Rabu, Januari 23, 2008

Memberdayakan Perempuan dengan Ekonomi Produktif

Wacana tentang pemberdayaan perempuan (women empowerment) saat ini ramai dibicarakan. Berbagai pihak pun semakin peduli membahas dan mengaplikasikan berbagai program yang relevan. Sebagai bagian dari komunitas masyarakat, perempuan memang memiliki peran dan fungsi yang strategis. Namun hal itu seringkali sulit diwujudkan karena berbagai faktor. Sebagai penghambat utamanya, masalah kemiskinan. Keadaan itu telah membuat kaum perempuan menjadi kaum marjinal, secara sosial maupun ekonomi.

Mencermati kondisi tersebut, kalangan dunia usaha (korporat) tergerak untuk memberikan kontribusi guna memberdayakan kaum perempuan dan meningkatkan kemampuannya dalam bidang sosial dan ekonomi. PT Exxon Mobil Oil Indonesia (EMOI) misalnya, memiliki program pemberdayaan perempuan yang menjadi bagian dari kegiatan tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR). Salah satunya adalah Program Educating Women and Girls Initiative.

Pada program ini, Exxon Mobil Corporation bersama Center for Development and Population Activities (CEDPA), sebuah LSM internasional yang memfokuskan pada peningkatan taraf hidup perempuan dan anak perempuan di negara berkembang, mencanangkan program Global Women in Management. Program ini bekerjasama dengan para pemimpin perempuan, mitra lokal, organisasi nasional dan internasional, untuk memberikan pelatihan yang dibutuhkan kaum perempuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya.

Salah satu implementasi dari program ini adalah didirikannya Lembaga Pengembangan Bisnis Wanita Mandiri (LPBWM) yang bekerjasama dengan Yayasan Dana Bakti Astra (YDBA). Field Public Affairs Manager EMOI, Anwar Iska, mengungkapkan, program ini ditujukan untuk membantu meningkatkan peran kaum perempuan di Kabupaten Aceh Utara, khususnya dalam kegiatan ekonomi produktif pada usaha skala mikro dan kecil (UMK). Hingga saat ini EMOI telah membantu 80 kelompok usaha UMK.

Kegiatan yang dilakukan LPBWM antara lain meningkatkan akses pasar; mengembangkan karakter dan keahlian berbisnis kaum perempuan skala UMK; memfasilitasi UMK potensial dalam perkuatan struktur permodalan; meningkatkan kemampuan quality, cost, and delivery (QCD); dan mendorong terciptanya UMK unggulan. "Lembaga ini juga mempertemukan UMK dengan pihak perbankan untuk masalah permodalan. Dan Alhamdulillah bank sudah mulai percaya," katanya kepada Republika beberapa waktu lalu.

Salah satu yang dibina LPBWM adalah UMK pembuat kasap (kain khas Aceh), jahit, dan bordir. Pembina UMK Kasap, Agustiana Elfitria, menjelaskan, pihaknya memberikan bantuan berupa bimbingan kepada kelompok perempuan yang bergerak di bidang pembuatan kasap, jahit, dan bordir. Tidak hanya itu, pihaknya juga membantu pemasarannya. "Kami menerima hasil produksi dari UMK tersebut lalu kami yang akan memasarkannya. Kami sering mengikuti berbagai pameran yang diadakan di Aceh dan Jakarta. Alhamdulillah peminatnya cukup bagus," katanya.

Tidak hanya pasar lokal, kata Yana, panggilan akrab Agustiana Elfitria, pihaknya pun mencoba untuk menembus pasar internasional. Yang sudah berhasil ditembus adalah pasar Maroko. Beberapa waktu lalu pihaknya mendapat pesanan sejumlah item produk untuk dikirim ke negara tersebut. Setiap kelompok UMK, lanjutnya, bisa terdiri dari 20 orang. Pagi hari mereka bekerja di sawah dan siangnya mereka bekerja di UMK. "Pada awalnya kami merekrut mereka lalu melatih mereka dengan berbagai keterampilan. Kami juga memberikan bantuan dana bergulir yang besarnya Rp 2 juta hingga Rp 5 juta," ujarnya menambahkan.

Perlu penyadaran

Sementara itu, Project Officer Association for Community Empowermnet (ACE) atau Perhimpunan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat, Adi Gunawan, mengungkapkan dalam upaya pemberdayaan perempuan perlu sinergi antara kaum perempuan yang menjadi sasaran program dan para pendamping. Sinergi antara keduanya akan menjamin keberhasilan program pemberdayaan yang dilakukan. "Sebaliknya kalau tidak ada sinergi maka program pemberdayaan perempuan yang dijalankan sulit untuk berhasil," katanya.

Menurut Adi, hal terpenting yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu adalah penyadaran kepada masyarakat bahwa kaum perempuan bukan sekadar pelengkap penderita. Namun perempuan juga bisa sebagai aktor jika diberi kesempatan dan didampingi. Jadi arahnya lebih jelas. "Bahkan berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya, kaum perempuan itu memiliki semangat dan motivasi yang tinggi," ungkapnya. ACE sendiri, demikian Adi, memiliki beberapa program pemberdayaan kaum perempuan. Misalnya di Lenteng Agung Jakarta Selatan, yang memfasilitasi perempuan pendatang dan penduduk asli (betawi) untuk mendirikan koperasi. Kini program hasil kerjasama dengan GE Money tersebut telah berhasil membentuk sembilan koperasi wanita.

Di Klaten, juga dilaksanakan program serupa bagi kaum perempuan yang menjadi korban gempa. Kini terdapat 15 kelompok perempuan di dua kecamatan dan empat desa. "Yang menggembirakan kelompok perempuan tersebut kini sudah diakui oleh pemerintah desa setempat. Jika ada kebijakan lokal yang hendak dibuat, mereka selalu dipanggil untuk diajak rembugan. Bahkan ini berlaku saat pembuatan peraturan desa atau perdes," kata Adi. (jar)

Sumber :
http://www.republika.co.id/koran.asp?kat_id=438
Senin, 14 Januari 2008 13:21:00

Tidak ada komentar: