Jumat, Februari 29, 2008

Bakau Rusak, Pesisir Bekasi-Tangerang Kritis

Bakau Rusak, Pesisir Bekasi-Tangerang Kritis

Laju Abrasi Pantai Capai 10-15 Meter Per Tahun

Jakarta, Kompas - Kondisi kawasan pesisir Bekasi, Jakarta Utara dan Tangerang kini dalam keadaan kritis. Pemicunya karena hilangnya bakau akibat perambahan oleh petambak liar dan proyek reklamasi. Begitu terjadi gelombang pasang tanpa kenal musim belakangan ini yang menerjang pantai, kawasan pesisir langsung hancur. Pantauan Kompas, hingga Rabu (27/2), mulai dari Marunda di perbatasan Jakarta dengan Bekasi, hingga Kamal Muara di perbatasan Jakarta dengan Tangerang, ekosistem pesisir dalam kondisi kritis.

Beberapa fakta lapangan menunjukkan sampah organik maupun non-organik dibiarkan berserakan. Kondisi air laut tercemar, terjadi abrasi pantai, serta rusaknya lahan budidaya ikan dan permukiman warga. Sampah terlihat di pantai kampung nelayan Marunda Pulo, Cilincing, Kalibaru, Muara Baru, Muara Angke dan Kapuk. Gundukan sampah laut terlihat di muara Cakung Drain, Cilincing. Sampah membusuk, menebarkan aroma tidak sedap setelah bercampur dengan limbah industri. Air laut tidak lagi bening, tetapi berwarna coklat, hitam, hijau dan berbuih.

Warga Marunda menuturkan, pada 10 tahun silam atau tahun 1996-1997, tepi pantai masih berada 50-60 meter dari deretan rumah nelayan di daratan Marunda Kongsi. Tambak ikan bandeng milik Kiran (51), warga setempat, masih 15-20 meter dari tepi pantai. ”Saat ini, setiap kali terjadi air laut pasang, tambak saya pasti terendam. Rumah-rumah nelayan di sini juga rusak diterjang gelombang pasang. Mungkin karena tidak ada lagi bakaunya. Dulu waktu saya kecil, bakau masih ada,” kata Kiran. Rumah milik Kiran dan 15 warga lain telah hancur diterjang gelombang yang terjadi dua pekan lalu.

Kawasan pesisir Angke-Kapuk juga tergerus abrasi. Kerusakan mangrove dan abrasi di kawasan itu telah memusnahkan empat spesies endemik lokal, yakni lutung jawa (Trachyphitecus auratus.), kucing bakau (Prionailurus viverinus.), anjing air (Lutra perspillata.) dan mentok rimba (Cairina scutulata.). Koordinator Wilayah III Jakarta Utara Balai Konservasi Sumber Daya Alam Departemen Kehutanan Resijati Wasito mengatakan, jika pemulihan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke-Kapuk, pesisir Pantai Indah Kapuk dan Suaka Margasatwa Angke selesai, akan terbentuk sabuk mangrove di kawasan tersebut.

Abrasinya kian cepat

Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Slamet Daroyni mengakui, ekosistem pesisir Jakarta kritis. Laju abrasi 10-15 meter per tahun akibat gelombang pasang setelah punahnya mangrove. Vegetasi pantai ini punah dirambah petambak liar dan proyek reklamasi. Luas lahan bakau di pesisir Jakarta tinggal sekitar 118 hektar, dari 1.344 hektar pada tahun 1960. ”Padahal, bakau atau mangrove itu selain mencegah abrasi, kerusakan pantai akibat empasan gelombang, juga dapat menyerap polutan. Jika ada bakau, hampir pasti limbah industri dari hulu hingga hilir sungai dapat ditekan secara perlahan,” katanya.

Ekosistem pesisir yang kian kritis itu juga terjadi di pesisir utara Bekasi hingga Tangerang atau pesisir Banten umumnya. Gelombang tinggi yang terjadi sejak akhir tahun 2007 membuat pantai di Banten semakin kritis terkena abrasi. Pemerintah akan membangun tanggul pengaman pantai sepanjang 380 meter saja.

Salah satu pantai yang semakin kritis ialah di perkampungan nelayan Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Pandeglang. Bagian atas bangunan tanggul juga ambles, bahkan ada yang sampai terpotong. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian Billy Pramono menyebutkan, sekitar 400 kilometer garis pantai Banten rusak. (CAL/NTA/ONG)

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.02.28.04160873&channel=2&mn=163&idx=163
Kamis, 28 Februari 2008 04:16 WIB

Tidak ada komentar: