Kamis, April 03, 2008

Eksploitasi Bakau Picu Penurunan Populasi Kepiting

Eksploitasi Bakau Picu Penurunan Populasi Kepiting

Bogor, Selasa - Degradasi ekosistem mangrove (bakau) dan eksploitasi berlebihan yang banyak terjadi di perairan Indonesia, mengakibatkan penurunan berarti populasi kepiting bakau (Scylla spp.), demikian sebuah penelitian yang dipublikasikan Institut Pertanian Bogor (IPB), Selasa (12/2). "Penurunan populasi ini diakibatkan oleh degradasi ekosistem mangrove dan eksploitasi berlebihan yang banyak terjadi di perairan Indonesia," kata Laura Siahainenia, mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB yang meneliti tentang kepiting bakau.


Melalui riset untuk disertasi doktor berjudul "Aspek Bioekologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Ekosistem Mangrove Kabupaten Subang, Jawa Barat", dengan komisi pembimbing yang terdiri Prof Dietriech G Bengen, Dr Ridwan Affandi, Dr Tutik Wresdiyati dan Dr Iman Supriatna, promovendus juga mengemukakan bahwa ekspor kepiting bakau Indonesia terus meningkat.


Pada tahun 2000 ekspor mencapai 12.381 ton dan meningkat menjadi 22.726 ton pada 2007. Namun, sayangnya kenaikan ekspor ini tak dibarengi dengan peningkatan populasi. Dipaparkannya bahwa produksi kepiting bakau dari Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Riau hanya mencapai 67,6 persen dari total produksi kepiting bakau Indonesia. Rata-rata pertumbuhan produksinya melambat dan cenderung menurun.


Menurut Laura Siahainenia - yang juga Staf Pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon - populasi kepiting bakau perlu ditingkatkan untuk menambah nilai ekspor yang dapat meningkatkan perekonomian Indonesia, namun tetap harus memperhitungkan aspek konservasinya. "Peningkatan ini dapat dilakukan melalui upaya konservasi bagi populasi yang sudah tidak stabil dan usaha pembenihan melalui teknologi ablasi (pemotongan batang mata) tangkai mata kepiting bakau," katanya.


Dalam penelitiannya, ia menggunakan metode sampling line plot transect untuk mengamati petumbuhan populasi kepiting bakau. Penentuan karakter dewasa kelamin kepiting bakau dilakukan berdasarkan perubahan morfologis dan anatomis tubuh kepiting bakau jenis S. Serrata jantan dan betina, kemudian dianalisa dengan metode deskriptif.


Sementara, pengamatan perkembangan gonad (alat kelamin) kepiting bakau dilakukannya dengan cara mengamati perubahan warna dan struktur morfologis gonad, morfologis tubuh serta perubahan pada struktur jaringan sel telur dari 30 ekor betina, di samping perubahan warna dan struktur morfologis testis dari 30 ekor kepiting bakau jantan Scylla serrata dewasa.


Kemudian data karakter perkembangan embrio kepiting bakau dikumpulkan, diamati setiap hari selama proses inkubasi. Efektivitas penggunakan ablasi alami dilihat dari evaluasi perkembangan gonad, embrio dan larva yang dihasilkan oleh induk kepiting bakau.


Hasil penelitian itu menunjukkan salinitas, suhu, dan kecerahan perairan yang relatif stabil sangat memengaruhi tingginya intensitas pemijahan kepiting bakau karena sejak awal pembuahan sel telur kepiting bakau sudah membutuhkan perairan yang bersalinitas tinggi. Setelah memaparkan hasil risetnya tersebut, Laura Siahainenia dinyatakan lulus dan menjadi doktor baru di lingkungan IPB. (ANT/WAH)

Sumber :

http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/02/12/13314651/eksploitasi.bakau.picu.penurunan.populasi.kepiting

Selasa, 12 Februari 2008 | 13:31 WIB

1 komentar:

sis_ga_go_blog mengatakan...

tulisan nama latinnya, S. Serrata harusnya kan S. serrata..Ingat komputer biasanya otomatis huruf kapital setelah tanda titik (.). mohon diedit dulu.
kalau ada jurnal tentang penelitian moulting kepiting tolong dipost.
terima kasih