlap IMAPA Unmul tersebut.

Dikatakan, perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian habitat satwa langka di Indonesia. M. Arif Nahari mengungkapkan, 95 persen satwa yang dijual di paar merupakan hasil tangkapan alam dan bukan hasil penangkaran. Lebih dari 20 persen satwa liar yang dijual di pasaran, kata dia mati akibat sistem pengangkutan yang tidak layak. "Berbagai jenis satwa dilindungi terancam punah akibat masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. Semakin langka satwa itu, harganyapun kian mahal sehingga banyak satwa-satwa langka di Indonesia menjadi incaran untuk dijual ke luar negeri,"ujarnya.

Perdagangan satwa liar kata M. Arif Nashari diperkirakan beromzet sembilan triliun per tahun. Orangutan kata dia, dibeli dari pemburu Rp 50 per ekor lalu dijual lagi menjadi Rp 3 juta per ekor. Harga tersebut berubah saat dipasarkan ke pasar-pasar penjualan satwa liar Asia-Tenggara menjadi $ 15 Dollar AS dan naik $ 45 Dolar AS ketika dijual di pasar Amerika.

Salah satu penyebab terancam punahnya satwa liar itu yakni perambahan hutan yangtidak bertanggung jawab. Data IMAPA Unmul, laju kerusakan hutan mencapai 3,8 juta hektar per tahun. "Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan laju kerusakan hutan yang menjadi habitat satwa liar yang ada di Indonesia. Kami juga meminta petugas yang berwenang (bea cukai dan kepolisian serta instansi terkait) bertindak tegas terhadap pelaku perdagangan satwa liar,"kata Korlap IMAPA Unmul itu. Aksi unjukrasa seruan menghentikan eksploitasi satwa liar itu berakhir sekitar pukul 16. 00 WITA.(*)

Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/3/6/408-jenis-satwa-liar-indonesia-terancam-punah/
06/03/08 21:21

Pemanasan Global Bukan Hanya Ancam Karang

Pemanasan Global Bukan Hanya Ancam Karang


Wellington (ANTARA News) - Permukaan air laut yang naik akibat pemanasan global akan mengancam kehidupan dan tempat tinggal lebih dari 200.000 orang yang tinggal di pulau karang dalam beberapa generasi mendatang, demikian laporan PACNEWS, Senin.

Peringatan tersebut dikeluarkan oleh arkeolog dan ahlimengenai manfaat pulau karang di University of Queensland, Marshall Weisler. Weisler, sebagaimana dilaporkan oleh Xinhua, mengatakan bahwa kepulauan Kiribati, Tuvalu dan Kepulauan Marshall di Pasifik Tengah, serta Maladewa di Samudra Hindia menghadapi resiko terbesar.

Weisler menyatakan situasinya lebih serius dibandingkan dengan yang disadari manusia di bidang pertanian, yang memang sudah hilang akibat naiknya permukaan air laut di Kepulauan Marshall, kata PACNEWS --kantor berita regional yang berpusat di Suva, Senin. "Banyak orang telah memperlihatkan kepada saya daerah yang dulu terdapat kebun sekarang menjadi laguna. Ada pohon kelapa yang tumbuh 20 meter dari bibir pantai, separuhnya telah tumbang," kata Weisler.


"Di Kiribati, ada gelombang tinggi yang merendam banyak bagian desa, sehingga orang berada di tanah kering pada pagi hari dan desa rumah panggung sementara air menggenangi bawah rumah mereka selama laut pasang akibat daya tarik bulan." "Ada masalah yang sangat serius bagi generasi mendatang yang mungkin tak dapat hidup di pulau tempat tinggal mereka sekarang," katanya.

Panel Internasional mengenai Perubahan Iklim telah meramalkan permukaan air laut dapat naik antara sembilan dan 88 sentimeter pada abad ini. Pulau karang menghadapi ancaman karena semuanya adalah pulau karang kecil yang nyaris tak berada di atas permukaan air laut.


Weisler mengatakan naiknya permukaan air laut yang sudah diramalkan rumit karena air dapat naik dengan tingkat yang berbeda dan memiliki dampak yang berbeda, tergantung atas lokasi pulau karang tersebut. Ia menyatakan negara pulau akan menghadapi keputusan berat pada masa depan mengenai kepemilikan lahan, masa depan ekonomi dan penempatan kembali seluruh negara tersebut di dalam wilayah lain. "Rakyat di kepulauan ini memiliki suara kecil karena mereka bukan negara industri Barat dengan banyak penduduk. Orang memperhatikan mereka," kata Weisler. (*)


Sumber :
http://www.antara.co.id/arc/2008/3/3/pemanasan-global-bukan-hanya-ancam-karang/
03/03/08 13:42

Waktu Seakan Berhenti di Taman Nasional Kayan Mentarang

Waktu Seakan Berhenti di Taman Nasional Kayan Mentarang

Oleh : Iskandar Zulkarnaen

Samarinda (ANTARA News) - Nun jauh di pedalaman Kalimantan terdapat hamparan hutan tropis dengan ekosistem dataran tinggi yang masih terjaga. Namanya Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM).

Kawasan seluas 1,32 juta hektare ini, dikenal karena merupakan taman nasional terluas di Asia. Kondisi alam yang kurang bersahabat karena berbukit-bukit dan berlembah-lembah, serta bertebing curam membuat kawasan itu aman dari tangan perambah hutan. Letaknya juga jauh di pedalaman Kalimantan, sehingga menyulitkan bagi mobilisasi alat-alat berat dari kota.

Sebagian kawasan konservasi itu memang ada yang rusak, khususnya yang dekat dengan Sabah dan Serawak, Malaysia. Namun secara umum, kawasan yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1980 sebagai Cagar Alam oleh Menteri Pertanian Indonesia itu masih bagus ketimbang hutan di Indonesia.

Kawasan itu selain memiliki keanekaragaman hayati luar biasa juga menyimpan potensi wisata yang menggagumkan karena terdapat lokasi peninggalan pra-sejarah serta kehidupan asli warga Dayak yang masih mempertahankan tradisinya sejak ribuan lalu. Semuanya belum ada yang berubah. Di Taman Nasional Kayan Mentarang seolah waktu berhenti.

Di kawasan itu, komunitas warga Dayak Punan masih mempertahankan kehidupan meramu hasil hutan ikutan --damar, sarang burung dan gaharu. Mereka tidak pernah menetap dalam satu lokasi. Selain Dayak Punan terdapat komunitas sub-etnik Dayak yang diperkirakan jumlahnya sekitar 21.000 orang. Mereka juga memiliki sub kelompok bahasa bermukim di dalam dan di sekitar taman nasional.

Komunitas Dayak, seperti suku Kenyah, Kayan, Lundayeh, Tagel, Saben dan Punan mendiami sekitar 50 desa yang ada di kawasan TNKM. Mereka masih mempertahankan tradisi, masih tinggal di rumah Lamin --rumah panggung khas Dayak yang bisa ditinggali 100 orang-- serta pola berladang.

Kehidupan warga Dayak di rumah Lamin menarik perhatian sejumlah wisatawan asing yang berkunjung ke kawasan itu. Peninggalan kuburan batu di hulu Sungai Bahau dan hulu Sungai Pujungan, yang merupakan peninggalan suku Ngorek, juga menggugah minat wisatawan serta para peneliti.

Namun, karena TNKM merupakan bagian "heart of Borneo" yang jauh di pedalaman, perlu biaya besar, waktu dan tenaga untuk mencapai kawasan itu. Mencapai kawasan TNKM bisa melalui Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan, karena kawasan konservasi itu berada dalam dua kabupaten tersebut. Sebagian kawasan TNKM berbatasan dengan Serawak di Kabupaten Malinau dan sebagian berbatasan dengan Sabah di Kabupaten Nunukan.

Mencapai lokasi tersebut membutuhkan dana jutaan rupiah dari ibukota provinsi Kaltim Samarinda karena harus menggunakan berbagai alat transportasi mulai dari pesawat, darat dan sungai. Bagi para wisatawan, mungkin ada satu hal yang mengejutkan saat berkunjung ke TNKM, yakni apabila beruntung bersua dengan satwa langka yang sebelumnya sudah dianggap punah dari bumi Borneo, yakni Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis).

Hasil survei yang dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dana Suaka Margasatwa (World Wild-life Fund/WWF) Indonesia dan mahasiswa Laboratorium Keanekaragaman Hayati Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman pada Februari hingga maret 2007 menemukan bahwa populasi satwa langka tersebut hanya berkisar 25 hingga 45 ekor.

Gajah Kalimantan berbeda dengan Gajah Sumatera dan Gajah Asia. Gajah ini adalah sub-spesies dari gajah Asia. Asal usul gajah Kalimantan masih merupakan kontroversi. Terdapat hipotesis bahwa mereka dibawa ke pulau Kalimantan. Pada tahun 2003, penelitian DNA mitokondria menemukan bahwa leluhurnya terpisah dari populasi daratan selama pleistosen, ketika jembatan darat yang menghubungkan Kalimantan dengan kepulauan Sunda menghilang 18.000 tahun yang lalu.

Spesies ini kini berstatus kritis akibat hilangnya sumber makanan, perusakan rute migrasi dan hilangnya habitat mereka. Dilaporkan pada tahun 2007 hanya terdapat sekitar 1.000 gajah. Kondisi alam yang berbukit-bukit, berhutan lebat serta dingin menyebabkan Gajah Kalimantan itu mengalami evolusi sehingga memiliki tubuh lebih kecil, telinga yang lebar, gading dan belalainya lebih panjang, serta ekornya nyaris menyentuh tanah serta berbulu panjang dan lebat.

Kawasan TNKM terletak pada ketinggian antara 200 meter sampai sekitar 2.500 m di atas permukaan laut, mencakup lembah-lembah dataran rendah, dataran tinggi pegunungan, serta gugus pegunungan terjal yang terbentuk dari berbagai formasi sedimen dan vulkanis.

Selama puluhan tahun banyak pihak meyakini gajah sudah punah di Kalimantan, namun berdasarkan penelitian WWF, KSDA Kaltim dan Universitas Mulawarman Samarinda belum lama ini, ada kawanan satwa langka itu di kawasan hutan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kaltim, namun terancam segera punah.

Dari data Forum Pecinta Satwa Kaltim, gajah kalimantan (Elephas maximus borneensis.) merupakan spesies gajah Asia dan Sumatra yang terisolasi sekira 300.000 tahun lalu. Gajah kalimantan dinilai termasuk satwa paling langka untuk spesies gajah karena memiliki perbedaan dengan satwa sejenis yang terdapat di berbagai belahan dunia.

Gajah kalimantan merupakan gajah pegunungan, karena topografi kawasan Hutan Sebuku yang tinggi dan berbukit. Gajah ini beda dengan gajah sumatera karena merupakan sub spesies gajah asia. Dari hasil uji DNA, gajah kalimantan memiliki perbedaan genetik dengan gajah di Srilangka, India, Bhutan, Bangladesh, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, semenanjung Malaysia dan Sumatera.

Namun, selama ini belum ada upaya dari pemeritah untuk melakukan perlindungan terhadap gajah yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia itu. Upaya terpenting bagi pemerintah adalah menyelamatkan kawasan konservasi itu dari berbagai kegiatan untuk merusak hutan yang menjadi habitat Gajah Kalimantan.

Bagi wisatawan yang beruntung, melihat gajah kalimantan di TNKM merupakan suatu hal luar biasa karena melibat sebuah keajaiban dunia yang masih berkelana di rimba Kalimantan. (*)

Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/12/waktu-seakan-berhenti-di-taman-nasional-kayan-mentarang/
12/02/08 18:26

Orangutan Sumatera Terancam Punah

Orangutan Sumatera Terancam Punah


Medan (ANTARA News) - Populasi orangutan (Pongo pygmaeus.) Sumatera di Kabupaten Langkat, Sumut, dikhawatirkan mengalami kepunahan, akibat kondisi hutan tempat bermukim satwa langka itu dirusak oleh aksi pembalakan liar.

Direktur Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Sofyan Tan di Medan, Selasa, mengatakan, orangutan Sumatera yang bermungkim di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Langkat setiap tahunnya terus berkurang hingga yang total sudah mencapai 500 ekor. "Tahun 2006 orangutan di kawasan TNGL perbatasan Langkat dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih ada sekitar 7.000 ekor, tapi tahun 2007 hanya tinggal 6.500 ekor lagi. Kekurangan tersebut sangat memprihatinkan, mengingat satwa tersebut dilindungi oleh undang-undang," katanya.

Sehubungan dengan itu, ia meminta kepada pemerintah agar dapat menjaga kelestarian, tidak sembarangan mengeluarkan izin kepada pengusaha maupun oknum tertentu untuk mengelola kawasan hutan karena sangat berpengaruh terhadap kelestarian orangutan tersebut. "Kalau pemerintah terus-terusan mengeluarkan izin maka akan semakin memperparah kerusakan hutan dan populasi orangutan juga terancam punah," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, selain kerusakan hutan yang semakin meluas, populasi hewan ini juga jauh berkurang. Bahkan, orang utan tersebut juga ada yang diburu sekelompok suku yang tinggal di sekitar hutan untuk dikonsumsi sebagai sumber protein hewani. "Jadi perburuan terhadap hewan primata ini cukup tinggi dan pembukaan lahan juga sudah sangat mengkhawatirkan, karena berpengaruh pada kelangsungan hidup hewan tersebut," katanya.

Ia juga mengatakan, orangutan ini juga banyak diburu untuk dipelihara oleh masyarakat terutama oknum aparat yang memanfaatkan situasi konflik yang terjadi di Aceh beberapa tahun yang lalu.

Dalam mengatasi persoalan ini, kata dia, pihaknya telah berupaya melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk mengembalikan orangutan tersebut kehabitatnya. "Namun upaya itu selalu mendapat kendala karena pada umumnya orangutan dipelihara oleh oknum aparat dan pengusaha," katanya.(*)


Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/5/orangutan-sumatera-terancam-punah/
05/02/08 18:35

Pemerintah Perlu Buat Aturan Akui Orang Rimba

Pemerintah Perlu Buat Aturan Akui Orang Rimba


Jambi (Antara News) - Pemerintah perlu membuat peraturan untuk melindungi dan mengakui keberadaan Orang Rimba atau suku Kubu di Jambi. Hal itu dikemukakan Ketua Kelompok Makekal Bersatu (Kelompok Orang Rimba Makekal Kabupaten Sarolangun), Pangendum, didampingi sejumlah aktivis Koalisi Perjuangan Hak Asasi Manusia (KoperHAM) Jambi, Selasa.


KoperHAM beranggotakan LSM/aktivis lingkungan KMB, Walhi Jambi, Persatuan Petani Jambi, PBHI Sumbar dan Sokola. Peraturan itu amat mendesak terkait berbagai masalah dan kasus yang dialami masyarakat adat Orang Rimba yang tersebar di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) Kab. Sarolangun dan di luar kawasan taman nasional itu.


Puncak masalah yang dihadapi masyarakat adat tersebut juga menyusul Rencana Pengelolaan TNBD (RPTNBD) dengan sistem zonasi, karenanya RPTNBD harus direvisi. Beberapa peristiwa kekerasan dan penganiayaan yang dialami warga SAD dalam beberapa bulan terakhir telah diindentifikasi seperti tentang penembakan oleh oknum polisi, penyerangan masyarakat transmigrasi bersama masyarakat dusun dan pengusiran Orang Rimba.


Lalu kasus penganiayaan oleh aparat keamanan perusahaan kayu, perbuatan tidak senonoh, pembakaran tempat tinggal suku anak dalam yang sebagian besar masih mengembara di hutan tersebut. Selain terkait tindak pidana peristiwa di atas memperlihatkan indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Orang Rimba mendesak aparat hukum agar bertindak melindungi mereka dari anarkis orang luar atau kelompok lain dengan alasan apa pun. (*)

Sumber :

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/5/pemerintah-perlu-buat-aturan-akui-orang-rimba/
05/02/08 23:43

Harimau di TNKS Tinggal 136 Ekor

Harimau di TNKS Tinggal 136 Ekor


Mukomuko--MI: Populasi Harimau sumatra (Phantera Tigris Sumaterae) di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) terus menurun. Saat ini diperkirakan jumlahnya tinggal 136 ekor dari 150 ekor pada 2007 lalu. "Perburuan dan pembukaan lahan diketahui menjadi ancaman dan penyebab berkurangnya populasi binatang langka endemik Pulau Sumatra ini," ungkap Koordinator Flora dan Fauna International (FFI) wilayah Sumatera Debby Martin, Kamis (27/3) saat menjelaskan hasil penelitian mereka.


Penelitian tersebut dilakukan FFI bersama Balai Besar TNKS dan beberapa perguruan tinggi di tanah air dan internasional melalui Monitoring Harimau Sumatra (MHS).


Dari penelitian yang melibatkan Universitas Bengkulu, khususnya Agung Jurusan Kehutanan dan Biologi ini juga diketahui bahwa konflik antara manusia dengan harimau yang berujung pada pembunuhan binatang tersebut juga menjadi penyebab lain berkurangnya populasi. "Dari penelitian terakhir, jumlah populasi saat ini tidak lebih dari 136 ekor dan ini termasuk 25 persen dari seluruh populasi Harimau Sumatera yang masih hidup. Pembukaan lahan dan konflik menjadi ancaman terbesar, kalau perburuan sudah berkurang," katanya.


Debby mengatakan, perambahan areal hutan khususnya Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL) menjadi perkebunan, yang akhir-akhir ini semakin marak menjadi pemicu terjadinya konflik antara harimau dengan manusia.


Pembukaan lahan tersebut mengakibatkan berkurangnya wilayah jelajah harimau untuk mencari mangsanya sehingga harimau secara tidak sengaja memasuki perkebunan warga, pembukaan lahan juga memudahkan aksi perburuan terhadap harimau sumatra. "Baru-baru ini di Lebong Selatan Kabupaten Lebong, seekor harimau terlihat berada di kebun karet milik warga dan ini menimbulkan keresahan. Kita sudah melakukan penelusuran dan memastikan kondisi sudah aman sehingga harimau selamat, manusia juga selamat," kata perempuan berkebangsaan Inggris yang fasih berbahasa Indonesia ini.


Debby yang berkantor di Sungai Penuh Kabupaten Kerinci, Jambi mengatakan, kasus konflik antara manusia dengan harimau yang ditangani timnya tidak kurang dari 20 kasus per tahun. Ia mengatakan, hingga saat ini tim monitoring berhasil meminimalkan risiko sebab pada umumnya munculnya harimau di sekitar pemukiman penduduk tidak lain untuk mengincar hewan peliharaan penduduk untuk dijadikan mangsa. (Ant/OL-06)


Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Kamis, 27 Maret 2008 10:44 WIB

US$100 Juta Disiapkan Untuk Pilot Proyek Program REDD

US$100 Juta Disiapkan Untuk Pilot Proyek Program REDD

Reporter : Fardiansah Noor

Jakarta--MI: Departemen Kehutanan akan menjadikan lima hingga delapan daerah sebagai pilot proyek program REDD (reduksi emisi, deforetasi dan degradasi) sebagai kelanjutan dari konferensi perubahan iklim di Bali beberapa waktu lalu. "Bisa di Papua, Aceh, Kalimantan, atau juga di Maluku. Jumlah danma yang disiapkan cukup besar yaitu hampir mendekati US$100 juta untuk persiapan sampai 2012 nanti," kata Menteri Kehutanan MS Ka'ban seusai pembukaan rapat kerja nasional Departemen Kehutanan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara Jakarta, Kamis (27/3).


Untuk luas hutan yang akan dimanfaatkan, menurut Ka'ban, masih harus diteliti. Luasan lahan akan ditentukan setelah melihat tingkat degradasi dan deforestasinya.


Ka'ban menambahkan saat ini sedang dipersiapkan persyaratan-persyaratan, teknik perhitungan dan sistem akuntansi yang diperlukan untuk menunjukkan proyek tersebut. Sehingga diharapkan pada Agustus 2008 sudah dapat ditetapkan daerah-daerah yang memenuhi syarat. (Far/OL-06)


Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Kamis, 27 Maret 2008 14:37 WIB

Terowongan Multifungsi Solusi bagi Kota Jakarta

Terowongan Multifungsi Solusi bagi Kota Jakarta

Reporter : Selamat Saragih dan Bagus BT Saragih

Jakarta—MI : Pembangunan terowongan bawah tanah multifungsi sudah mendesak untuk Jakarta. Sama dengan kota-kota besar lain di dunia yang posisinya berada di bawah permukaan laut.


Jika tidak, Pemprov DKI akan kesulitan selamanya mengatasi banjir, kemacetan, kebutuhan air baku PAM dan lahan utilitas umum. Demikian penegasan Asisten Sekda Bidang Pembangunan DKI Nurfakih Wirawan kepada Media Indonesia di Jakarta, Rabu (26/3). "Sekarang waktunya bagi Jakarta membangun terowongan multifungsi sebagai solusi atas keterbatasan lahan. Tidak ada pilihan. Biaya pembangunannya memang jauh lebih besar, tapi harus," ujar Nurfakih.


Dia mengatakan hal itu menanggapi pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai persetujuan dimulainya pelaksanaan studi kelayakan proyek deep tunnel (terowongan bawah tanah) di Jakarta sepanjang 22 kilometer melintang dari Cawang-Manggarai-Setiabudi-Tanah Abang-Muara Angke.


Fungsi terowongan yang sudah ada di Malaysia itu untuk mengatasi kemacetan, banjir, pengadaan air baku PAM, limbah dan utilitas umum berupa telepon maupun listrik. "Pemprov DKI mendukung pembangunan proyek itu, karena sangat dibutuhkan Jakarta untuk mengatasi masalah banjir dan macet yang selama ini mengganggu ketenteraman dan ketenangan masyarakat Ibu Kota," kata Nurfakih.


Jadi atau tidak kelanjutan pembangunan proyek itu tergantung Departemen Pekerjaan Umum (DPU), bukan Pemprov DKI. Karena proyek deep tunnel itu membutuhkan dana besar, sehingga tidak mungkin menggunakan APBD melainkan APBN dan investor. "Proses awal dari studi kelayakan, kajian dan desain sampai dimulai pembangunan tanggung jawab DPU," ujar Nurfakih. (Ssr/BT/OL-03)


Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Kamis, 27 Maret 2008 00:01 WIB

'Car Free Day' Turunkan Polusi Jakarta

'Car Free Day' Turunkan Polusi Jakarta

Jakarta--MI: Kegiatan rutin menutup jalan utama di Jakarta yakni Jalan MH Thamrin dan Jalan Sudirman setiap Minggu pagi bagi kendaraan bermotor dinilai mampu mengurangi polusi udara. "Ini terlihat dari meningkatnya jumlah hari baik di Jakarta," kata Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Budirama Natakusumah di Jakarta, Rabu (26/3).


Tahun 2007 hari baik (bebas polusi) di Jakarta adalah sebanyak 73 hari, bertambah 28 hari dari 45 hari bersih pada 2006. Tahun 2008 ditargetkan hari bebas polusi sebanyak 100 hari. Kesuksesan penyelenggaraan Car Free Day (hari bebas kendaraan bermotor) mengurangi polusi udara menyebabkan program itu diperluas ke setiap kota madya di DKI Jakarta.


Di Jakarta Selatan Car Free Day akan dilakukan di Jalan Wijaya, Jakarta Utara akan diselenggarakan di Jalan Danau Sunter, Jakarta Barat akan diselenggarakan di Kawasan Kota Tua. "Untuk Jakarta Pusat, saya belum tahu mana yang dipilih. Untuk Jakarta Timur, antara Jalan Pramuka atau Jalan Pemuda. Kemungkinannya masih dikaji karena kita harus koordinasikan semuanya dengan polda dan dishub," papar Budirama.


Pelaksanaan hari bebas asap kendaraan bermotor itu adalah sesuai dengan Perda No 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara untuk menyukseskan program Langit Biru Jakarta. Car Free Day akan dilaksanakan kembali pada Minggu (30/3) mulai pukul 06.00-14.00 WIB dan Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin akan ditutup bagi kendaraan pribadi dan kendaraan umum yang rutenya tidak melewati kedua jalan itu. Selain bus TransJakarta dan angkutan umum yang biasanya melewati kedua jalan protokol itu, kendaraan bermotor akan dilarang melalui jalan-jalan itu.


Kesempatan itu disebut Budirama dapat digunakan masyarakat Jakarta untuk menikmati udara segar tanpa polusi dan menyaksikan pemandangan yang tidak biasa, yaitu lengangnya Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin yang biasanya dijejali kendaraan bermotor. "Masyarakat bisa melakukan berbagai aktivitas seperti berolahraga di jalan ini," kata Budirama.


Car Free Day tersebut sudah dilaksanakan sebanyak enam kali dan dari pengamatan, jalan luas tersebut yang sedang kosong itu biasanya digunakan untuk berolahraga seperti bulu tangkis, sepak bola dan bersepeda. (Ant/OL-03)


Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Kamis, 27 Maret 2008 05:24 WIB

Ahli Gizi: Teh Minuman Kesehatan ‘3 in 1’

Ahli Gizi: Teh Minuman Kesehatan ‘3 in 1’

Jakarta--MI: Guru besar pangan dan gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Ali Khomsan, mengatakan teh adalah minuman kesehatan yang perlu kembali dikampanyekan kepada masyarakat karena manfaatnya yang berganda. "Teh, terutama teh hitam, mempunyai tiga manfaat sekaligus atau '3 in 1' yakni mengandung air, membawa antioksidan catechin, dan menghasilkan theaflavin yang meningkatkan produksi antioksidan alami di tubuh," kata Ali di Jakarta.


Menurut dia, saat ini iklan yang bombastis tentang air mineral sebagai air kesehatan sedikit membuat citra teh sebagai minuman kesehatan memudar. "Padahal kalau kita mengkonsumsi air mineral, itu artinya kita hanya memperoleh air. Sementara kalau kita mengkonsumsi teh hitam, maka kita tentu saja mendapat air, catechin, dan theaflavin," katanya.


Lebih lanjut pria kelahiran 1960 itu menjelaskan bahwa antioksidan di dalam teh hitam menghambat proses oksidasi kolesterol, dengan kata lain zat antioksidan membuat kolesterol batal menumpuk di pembuluh darah. Bila kolesterol banyak menumpuk di pembuluh darah, terutama di pembuluh darah jantung, maka tentu saja resiko terkena penyakit jantung koroner dan stroke semakin tinggi.


Saat ini diperkirakan produksi daun teh kering di seluruh dunia mencapai 2,5 juta metrik ton, dan sekitar 78 persen di antaranya berupa teh hitam. Sementara teh hijau 20 persen dan dua persen teh oolong. "Orang dulu sudah terbiasa minum teh lebih dari dua cangkir sehari, dan itu adalah kebiasaan yang sangat menyehatkan," ujar Ali. Ia menyebutkan dengan mengkonsumsi satu dan dua cangkir teh sehari, peluang terkena penyakit jantung koroner dan stroke bisa ditekan hingga 40 persen. (Ant/OL-2)


Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Rabu, 19 Maret 2008 11:21 WIB

Laut Es Kutub Utara Masih Hadapi Ancaman

Laut Es Kutub Utara Masih Hadapi Ancaman

Washington--MI: Dengan menggunakan pengamatan satelit paling akhir, para peneliti NASA dan yang lain, Selasa (18/3), melaporkan Kutub Utara masih berada di atas ‘es tipis’ dalam masalah lapisan laut es di wilayah tersebut. Musim dingin yang-lebih-dingin di sebagian wilayah Kutub Utara tahun ini telah menghasilkan peningkatan di daerah laut es baru, sementara laut es lama yang berlangsung selama beberapa tahun terus merosot.


Laut es Kutub Utara berkembang dan berkurang setiap musim. Pada Maret tahun ini, peralatan di beberapa satelit AS memperlihatkan perkembangan laut es maksimum meningkat sebesar 3,9 persen dibandingkan dengan priode yang sama tiga tahun sebelumnya, tapi masih berada di bawah jumlah rata-rata jangka panjang sebesar 2,2 persen.


Bertambahnya luas es terjadi di berbagai daerah tempat temperatur permukaan lebih dingin dibandingkan temperatur rata-rata sepanjang sejarah. Pada saat yang sama, daerah es abadi merosot hingga batas minimum sepanjang masa.


Para ilmuwan tersebut mengatakan mereka percaya bahwa daerah laut es yang bertambah pada musim dingin tahun ini terjadi karena kondisi cuaca belakangan ini, sementara berkurangnya es abadi mencerminkan kecenderungan pemanasan iklim jangka-panjang dan akibat dari meningkatnya pencairan selama musim panas dan gerakan lebih besar es lama ke luar Kutup Utara.


Laut es abadi lapisan es sepanjang tahun yang telah lama ada dan tetap ada sekalipun ketika laut es musiman yang berumur pendek di sekitarnya mencair pada musim panas hingga ke batas minimumnya. Laut es abadi lah, yang tersisa dari masa pencairan musim panas, yang telah merosot dengan cepat dari tahun ke tahun dan yang telah mendapat perhatian dan pusat penelitian dari para ilmuwan.


Menurut data microwave yang diproses NASA, meskipun es abadi dulu mencapai 50 persen hingga 60 persen Kutub Utara, kini es itu menyelimuti kurang dari 30 persen pada tahun ini. Es yang sangat tua yang tetap berada di Kutub Utara selama setidaknya enam tahun terdiri atas 20 persen daerah Kutub Utara pada pertengahan hingga akhir 1980-an, tapi pada musim dingin tahun ini es tersebut berkurang jadi hanya 6 persen. (Xinhua/Ant/OL-2)


Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Rabu, 19 Maret 2008 11:01 WIB

2 Juta Ha Hutan di Indonesia Hilang Per Tahun

2 Juta Ha Hutan di Indonesia Hilang Per Tahun

Reporter : Ferdinand

Solo--MI: Hutan Indonesia mengalami penyempitan antara 1,4 juta hingga 2 juta hektare setiap tahunnya. Tingginya angka deforestasi ini salah satunya akibat sistem pengelolaan yang keliru. "Dengan angka deforestasi itu, maka bisa diperkiraan dalam beberapa tahun mendatang 113 juta hektare hutan Indonesia ini tinggal berapa," ujar Staf Ahli Menteri Kehutanan bidang Kelembagaan I Made Subadia dalam Seminar Agroforestry di Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Selasa (4/3).


Sebagai salah satu sumber daya alam, lanjut Made, hutan memiliki potensi mencegah terjadinya krisis pangan, energi, dan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Sayangnya, pengelolaan hutan saat ini masih berorientasi pada timber management. Sehingga nilai atas manfaat hutan menjadi sangat kecil. Hutan sejauh ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai sumber kayu.


Padahal, selain kayu hutan menyimpan banyak kekayaan lain. Seperti air, jasa wisata, gondorukem, rotan, damar, minyak atsiri, dan sebagainya. Tapi, potensi ini ternyata belum dimanfaatkan secara maksimal.


Data Perum Perhutani tahun 2007 menyebutkan hasil hutan bukan kayu baru memberikan kontribusi 25% terhadap pendapatan total. Padahal, jelas Made, potensinya jauh melebihi kayu. "Hasil penelitian menyebutkan, nilai kayu hanya memberikan kontribusi 0,3%-0,5% dari nilai kekayaan sumber daya hutan secara keseluruhan," ujar Made. Karena itu, ke depan sistem pengelolaan hutan harus diperbaiki. Paradigma keuntungan sesaat harus dirubah menjadi manajemen berkelanjutan. Dengan mencakup aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. "Sistem agroforestry merupakan salah satu pilihan yang bisa diharapkan. Karena bisa mengoptimalkan setiap inci lahan hutan tanpa merubah fungsi alaminya," tandas Made. (FR/OL-06)


Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Selasa, 04 Maret 2008 23:23 WIB

425 Ribu Jenis Flora dan Fauna Nyaris Punah

425 Ribu Jenis Flora dan Fauna Nyaris Punah

Reporter : Faishol Taselan

Surabaya--MI: Sekitar 25 ribu jenis flora dan 400 ribu fauna di Indonesia cenderung langka, bahkan hampir punah akibat berbagai sebab. Di antaranya, akibat kerusakan ekosistem dan habitat karena penjarahan, kebakaran hutan, perburuan, serta tingginya permintaan tumbuhan dan satwa liar secara legal maupun ilegal.


Hal tersebut dikatakan Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Jawa Timur (Jatim) Sumarto Suharno di Surabaya, Sabtu (15/3). "Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku penjarahan hutan," ujarnya. Menurutnya, kejahatan perdagangan ilegal satwa liar di dunia menempati urutan kejahatan kedua terbesar setelah narkoba. Kerugian finansial internasional akibat kejahatan itu mencapai US$159 miliar per tahun. Sedangkan di Indonesia, kejahatan itu merugikan negara sebesar Rp. 9 triliun per tahun.


Untuk menampung tumbuhan dan satwa liar yang makin langka tersebut, Pemerintah Provinsi Jatim membangun area riset terapan penangkaran tumbuhan dan satwa liar. Area yang berlokasi di lingkungan kantor Dinas Kehutanan Jatim itu menurut rencana akan diresmikan oleh Gubernur Imam Utomo, Senin (17/3).


Pembangunan area riset terapan, selain untuk pengembangan keilmuan penangkaran tenaga pengendali ekosistem hutan, juga untuk meningkatan kemitraan pakar dan jaringan komunitas konservasi sumberdaya alam di Jatim. "Penangkaran riset menerapkan standar kesejahteraan satwa, penandaan, pelepasliaran ke habitat alaminya, dan pengembangbiakan tanaman dan satwa liar dengan pendekatan kedokteran," ujarnya.(FL/OL-01)

Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Sabtu, 15 Maret 2008 11:41 WIB

Kawasan Kritis Gunung Lawu Dihijaukan 17 Ribu Pohon

Kawasan Kritis Gunung Lawu Dihijaukan 17 Ribu Pohon

Reporter : Widjajadi

Solo--MI: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama pemerintah kabupaten di wilayahnya serius mempersiapkan gerakan penghijauan kawasan DAS (daerah aliran sungai) maupun kawasan hijau pegunungan yang rusak parah dan bahkan menjadi kritis, karena alih fungsi dan penjarahan kayu hutan.


Data di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemprov Jateng menunjukkan bahwa lahan kritis di kawasan DAS Jratunseluna, Bengawan Solo, Serayu, dan Citandui serta kawasan hijau di Kabupaten Karanganyar sudah mencapai 700 ribu hektare. Lahan kritis itu belum lama ini telah memunculkan bencana baik banjir maupun tanah longsor yang menelan korban jiwa maupun harta yang tidak sedikit.


Saat ini, daerah hijau di Kabupaten Karanganyar yang kini mengalami kondisi kritis ada di kawasan Gunung Lawu yang mencakup tiga kecamatan yakni Tawangmangu, Ngargoyoso, dan Jenawi serta daerah perbukitan lain seperti Jumapolo, Jatipuro dan Jatiyoso. Di enam kawasan hijau itu, lahan konservasi telah banyak dialihfungsikan sebagai tempat hunian (vila), dan juga menjadi lahan tanaman semusim. Sisanya lagi karena aksi penjarahan kayu hutan.


"Yang jelas tanah potensial kritis di Kabupaten Karanganyar mencapai 21 ribu hektare. Karena itu perlu segera dilakukan penyelamatan dengan konservasi hutan. Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz direncanakan akan memimpin penghutanan kembali, dengan melakukan penanaman 17 ribu bibit tanaman keras di Segoro Gunung dan Kemuning kecamatan Ngargoyoso dan Jenawi pada Senin 17 Maret nanti," ungkap Kasubdin Perhutanan Dinas Pertanian, Maisyaroh di Karanganyar, Kamis (13/3).


Dia menjelaskan, lahan yang masuk kategori kritis itu antara lain memiliki kemiringan lebih dari 30. Pemotretan udara menunjukkan lahan terlihat kosong 50, sedang yang terlihat isi hanya ditumbuhi tanaman semusim yang merusak program konservasi lahan.


Dinas Pertanian Karanganyar untuk tindakan konservasi lahan telah menjalin kerja sama dengan Lembaga Masyarakat Hutan (LMDH), PT Perhutani dan kalangan swasta yang peduli dengan penyelamatan lahan kritis. "Belum lama ini kami bersama masyarakat telah melakukan penghijauan dengan tanaman keras di atas air terjun Grojogan Sewu, Tawangmangu," imbuhnya. (WJ/OL-03)

Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Jum'at, 14 Maret 2008 08:47 WIB

TV Australia Tayangkan Subak Bali

TV Australia Tayangkan Subak Bali

Brisbane--MI: Eksistensi Subak atau sistem pengairan sawah masyarakat petani di Pulau Bali yang terbukti mampu menjaga harmoni antara manusia dan alam selama ratusan tahun diangkat Stasiun Televisi ABC ke dalam program acara Catalyst yang khusus mengupas isu perubahan iklim, Kamis (13/3) malam.


Dalam tayangan program acara yang dibawakan Dr Graham Phillips itu, Subak digambarkan sebagai sebuah kearifan lokal masyarakat Bali yang berhasil menjaga harmoni antara kebutuhan para petani sawah di Pulau Dewata itu akan air dan kelestarian alam.


Subak telah ada sejak 500 tahun lalu. Menurut TV ABC, sistem pengairan ini merupakan yang tertua yang pernah ada di bumi. Kearifan masyarakat Hindu Bali dalam menghargai air seperti tecermin dalam sistem kerja sama pembagian air Subak ini digambarkan dengan sangat positif dan disandingkan dengan peran Bali sebagai tuan rumah Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dengan segala dinamika yang menyertai, Desember 2007 lalu.


Budaya sistem pengairan sawah terasiring di Pulau Bali yang sudah bertahan selama ratusan tahun itu dikontraskan dengan bagaimana para anggota delegasi dari 190 negara bertemu untuk merumuskan kesepakatan global tentang masalah pengurangan emisi karbon yang telah menyebabkan bumi semakin panas.


Reporter Program Acara Catalyst Mark Horstman menggali pesan kearifan budaya Subak masyarakat Bali itu dan mengkontraskannya dengan dinamika di dalam UNFCCC yang sarat pertarungan antar kepentingan. Kendati pada akhirnya Amerika Serikat yang ngotot mau menerima Peta Jalan Bali (Bali Roadmap) sebagai salah satu langkah menuju upaya bersama menyelamatkan bumi dari ancaman pemanasan global. (Ant/OL-03)

Sumber :

http://www.mediaindonesia.com/
Kamis, 13 Maret 2008 22:36 WIB