Rabu, Februari 20, 2008

Walhi: HP3 Semakin Memiskinkan Nelayan

Walhi: HP3 Semakin Memiskinkan Nelayan

Bengkulu-RoL-- Rencana pemerintah pusat untuk memberlakukan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) kepada provinsi dan seluruh kabupaten/kota di Indonesia akan semakin memiskinkan nelayan, kata Dewan Daerah Walhi Bengkulu Bowo Tamtulistyo.

Ketika diminta tanggapannya, Selasa di Bengkulu, ia menjelaskan, hak yang diberikan kepada pengusaha perseorangan maupun badan usaha tersebut akan mengucilkan akses nelayan terhadap pesisir dan perairan yang selama ini menjadi sumber kehidupan nelayan. "Nasib nelayan memang tidak pernah masuk rencana kerja dan rencana strategis pemerintah pusat dan daerah. Kehidupan yang tidak berdaya seperti sekarang ini akan dimiskinkan lagi dengan kebijakan itu, ujar Bowo.

Menurut dia, hak pengusahaan yang diberikan kepada perseorangan atau badan hukum tersebut merupakan bentuk praktek tengkulak yang mendapat izin resmi dari pemerintah dan dengan kebijakan itu, para nelayan Indonesia yang secara umum berpendidikan rendah akan semakin terpuruk. Ia berpendapat masih banyak cara lain yang bisa diterapkan pemerintah untuk memberdayakan wilayah pesisir dan perairan, khususnya yang dihuni oleh masyarakat nelayan, karena itu sebaiknya pemerintah kembali mengkaji dengan komprehensif kebijakan tersebut. "Kebijakan itu jelas hanya akan menguntungkan pemodal dan pemerintah mendapat pajak perizinan, sedangkan nelayan akan semakin tersingkir," katanya.

Meskipun kebijakan yang merupakan turunan dari UU nomor 26 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU-PWP3K) baru akan diberlakukan pada pertengahan tahun ini, ada kekhawatiran munculnya kasus HPH babak kedua. Bowo mengatakan, seharusnya pemerintah berkaca dari pengalaman maraknya penyalahgunaan HPH di Tanah Air yang tidak pernah tuntas persoalannya, bahkan yang terbaru dan masih membekas adalah kasus Adelin Lis yang malah bebas dari semua tuduhan.

Kebijakan pemberlakuan HP3 bisa dipastikan akan menghasilkan kasus serupa, sebab pemerintah, baik pusat maupun daerah sangat rapuh dalam hal pengawasan dan penerapan hukum yang ada. Mantan Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu ini mengatakan, pemberlakuan HP3 yang menerapkan pengecualian atas kawasan konservasi juga tidak bisa menjawab persoalan yang akan ditimbulkan nantinya.

Selain itu, perairan pesisir sangat berbeda dengan wilayah daratan, baik dari aspek biofisik-kimia maupun sosial-ekonomi. Secara biologis kawasan ini kaya akan keanekaragaman sumberdaya hayati yang rentan terhadap faktor eksternal berupa tekanan eksploitasi yang berlebihan, karena akan menyebabkan over eksploitasi. Ditambah lagi dari sisi sosial-ekonomi, perairan pesisir sangat rentan konflik pemanfaatan ruang antar berbagai sektor dan atau stakeholder terkait.

Apalagi ke depan akan ada perubahan yang sangat fundamental terhadap status kepemilikan perairan pesisir beserta sumberda alamnya, yang tadinya dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access) karena milik bersama (common property resources), maka dengan pemberlakuan HP3 akan berubah status menjadi milik pribadi (private property resources). Kendati dalam batas wilayah dan rentang waktu tertentu, hak-hak masyarakat secara umum berupa hak akses maupun hak pemanfaatan akan dibatasi bahkan hilang, tambahnya. antara/abi

Sumber :
http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=324138&kat_id=23
Selasa, 19 Februari 2008 18:36:00

Tidak ada komentar: