Jumat, Januari 11, 2008

Nikmat Sehat

Nikmat Sehat
Oleh : Muhammad Arifin Ilham. Pimpinan Majelis Az-Zikra

Mensana incorpore sano. Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat! Semboyan Yunani ini sangat terkenal, dan banyak orang yang mempercayainya. Tapi, saat diajukan pertanyaan, ''Apakah setiap orang yang memiliki fisik yang baik dan sehat, otomatis jiwanya menjadi baik dan sehat pula?'' Saya yakin banyak yang akan mengklarifikasi. Lebih-lebih jika melihat realitas lain, banyak orang yang berfisik sehat dan kuat, namun ternyata jiwa mereka kotor (suka iri, dengki, pendendam, dan sebagainya). Mereka yang mendekam di penjara adalah mereka yang secara kasat mata sehat dan bugar, tapi kenapa mereka harus berada di balik jeruji penjara? Berarti pada sisi yang lain, mereka tidak sehat alias sakit.

Islam sangat mendukung umatnya sehat secara fisik. Hal ini seperti banyak dijelaskan oleh hadis. ''Ajarkanlah anakmu memanah, berkuda dan berenang.'' Begitu juga dengan hadis lain, ''Mukmin yang kuat lebih aku sukai daripada mukmin yang lemah.'' Bukankah, setiap orang bangga jika memiliki tubuh yang sehat, kuat, dan tak mudah terserang penyakit? Namun, janganlah faktor fisik terlalu diagung-agungkan, seolah-olah tak ada yang lebih penting di dunia ini ketimbang kesehatan, keindahan, dan kekuatan fisik.

Memang, jiwa yang sehat tidak bisa menjamin seratus persen bahwa fisik akan selalu sehat. Punya pikiran sehat tapi makanannya mengandung banyak kuman dan rumah kotor tidak terawat, ya tetap saja tidak sehat. Tapi, setidaknya, dengan menjaga kesehatan dan kesucian hati, Insya Allah dapat membantu meningkatkan kesehatan dan kekuatan fisik kita.

Lebih jauh ada tujuh sehat yang harus ada pada diri manusia beriman. Pertama, sehat hati (shihhatul qalbi). Kesehatan dan kesucian hati ini menjadi yang paling fundamental sekaligus tolok ukur bagi lahir dan tumbuhnya aktivitas kehidupan. ''Ketahuilah bahwa dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika baik maka akan baiklah seluruh anggota tubuhnya dan jika rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuhnya... itulah hati.'' Demikian tegas Rasulullah SAW.

Hati yang sehat dan bersih adalah hati yang membawa kebahagiaan, kesuksesan, kemenangan, dan kedamaian. Sungguh sukses dan beruntung hamba Allah yang suci hatinya (QS Asysyams, 9). Hati yang suci adalah hati yang sehat dan bening. Karena beningnya, ia mudah mengakses hidayah-Nya. Doa pun mustajab. Karena, saat hati bening dan sehat, ia tidak ada hijab dan langsung menembus Arasy-Nya.

Hati yang sehat adalah hati yang bercahaya. Sehingga teranglah pikirannya dan pembicaraannya. Bahkan tubuhnya 'bercahaya'. Sehingga, tidak aneh, ada yang secara fisik wajahnya biasa-biasa saja, tapi menyimpan aura yang memikat. Sehingga enak dipandang. Seperti ada karisma.

Kedua, sehat akal (shihhatul 'aqli). Orang yang akalnya sehat akan eksis dan dapat mengeksplorasi berbagai hal yang menimpanya. Karena mampu mengolah dan mencerna setiap kejadian, orang yang sehat akalnya, ucapan dan tuturannya hikmah, mau didengar. Pembeda antara manusia dan hewan adalah akal pikiran. Al-insaan hayawaanun naathiq, manusia adalah hewan yang berakal. Karena ia terampil dan cerdas menyibak hikmah, orang yang akalnya sehat menjadi ladang berseminya sifat-sifat mulia. Ikhlas, sabar, syukur, qana'ah, tawadhu', dan tawakal. Bahkan firasatnya tajam.

Ketiga, sehat fisik (shihhatul jisim). Setelah kita mampu menata hati dan akal, saatnya sehatkan fisik. Canangkan program sehat fisik. Karena, kalau fisik kita lebih kuat dan sehat insya Allah akan bisa berbuat lebih banyak. Kita serahkan saja kepada Allah sekalipun kita diberi sakit, itu urusan Allah. Yang penting tekadnya adalah ingin menjadi sehat dan kuat. Seorang ibu hamil butuh bantuan dengan belanjaannya, jika kuat fisik tentu kita akan mudah menolongnya. Atau ada orang yang dizalimi kita akan dapat menggetarkan lawan jika kita kuat.

Sujud dengan pusing itu berbeda dengan sujud dalam sehat, tahajud dalam keadaan fit akan lebih nikmat daripada tahajud dalam keadaan sakit. Maka memperbaiki gizi juga merupakan ibadah, jangan pelit untuk membeli makanan bergizi karena sekali saja kita sakit akan membutuhkan biaya yang lebih besar. Menjaga kesehatan akan membawa kebaikan.

Keempat, sehat keluarga (shihhatul ahliyyah). Keluarga merupakan wahana pendidikan sekaligus peningkatan mutu keberagamaan, sosial, politik yang pertama dan utama. Ia merupakan unsur yang paling penting dalam pembentukan karakter bangsa. Keluarga adalah tiang negara. Bila keluarga baik maka negara akan baik, demikian sebaliknya. Tidak adanya jalinan harmoni antara orang tua dan anak adalah sebuah contoh. Baik karena orang tua sibuk bekerja atau anak yang selalu pulang malam. Pada urutan berikutnya muncul masalah sosial seperti kenakalan remaja, tawuran, kriminalitas, obat-obatan terlarang (narkoba) dan seks bebas. Kalau pribadi-pribadi antar keluarga sudah mampu menyehatkan hati, akal dan fisiknya maka dengan sendirinya membentuk jalinan keluarga sehat.

Kelima, sehat lingkungan (shihhatul bii-ah). Peran lingkungan sangat menentukan bagi terbentuknya masyarakat yang berkesejahteraan, baik lahir maupun batin. Ada banyak kasus karena tidak adanya iklim dan lingkungan yang mendukung, orang yang awalnya hidup sehat, baik dan disiplin ikut-ikutan menjadi tidak. Salah satu tabiat masyarakat kita adalah gampang terpengaruh. Saat masih di kampung, senyumnya selalu mengembang, tangan selalu terjulur dan menyapa salam, mata dan lisannya terjaga, Alquran selalu ditenteng, diaji dan dikaji, jika makan ia mengajak kawannya, duduk dan rapi. Tapi, setelah berpindah lingkungan segalanya berubah. Beruntung, jika ia tinggal dalam sebuah masyarakat yang ideal baik dalam sikap, kebiasaan ataupun dalam gaya hidup. Orang yang dekat dengan tukang pandai besi, ia kecipratan 'aromanya'. Begitu juga jika ia lekat dengan penjual minyak wangi, harum dan wanginya akan terimbas. Karena itu betapa pentingnya mempunyai masyarakat dan lingkungan yang baik dan sehat. Akan ada kompetisi terselubung untuk tetap hidup sehat dan baik.

Keenam, sehat negara atau pemerintahan (shihhatud daulah). Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, unsur masyarakat baik dari tingkat yang terkecil seperti kelurahan atau di atas itu selalu menjadi ukuran bagi sukses tidaknya penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara. Jika yang ditemukan berupa ketenteraman, kedamaian, keadilan, dan kesehatan atau pendidikan yang terjangkau, maka di sanalah ukuran kesuksesan sebuah negara. Jadi sehat tidaknya penyelenggaraan negara sangat ditentukan bagaimana masing-masing pribadi mengejawantah nila-nilai luhur di atas yang mengkristal dalam sebuah komunitas masyarakat berbangsa dan bernegara. Dan negara yang sehat harus menjadi cita-cita bersama untuk mewujudkannya.

Ketujuh, sehat masyarakat dunia (shihhatul 'alamiyah). Isu global warming yang sedang hangat saat ini sebenarnya bisa dicegah jika saja masyarakat dunia mampu menerapkan hidup bersahaja dan ramah lingkungan. Mental arif ini merupakan refleksi dari sehat hati (shihhatul qalbiyah) yang dikembangkan oleh masing-masing kita yang mempunyai ikatan keluarga, lingkungan dan kesatuan negara. Semoga dengan sehat masyarakat dunia, terciptalah tatanan kehidupan yang nyaman, sehat dan damai. Lebih-lebih jika semua berada dalam payung syariat Allah. Pemanasan global pun, insya Allah menjadi terhindarkan. Bukankah, akan Allah janjikan untuk penduduk sebuah negeri jika mereka beriman dan bertaqwa, dengan turunnya keberkahan dari langit dan bumi, baldatun thayyibatun warabbun ghafuur, negeri yang makmur dan berpayung ampunan-Nya. Inilah sesungguhnya atsar dari nikmatnya hidup sehat. Wallahu a'alam.

Ikhtisar :
  • Islam mendukung umat yang sehat fisik, tampak pada hadits untuk mengajarkan anak memanah, berenang dan berkuda
  • Kesehatan hati dapat membantu meningkatkan kesehatan fisik.
  • Tujuh sehat terdapat pada orang beriman; yaitu sehat hati, akal, fisik, keluarga, lingkungan, negara, dan dunia.

Sumber :
http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=16
Jumat, 11 Januari 2008

Tidak ada komentar: