Jumat, Januari 18, 2008

Perlu Standarisasi Pelaksanaan CSR

Perlu Standarisasi Pelaksanaan CSR

Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) perlu didesentralisasi pada tingkat perusahaan। Perusahaan memiliki otoritas secara otonom merealisasikan program CSR. Namun realisasinya perlu distandardisasi. Ini penting supaya nilai-nilai CSR bisa terwujud dan lebih maksimal. Berikut wawancara dengan dosen Magister Studi Kebijakan UGM Konsentrasi CSR, Mulyadi Sumarto, tentang standarisasi pelaksanaan CSR tersebut :

Bisa dijelaskan standarisasi pelaksanaan CSR yang Anda maksud?

Ide tentang standarisasi itu sebenarnya bukan berawal dari Indonesia. Kalau kita coba belajar dari negara lain, seperti Inggris, Kanada, Australia, Perancis, Jerman dan Belanda, pengelolaan CSR sudah diatur oleh sebuah regulasi. Di Australia dan Kanada misalnya, setiap tahun ada pelaporan tentang pelaksanaan CSR di perusahaan. Juga standarisasi pada aspek-aspek yang strategis, seperti lingkungan, hubungan industrial yang demokratis, hak asasi manusia dan antikorupsi.

Apa pentingnya standarisasi tersebut?

Kita tahu, setiap perusahaan itu kan menciptakan externality। Ini muncul dari proses produksi oleh perusahaan yang dampaknya ditanggung pihak lain yang tidak terlibat di dalamnya. Perusahaan harus bertanggung jawab kepada mereka yang terkena dampak ini.

Karena itulah standarisasi diperlukan. Tapi itu tidak ketat. Dan pelaksanaannya dilakukan secara terdesentralisasi di tingkat perusahaan. Semangat ini beda dengan UU Perseroan Terbatas (PT) yang disahkan beberapa waktu lalu. Semangat UU itu adalah sentralisasi pelaksanaan CSR, termasuk mengatur besaran dana yang harus dialokasikan perusahaan yaitu sekitar 3 hingga 4 persen dari keuntungan. Dana itu akan diatur pemerintah. Menurut saya, ketentuan ini bisa blunder karena pemerintah belum siap.

Dalam konteks pelaksanaan CSR di Indonesia, standarisasi apa yang perlu dilakukan?

Ada banyak negara yang telah membuat code of conduct pelaksanaan CSR. Termasuk juga soal kesetaraan gender dan money laundry. Tapi saya pikir pelaksanaan CSR di Indonesia perlu dilakukan secara kontekstual dengan kondisi di sini. Artinya aspek apa saja yang perlu diprioritaskan. Menurut saya, masalah kemiskinan menjadi isu yang relevan dikembangkan dalam program CSR di Indonesia. Juga soal lingkungan.

Pemahaman tentang CSR di Indonesia masih sangat beragam. Bagaimana ini?

Saya sering mendapat pertanyaan seperti ini. Memang masih ada problem dalam pelaksanaan CSR di Indonesia karena keterbatasan referensi yang dimiliki perusahaan. CSR sebenarnya bukan isu yang baru. Tapi bagi perusahaan di Indonesia, isu itu menjadi sesuatu yang masih baru karena berkembang sekitar tahun 2000. Di sisi lain, lembaga dunia seperti World Bank dan yang lain, mengintrodusir konsep CSR itu ditataran global dan lokal. Namun sayangnya, masih ada kesenjangan yang sangat besar antara konsep yang dikembangkan di tataran global dengan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, tidak ada lembaga yang menjembatani kesenjangan itu. Akibatnya pemahaman perusahaan di Indonesai tentang CSR masih terbatas.

Lalu apa implikasinya?

Salah satu implikasinya, CSR selama ini lebih banyak dimaknai sebagai community development (CD). Padahal CD itu kan hanya bagian kecil dari CSR. Yang lebih menarik, saya pernah melakukan penelitian tentang pelaksanaan CD oleh perusahaan di Indonesia. Ternyata CD tidak dilaksanakan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat. Tapi masih sebatas pada upaya untuk menjaga dan membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitarnya. Jadi masih sangat problematik. Yah, terkesan pelaksanaan CD masih sebatas untuk menutupi dosa.

Siapakah yang harus bertanggung jawab membenahi masalah ini?

Ini tanggung jawab bersama. Pemerintah, kalangan dunia usaha dan masyarakat. Misalnya tentang aspek lingkungan. Di sini sangat penting peranan kementerian lingkungan hidup. Namun studi tentang itu masih terbatas. Di Indonesia ada yang menarik, yaitu banyak asosiasi yang mempropagandakan CSR sekaligus sebagai wadah pembelajaran bersama. Semua pihak ini perlu merumuskan standar tentang pelaksanaan CSR di perusahaan. Ini penting untuk mewujudkan public trust. Jadi, menurut saya, perlu aturan hukum yang bisa mengikat secara bersama. Sasarannya adalah untuk kepentingan bersama. (jar)

Sumber :
http://www.republika.co.id/koran.asp?kat_id=438&kat_id1=439
Selasa, 25 September 2007 12:57:00

Tidak ada komentar: