Sabtu, Desember 15, 2007

Terumbu Karang Kini Ikut Menjaga Kawasan...

Terumbu Karang Kini Ikut Menjaga Kawasan...

Penulis : ICHWAN SUSANTO

Selasa (12/6) pagi, perairan Nabire sangat teduh, seakan merestui keberangkatan tim monitoring terumbu karang di zona inti Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Keberangkatan ini mengawali pemantauan bawah laut Pulau Nutabari, Nuburi, dan Tanjung Mangguar yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Nabire Provinsi Papua. Cuaca yang sangat bersahabat membuat longboat yang dikemudikan Otis Banggo, warga pesisir Nabire, melaju dengan tenang. Riak-riak ombak yang hanya sesekali memercik membasahi penumpang serta sengatan matahari yang hangat mewarnai perjalanan selama empat jam ke Pulau Nutabari.

Sesampai di pulau seluas tak lebih dari satu hektar itu, dari jauh sudah tampak tiang mercusuar berwarna kuning. Laju perahu sedikit demi sedikit dikurangi agar tidak kandas pada rataan batu karang yang masih sangat rapat. Setelah perahu merapat di sisi utara pantai berpasir putih, rombongan yang terdiri dari lima petugas Balai TNTC, dua anak buah kapal, Otis Banggo, dan Kompas menurunkan perbekalan dan perlengkapan. Sebagian membuat perapian dan sebagian lain membangun tenda dari terpal seadanya sebagai tempat beristirahat. Di pulau tak berpenghuni ini tak terdapat sumber air tawar sehingga juga relatif jarang disinggahi nelayan.

Pukul 14.00 WIT, pemantauan di dua titik pun dimulai. Pemantauan terumbu karang menggunakan metode standar, yaitu line intercept transect (LIT). Karena topografi rataan terumbu karang hanya mencapai kedalaman 2-4 meter dan disambung tubir dalam, transek tak dapat dilakukan di kedalaman 10 meter sesuai dengan prosedur normal.

Titik pertama mengambil posisi di 03° 05’ 59,7" LS dan 135° 09’ 20,7" yang digunakan sebagai kontrol karena memiliki kerapatan dan keragaman penghuni ekosistem. Di kedalaman tiga meter, terumbu karang masih didominasi acropora bercabang dan koral masif. Ikan dalam jumlah besar mudah ditemui berupa rombongan ikan kakatua, sepasang ikan kupu-kupu. Di tubir kedalaman 18 meter, tampak udang karang (lobster) sebesar dua pergelangan tangan berdiam di cekungan goa karang.

Esok harinya, pengambilan sampel transek kembali dilakukan dengan titik penyelaman berbeda. Selesai mengambil sampel, tim buru-buru pindah tempat menginap di Pulau Kumbur yang berjarak dua jam dari Nutabari. Ini lantaran sepanjang malam, badai datang mengempas-empas kapal yang rawan bocor karena bisa terhantam batu karang.

Menangkap gorano

Di Pulau Kumbur, tim yang juga menyertakan anggota satuan polisi reaksi cepat (SPORC) dan polisi kehutanan menangkap basah pemburu ikan hiu yang dalam bahasa lokal disebut gorano. Dokumen perahu yang diakui kapten perahu, Serfatius Bawoka, milik Victor Bawoka, warga Nabire, ini disita karena menangkap ikan yang dilindungi undang-undang. Bukti lain adalah penjemuran puluhan daging sirip gorano di Tanjung Pulau Kumbur, mirip seperti yang ditemukan di Pulau Nutabari sehari sebelumnya.

Sehari menginap di pulau yang didominasi flora cemara laut ini, pemantauan terumbu karang dilanjutkan ke Tanjung Mangguar. Di wilayah Distrik Teluk Umar ini, sisa-sisa perusakan terumbu karang masih tampak jelas. Untungnya, terdapat pertumbuhan polip-polip pada karang mati yang mencapai satu sentimeter. Kondisi ini menunjukkan indikasi bahwa daerah ini mulai terehabilitasi.

Esok harinya, setelah bergelut semalaman dengan hujan dan semut di Pulau Pepaya, pemantauan dilakukan di perairan Pulau Nuburi. Sebagai salah satu zona inti, kondisi terumbu karang Pulau Nuburi dapat dikatakan memprihatinkan. Ini ditunjukkan dengan ditemukannya patahan karang yang berserakan. Patahan ini sudah mulai tertutup pasir, yang menandakan kerusakan sudah berlangsung lama.

Pemantauan selama empat hari di tiga perairan zona inti di Kabupaten Nabire ini merupakan sebagian dari total 80.000 hektar terumbu karang di seluruh kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Ini hanya sebagian kecil dari total luas TNTC yang mencapai 1,45 hektar.

Untuk memonitor terumbu karang saja, belum termasuk ekosistem lain, seperti mangrove dan lamun, dibutuhkan biaya serta tenaga yang cukup besar. Membawa perlengkapan selam ditambah mesin kompresor berbobot puluhan kilogram serta bekal makanan ditambah kendala badai merupakan tantangan tersendiri. Kemauan dan kerja keras setiap elemen petugas dan masyarakat amat dibutuhkan agar kawasan konservasi ini tetap terjaga sehingga anak cucu pun masih dapat menikmatinya. (ICH)

Sumber :
http://www.kompas.com/
Rabu, 27 Juni 2007.

Tidak ada komentar: